Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

KEMBALINYA ANAK IBLIS (2019)

Selaku sekuel bagi 13: The Haunted (2018), Kembalinya Anak Iblis yang semula berjudul 13: The Returning menempatkan kembali Rudi Soedjarwo (40 Hari Bangkitnya Pocong, Hantu Rumah Ampera, Algojo: Perang Santet) di bangku sutradara-melanjutkan pencapaian yang kurang cemerlang pasca filmnya pertamanya yang sarat akan penggampangan pula dipaksa terbagi menjadi dua, Kembalinya Anak Iblis adalah jawaban atas penyelesaian-yang kembali terbentur masalah penceritaan. Jika film pertamanya masih dapat dinikmati-meski kekurangan tampil sana-sini, lain halnya dengan sekuelnya yang membawa sebuah malapetaka dalam tataran logika-yang rasanya terlampau diremehkan oleh filmnya.
 
 
Mengambil selang waktu 13 bulan pasca film pertamanya, Kembalinya Anak Iblis menyoroti para remaja yang selamat setelah kejadian di Pulau Ayunan. Mereka adalah Rama (Al Ghazali), Farel (Atta Halilintar), Garin (Endy Arfian) dan Quincy (Steffi Zamora) sementara Celsi (Valerie Thomas) dilarikan ke rumah sakit jiwa atas trauma (pula gangguan iblis) yang menimpanya.
 
 
Dibantu oleh Joy (Achmad Megantara) dan Clara (Mikha Tambayong), mereka kemudian memutuskan untuk kembali ke Pulau Ayunan demi membawa jasad Hana (Marsha Aruan) dan Fira (Mumuk Gomez) yang sampai sekarang belum ditemukan keberadaannya. Menggunakan buku panduan "13 Cara Menutup Gapuro Tentrem", kedatangan mereka juga diharapkan dapat mengembalikan iblis kepada tempat asalnya dan kemudian menutup Pulau Ayunan selamanya.
 
 
Dibuka dengan menampilkan adegan film sebelumnya sekaligus menghadirkan screenshot yang kurang meyakinkan dalam proses pengeditan, Kembalinya Anak Iblis sempat menyoroti para karakternya yang dirundung duka atas kejadian film pertama-yang mana hanya bekerja di tataran permukaan saja. Penyesalan duka tersebut hanya menampilkan karakternya yang tengah merenung dan shirtless-nya Al Ghazali mengobrak-abrik kasur.
 
 
Dari sini, kita dapat mengetahui bahwa naskah yang masih ditulis oleh Demas Garin dan Talitha Tan (The Secret: Suster Ngesot Urban Legend, 13: The Haunted) nihil sebuah kedangkalan setelah kemudian menutupnya dengan aksi kunjungan ke Pulau Ayunan-yang mana merupakan inti utama filmnya. Sebelum menuju kesana, ia sempat menghadirkan romansa canggung berupa kecemburuan Joy terhadap Clara yang menaruh perhatian besar kepada Rama. Sementara saya menanyakan apa esensi utam dihadirkannya elemen tersebut kalau nihil sebuah kelanjutan dan sekedar tempelan belaka. 
 
 
Berbicara mengenai horor dalam Kembalinya Anak Iblis, semuanya tersusun atas serangkaian jumpscare yang hanya menyulut kekagetan saja tanpa adanya sebuah ketegangan. Semakin menggelikan adalah tatkala riasan hantu utama miliknya sebatas mengandalkan riasan seadanya-yang kurang menyeramkan dalam menghadirkan keseraman. Bahkan, beberapa diantaranya sebatas ditutupi wajah rusak nan aneh yang layak untuk ditertawakan.
 
 
Itu tak seberapa dengan konklusi utama filmnya yang di luar logika. Sebelumnya, Kembalinya Anak Iblis pun menghilangkan logika kala menampilkan serangkaian ritual-yang teramat sulit untuk diterapkan dalam waktu sekejap. Misalnya dalam salah satu cara, buku panduannya mengharuskan karakternya membentuk lambang bintang dengan pisau di telapak tangan-yang dalam penerapannya akan memakan waktu berjam-jam. Filmnya melakukan simplifikasi adegan dengan keseluruhan ritual bak sebuah tutorial singkat ditengah filmnya membutuhkan sebuah penyelesaian memadai.
 
 
Niatan menghadirkan sebuah jeda untuk filmnya agar tak tampak serius dilakukan sang penulis naskah lewat sentilan komedi tak lucu miliknya, komedinya selain tak tepat sasaran terasa kaku dalam pelafalan-yang kemudian memaksa para pemainnya menampilkan sebuah penyampaian penuh ke-cringey-an. Dalam departemen atistik pun, filmnya terkendala kala menerapkan sebuah crosscutting serampangan, memaksa penonton untuk mengamati kejadian di Pulau Ayunan serta kejadian yang dialami Celsi di rumah sakit jiwa. Ini bisa diakali andai para pembuatnya menampilkannya secara terpisah, bukannya menghadirkan sebuah kekeliruan yang menghilangkan fokus pengadeganan.
 
 
Tiba saatnya untuk saya menyampaikan paragraf pamungkas yamg berisikan sebuah keluhan terhadap para penulisnya yang memiliki ide diluar batas kemampuan. Twist-nya sendiri mengorbankan salah satu karakter yang dianggap sebagai penyelamat. Dari sini setidaknya dapat diterima. Namun, permasalahan utamanya adalah keputusan menjadikan karakter tersebut sebagai 'sosok selanjutnya' yang terbentur sebuah keterkaitan yang sejatinya tak berkesinambungan. Selain kebingungan tingkat tinggi karena sulit mencerna apa dasar utama pemilihannya, saya hanya mendapati satu kesimpulan lain. Ternyata (menurut penulisnya) HANTU YANG MATI TAK WAJAR DAPAT TUMBUH MEMBESAR. Sungguh, sebuah pemahaman baru yang bahkan anak kecil pun belum lebih tahu (kebenarannya).


SCORE : 1/5

Posting Komentar

0 Komentar