Dilihat
dari poster dan trailer-nya, Rumah Malaikat jelas menawarkan sebuah
suguhan yang berbeda, menempatkan sebuah keanehan dan kejangglan yang
terjadi di sebuah panti asuhan, sehingga menggiring saya untuk ingin
segera menonton dan memahami apa yang karakternya terapkan. Bisa kita
lihat dari poster dan trailer-nya beberapa anak tampil begitu aneh, ada
yang menggunakan paper bag sebagai
penutup wajah, wajah yang semuanya tertutupi dengan perban juga ada yang
sering muntah tiba-tiba. Jelas ini adalah sebuah bekal bagi filmnya
untuk menggulirkan cerita, namun sayangnya apa yang tidak saya harapkan
dan yang saya inginkan turut menjangkit dan menempel pada "Rumah
Malaikat".
Rumah Malaikat adalah sebuah nama panti asuhan
yang di gawangi oleh Ibu Maria (Roweina Umboh) sebagai pengurus.
Disanalah Alex (Mentari De Marelle) tengah melakukan penelitian akan
skripsinya. Demi mencoba lebih dekat dengan sang anak yang mana adalah
tujuan dan subjek skripsi, Alex menawarkan diri untuk mengganti seorang
pegawai yang tak tahan dengan kejanggalan yang terjadi pada anak dan
panti tersebut. Tak butuh waktu lama, Alex pun merasakan gelegat aneh
yang menimpa pada dirinya yang berujung pada sebuah rasa penasaran
terkait latar belakang panti tersebut.
Karya sutradara
sekaligus penulis naskah Billy Christian (Kampung Zombie, Tuyul Part 1)
ini jelas kaya akan makna di balik semua kejanggalan yang saya harapkan
sebagai penonton mampu terjawantahkan di layar, seperti yang telah saya
singgung di awal tadi, karakter anak di film ini memiliki kejanggalan
dan keanehan yang ditampilkan hanya sebatas pelengkap saja oleh Billy
sendiri tanpa adanya sebuah penjelasan dan maksud terkait semuanya.
Padahal ini dapat menjadi sebuah soongan yang kuat di tengah filmnya
yang berjalan begitu repetitif.
Ya, repetitif memang. Ketika
Alex merasakan kejanggalan dan semua itu sirna sudah dengan kehadiran
Bi Arum (Dayu Wijanto) repetisi adegan itu pun terus terulang
menciptakan sebuah momen yang melelahkan, menjemukan dan menyebalkan.
Saya selalu menyebut bahwa sebuah film horor harus menyeramkan, tapi
bukan berarti tak memperhatikan naskah. Memang dalam sebuah film
bergenre drama naskah memegang alih kendali, namun dalam horor ini
adalah sebuah motor penggerak guna filmnya berjalan begitu rapi dan
turut sumbangsih juga relevan terhadap teror yang dihasilkan. Dan ini
terus menjangkit dan melekat pada Rumah Malaikat.
Alhasil
apa yang dimiliki oleh naskah sebagai jawaban utama terhadap disturbing
backstory yang dimiliki Rumah Malaikat berjalan begitu sesak, dan nyaris
melelahkan. Bayangkan, poin utama atas jawaban sebuah kasus ditumpahkan
semuanya dalam durasi 20 menit. Jelas penuh sesak dan cacat yang turut
menyebabkan tak terealisasikannnya naskah secara jelas apalagi secara
rinci maupun intim, begitu jauh.
Naskah garapan Billy
Christian memang kaya akan potensi. menuju klimaks kita digiring pada
sebuah persepsi masing-masing karakternya, termasuk Ario (Agung Saga)
anak Bi Arum yang difabel. Saya sangat suka bagaimana Billy merangai
sebuah kengerian, sebut saja momen saat melibatkan ayunan atau ketika
sosok misterius muncul dalam bathtub, jelas sebuah sorotan yang harus
lebih dikedepankan sama halnya dengan naskah utama film ini yang harus
dikedepankan ditengah potensi yang begitu menggiurkan.
SCORE : 2.5/5
0 Komentar