Siccîn 2 melanjutkan tongkat estafet film pertamanya di tahun 2014 yang mana
berkat kesuksesannya lantas membuat Alper Mestçi kembali duduk dibangku
sutradara (turut merangkap sebagai penulis naskah) bersama Ersan Özer
yang mana ini menandakan kali kedua mereka bergabung kembali pasca film
pertamanya. Masih berbicara mengenai ruang lingkup keluarga yang turut
terjawab di akhir film serupa dengan
film pertamanya, Siccin 2 masih sama seperti film pertamanya menumpahkan
semua jawaban di konklusi yang membuatnya tampil penuh sesak.
Kali ini giliran sepasang suami istri Hicran (Seyda Terzioglu) dan
Adnan (Bulut Akkale) yang baru saja kehilangan sang buah hati, Birol
(Ege Ariav). Adnan menyalahkan Hicran karena keteledorannya dalam
mengurus Birol sementara Hicran terus dirundung rasa bersalah yang
kemudian membuat keduanya terpecah belah dan acap kali berhalusinasi.
Menarik memang, ketimbang bermain dalam horor bernuansa gore, Mestçi
menyoroti usaha karakternya dalam mencoba mencari jawaban dibalik
kematiannya yang aneh di tataran logika, memuntahkan setiap aspek emosi
guna mendeskripsikan rasa bersalah karakternya yang kerap bermain
eskapisme yang masih nihil akan sebuah perubahan. Aspek psikologis ini
sejatinya sebuah jalan baru yang ampuh menyulut emosi pula koneksi
dengan penonton.
Alhasil apa yang dirasaknan oleh Hicran dan
Adnan mampu menyita perhatian, membuat penonton fokus mengiuti
ceritanya meski kita sudah tahu terkait konklusi yang hadir di masa lalu
bermain dengan cara kotor. Upaya Mestçi dalam menghadirkan itu semua
tersusun rapi mulai dari memunculkan sosok wanita dengan jubah hitam
sebagai penanda hingga teror gore yang membuat anda ngilu untuk
melihatnya. Mengenai jumpscare pun terhitung efektif mesti beberapa kali
tampil kewalahan.
Pujian patut diberikan kepada kedua peran
utamanya Seyda Terzioglu yang bermain apik mengukuhkan bahwa Hicran
adalah sosok ibu yang paling teledor dan bersalah atas kehilangan sang
buah hati, sementara Bulut Akkale piawai menyuntikan tensi terhadap
karakter Adnan yang rapuh luar dalam, hingga kala bertemu seorang anak
kecil pun ia meminta untuk memanggilnya ayah dan kemudian memanggil anak
tersebut dengan nama Birol hingga puncaknya di depan makam sang buah
hati semuanya terjawab sudah kegelisahan dan kesedihannya.
Meski bukan sebuah suguhan yang baik, Siccîn 2 mampu menebus kelemahan
dari film pertamanya, paruh pertama film ini begitu menawan bermain
lewat ranah horo psikologis yng turut di fasilitasi karakternya yang
konsisten sedari awal hingga konklusi pun merusak apa yang telah
dibangun sejak awal meski tak tampil secara fatal. Disinilah kelemahan
film ini, terlalu mengandalkan konklusi ketimbang menyebar benih yang
sedari awal sudah dibangun, saya tetap menyaankan anda untuk menonton
film ini karena jelas sebagi hiburan film ini masih relatable, meski
keinginan saya menonton film ini lebih, namun bukannya satu langkah
kecil lebih berarti ketimbang tak melangkah sekalipun.
SCORE : 3/5
SCORE : 3/5
0 Komentar