Sesuai judulnya, Sihir Pelakor memang sajian yang dibuat semata-mata untuk sedekat mungkin dengan penontonnya (baca: target utama filmnya) yang akan dengan mudah terkoneksi bahkan turut melemparkan sumpah serapah selama filmnya berlangsung. Sebuah keputusan tepat nan akurat, mengingat filmnya tak berusaha terlampau keras memberikan kebaharuan, cukup menambahkan kadar sensasional.
Adaptasi dari siniar milik RJL 5 yang pertama kali dipublikasikan dua tahun lalu ini terbilang setia terhadap sumber materi aslinya, hingga naskah hasil tulisan Upi (Belenggu, Sehidup Semati, Petaka Gunung Gede) ini hanya sebatas mengalihwahankan, tanpa memberikan tambahan lain. Sebuah keputusan yang terbilang main aman.
Demikian pula dengan pengadeganan Bobby Prasetyo (trilogi Pamali, Kultus Iblis, Thaghut) yang terbilang minim sebuah gebrakan dan tetap mempertahankan esensi sensasional miliknya. Termasuk di dalamnya ialah bagaimana ia menerapkan trik horror yang masih mengandalkan jumpscare serta tambahan scoring berisik, yang untungnya tak sepenuhnya melukai persentasi filmnya.
Kisahnya sendiri bertumpu pada keluarga Edi Hasibuan (Fathir Muchtar), seorang PNS yang hidup bahagia bersama istrinya, Jumiati (Marcella Zalianty) beserta kedua anaknya, Vita (versi mudanya diperankan oleh Neona Ayu, sementara Hana Malasan memerankan versi dewasa) dan Dwi (Jared Ali, sementara Fadi Alaydrus memerankan versi dewasa). Kebahagiaan keluarga mereka mulai terusik pasca kepergian Edi ke Palangkaraya yang membutuhkan waktu satu minggu, sementara satu setengah tahun kepulangannya tak kunjung datang.
Satu hal yang saya sukai dari Sihir Pelakor ialah bagaimana naskahnya amat memperhatikan proses serta menerapkan logika di segala tindak-tanduk keputusan serta alasan yang dilakukan karakternya. Meski sesekali tampil menyuapi penonton dengan beragam informasi miliknya, setidaknya paruh awal Sihir Pelakor berjalan sebagaimana mestinya.
Kelak diketahui bahwa sang pelaku utama alias pelakor adalah Rini (Asmara Abigail), pelanggan setia Jumiati yang terobsesi oleh Edi. Sihir yang diterima Edi pun tak serta-merta membuatnya terpaku kepada Rini, melainkan melihat wajah sang istri di raga Rini. Inilah kesaktian Sabdo Pandito Ratu, sihir yang sudah ada sejak zaman penjajahan yang kini disalahgunakan.
Ketimbang menjelaskan aturan main kekuatan sihirnya, Sihir Pelakor hanya berkutat pada upaya Rini menyantet keluarga Jumiati, yang mana dapat saya mafhumi dengan alasan membuka peluang kadar hiburan yang tinggi. Dampak yang dirasakan Jumiati berserta Vita pun mungkin tak sepenuhnya baru, tetapi Bobby Prasetyo memastikan bahwa para pemain mampu memberikan penampilan yang meyakinkan serta mengatrol cerita lewat performanya.
Sayang, elemen drama yang semula dipertahankan turut mengendur seiring durasi bergulir. Padahal, dampaknya bisa lebih besar dibandingkan dengan serentetan aksi santet yang acap kali tersaji repetitif. Terlebih kala Bobby menampilkan barisan demit hasil polesan CGI yang kurang meyakinkan, lengkap dengan scoring yang bak merobohkan gendang telinga. Andai filmnya lebih mengutamakan kualitas ketimbang kuantitas, Sihir Pelakor dapat menjadi suguhan horor yang elegan.
Memasuki third-act, Sihir Pelakor semakin kentara main aman. Permasalahan yang terjadi dapat diselesaikan lewat bantuan Ustaz Rahmat (Alfie Alfandy) dengan kekuatan lantunan ayat suci dan baru terjun ke rumah keluarga Jumiati pasca mereka mengalami gangguan yang sangat parah, sementara sebelumnya sang ustaz hanya sebatas memberi wejangan dan doa dalam setiap pertemuan. Tarik-ulur semacam ini memang lumrah terjadi, yang kehadirannya sebatas mempertebal durasi.
Beruntung, Sihir Pelakor dibekali para pemain yang tampil maksimal. Pasca vakum cukup lama, kembalinya Marcella Zalianty ke layar lebar tak menghalangi kepekaannya dalam mengolah emosi, sementara Asmara Abigail seolah mematenkan bahwa aktris satu ini memang spesialis peran menantang dan eksentrik. Di tangan Asmara, Rini bukan hanya pelakor biasa, melainkan pelakor yang dengan santainya mengajak ngobrol kambing hitam layaknya boneka tercinta.
SCORE : 3/5
0 Komentar