Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

TERPANA (2016)


Serupa karya terdahulunya "Melancholy Is A Movement", Richard Oh memang terkenal dengan cara bertuturnya yang bisa di bilang tak mudah, dan bagi sebagian orang memang terasa aneh dan membingungkan. Ambiguitas serta absurditas sering menjadi bagian dari film Richard Oh, yang kemudian membuat filmnya begitu spesial dan berarti jika kamu mengerti jalinan cerita yang di suguhkan. Kali ini, Richard Oh kembali dalam film terbarunya berjudul "Terpana" dimana absurditas bukan saja melengkapi film ini, melainkan juga turut hadir dialog-dialog yang bernada scientific yang berusaha sekeras mungkin tampil poetic dalam balutan pembicaraan filosofis mengenai beberapa hal, salah satunya mengenai probabilitas.

"Terpana" dibuka lewat pertemuan tidak sengaja Rafian (Fachri Albar) dan Ada (Raline Shah), di mana Rafian diam terpaku, terpana melihat sosok sang gadis yang justru menghindarkannya dari kecelakaan maut. Rafian percaya kejadian itu bukanlah kebetulan, anggapan yang tegas dibantah Ada. Setelahnya, mereka terlibat pembicaraan tentang trajectory, kemungkinan-kemungkinan, cinta, serta masih banyak lagi. Terlampau banyak malah, sebab Richard menuangkan gagasan lebih dari yang bisa ditampung dalam film berdurasi hanya 73 menit. 

Segalanya terdengar menarik bukan? memang sedari awal durasi berjalan "Terpana'' memancing sebuah pemikiran mengenai nilai probabilitas. Sebagaimana yang di utarakan dalam salah satu dialognya "Jumlah semua probabilitas sama dengan satu''. Ya, mudah untuk paham betul mengenai film ini, kamu hanya menuturkannya dengan nilai probabilitas yang memang sama dengan satu. Itulah sejatinya inti film ini. Namun pembicaraan Richard Oh sendiri semakin meluap dan membesar, mendadak berganti topik tanpa terkendali, begitupun pula dengan setting tempatnya. Selain sulit untuk mudah di pahami bagi sebagian orang, "Terpana" sendiri memang berada di atas rata-rata, Oh memang mengemasnya sedemikian apik, namun sayang itu sendiri sulit untuk memberikan bekas tersendiri akibat fokus pembicaraan yang sering terasa tak terkendali dan melompat satu sama lain, itu yang menjadi kebanyakan orang kebingungan akan film ini.

Raline Shah sebagai karakter utama mampu memberikan sebuah charm terkait pembawaan narasi film ini, sayangnya Fachri Albar tidak. Bukan berarti Fachri Albar tampil buruk disini, melainkan ketepatan narasi yang ia bawakan acap kali terasa canggung. Reza Rahadian sebagai "Man from Somewhere" lewat penampilan singkatnya, mampu memberikan magnet kuat akan bobot kata, mengisyaratkan bahasa lewat sorotan matanya, sehingga kala Fachri Albar disandingkan dengan Reza Rahadian dalam satu scene, Reza-lah yang mencuri perhatian saya dan membuat saya betah melihatnya.

Sinematografi garapan Vera Lestafa memang tak pernah berhenti membuat saya terpana dibuatnya, gelaran panggung memikat mata seperti gelapnya gua, keramaian kota hingga alam terbuka membuat pembicaraan Rafian dan Ada tentu saja terasa memikat mata. Tak hanya itu saja, deretan lagu rilisan Rooftop Sound terutama "Lead the Way" yang ditulis pula dinyanyikan oleh Joko Anwar pun tak kalah memanjakan pendengaran kita.

Richard Oh memang mengajak penonton untukmemaparkan opini, dan itu berhasil tersaji disini, Namun lain halnya untuk memprovokasi persepsi penonton, itu gagal tersaji akibat keliaran sang sutradara yang berada pada taraf yang tinggi dalam balutan durasi 73 menit yang memang tidaklah cukup untuk memaparkan semuanya. Namun terlepas dari itu semua "Terpana" masih memiliki daya magis yang sulit di jabarkan oleh kata-kata, karena ia sendiri bermain di ranah rasa, serupa yang menimpa dua karakter utamanya.

SCORE : 3/5



Posting Komentar

0 Komentar