Mengangkat sebuah formula "found footage" memang sangat menarik untuk
dikulik, ya, lewat penggunaan kamera found footage, seolah-olah kita tak
menyaksikan sebuah film, melainkan sebuah rekaman dalam bentuk video
yang terlihat real, memang banyak sekali film hollywood yang menggunakan
formula "found footage" yang sukses di box office maupun pasaran, sebut
saja franchise Paranormal Activity dan
film Chronichle. The Jungle, film asal negeri opera house, Australia,
mencoba peruntungannya dengan menggunakan formula yang sama, dengan
harapan mengekor kesuksesan film sebelumnya.
Larry Black
(Rupert Reid) seorang yang bekerja di bidang dokumenter, tengah
melakukan konservasi terhadap keberadaan macan tutul di sebuah hutan di
daerah Jawa Barat, Indonesia. Ia dibantu oleh Ben, saudaranya dan dua
orang warga Indonesia, Budi (Agoes Widjaya Soedjarwo) dan Adi (Igusti
Budianthika) sebagai penunjuk jalan. Niat melakukan konservasi,
sekelompok orang ini malah terjerumus ke dalam sebuah jurang yang
membahayakan nyawa mereka.
Hal yang menarik dari The Jungle
tentunya lokasi shootingnya yang full di hutan Indonesia, tepatnya di
hutan daerah Jawa Barat. Suatu kehormatan tersendiri bagi saya untuk
menyaksikan hutan Indonesia lewat sebuah film yang di garap oleh sineas
asing. Ya, Andrew Traucki selaku penulis dan sutradara yang pernah
menyutradarai film The Reef (2010) dan Black Water (2008) berhasil
menampilkan sebuah view yang keren, dengan mengangkat kultur budaya
Indonesia, seperti memasukan dukun, kepercayaan masyarakat tentang
tahayul, serta kehidupan masyarakat, dan yang paling berkesan adalah
Traucki menyentil para pemburu liar dan ilegal lewat film ini. Untuk
para pemburu liar dan ilegal di nusantara malu dong sama orang asing....
The Jungle, YES di View, namun NO di penggarapan dan script. Traucki
rupanya masih kekeh memakai ciri khasnya seperti di film sebelumnya,
lama membangun sebuah konflik. Ya, memang Traucki rupanya berlarut-larut
dalam imajinasinya untuk menciptakan sebuah film yang berkualitas namun
hasilnya memprihatinkan.Ya memang kesalahan fatal yang dilakukan
Traucki ini memang menghambat jalan film ini dan juga animo penonton.
Penonton dibuat kesal oleh Traucki untuk "menunggu moment yang ditunggu"
datang, dan Traucki juga sulit menampilkan sebuah koneksi agar penonton
dapat terikat oleh empati dan emosi karakter. Sekali lagi, Traucki
kurang menggali karakter yang sebenarnya berpotensi untuk menampilkan
sebuah estimasi sekaligus mengaduk emosi penonton, dan akhirnya
menimbulkan empati.
Memang sulit untuk mengekor Paranormal
Activity yang menggunakan formula sama. The Jungle masih jauh di ujung
pena dengan penggarapan yang asal-asalan dan kekurangan sana-sini yang
dihasilkan lewat imajinasi Traucki yang terlalu tinggi sehingga sulit
untuk bangun yang mengakibatkan film ini bak mimpi buruk.
Memasukan sebuah "dedemit" asal Indonesia seharusnya menjadi sebuah
tonggak yang mudah bagi Traucki, ya gampang saja untuk membuat sebuah
film horor, tak perlu mengekor apa yang digunakan film yang sukses,
cukup menggunakan formula klasik, dengan teknik jump scare yang
menakutkan serta sound klasik yang membuat bulu kuduk berdiri, namun
kesalahan besar telah dilakukan Traucki lewat mimpi nya yang ketinggian
dan ujungnya harus dibangunkan.
Overall, The Jungle, sebuah
film horor yang menggunakan formula found footage dengan memasukan
kultur dan budaya Nusantara, yang digarap sedemikian memprihatinkan oleh
Andrew Traucki.
0 Komentar