Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

REVIEW : IF I STAY (2014)

   
 Mengangkat sebuah novel teen lite ke dalam sebuah film memang sudah lazim di angkat para filmmaker, ya, memang sebuah film yang diadaptasi dari sebuah novel mempunyai tugas yang bisa dibilang tak mudah, terutama bagi sang sutradara yang memegang nahkoda film ini akan berlayar. Apakah sang sutradara berhasil membawa film yang disadur dari novel ini? R. J. Cutler mencoba memegang nahkoda dan menentukan arah jalan film yang disadur dari novel best seller karya Gayle Forman, If I Stay. Apakah If I Stay dapat membuat penonton Stay serasa di Pantay?

Remaja wanita yang mencintai Cello miliknya sama besar seperti rasa cintanya pada teman dan keluarganya, Mia Hall (Chloe Grace Moretz), menaruh rasa tertarik pada anak laki-laki bernama Adam Wilde (Jamie Blackley), seorang vokalis band yang sangat terkenal. Tapi, sebuah kecelakaan mobil menimpa Mia, sang ayah, Denny (Joshua Leonard), sang ibu, Kat (Mireille Enos), dan saudaranya Teddy (Jakob Davies). Mia dipaksa untuk menghadapi gejolak antara hidup atau mati sebagai roh ketika ia berada dalam keadaan koma.



Hal yang harus diperhatikan dalam menggarap sebuah film adaptasi adalah bagaimana sutradara mengeksplorasi karakter serta hal penting yang berhubungan dengan film ini, ya, memang tak setiap novel yang difilmkan harus sama persis dengan buku, namun sutradara harus mengambil langkah cepat dan tepat untuk arah film ini. Ya memang R. J. Cutler berhasil menampilkan inti film ini, namun sayang Cutler tak mampu memanfaatkan apa potensi yang dimiliki oleh film ini.

Potensi dimana sang karakter utama lengkap dengan latar belakang yang ia miliki hingga suatu insiden yang membuatnya jatuh koma dan berada diantara hidup dan mati dapat menjadi bumbu yang manis dan dramatis tidak dimanfaatkan oleh Cutler, ia hanya memberi jalan yang salah dimana bukan jalan yang tepat, alhasil semuanyapun bobrok begitu saja.



Hal yang paling bodoh dan ambigu adalah Cutler tak mampu membuat penonton terasa terikat oleh karakter, koneksi antara penonton dengan karakter miss begitu saja, sehingga yang dilihat penonton hanyalah sebuah karakter lain yang datang, menjalankan tugas, lalu meminta simpati begitu saja. Memang terasa dipaksakan, dimana karakter asing yang tiba-tiba meminta rasa belas kasihan tanpa alasan yang begitu jelas. Rupanya novel garapan Gayle Forman tak mampu dieksekusi dengan baik oleh R. J. Cutler meskipun dengan sokongan script dari Shavna Cross sekalipun.

Elemen yang dimiliki film ini sebenarnya penting dimana sang karakter utama terikat oleh musik, keluarga, serta cinta, namun elemen itu tak dimanfaatkan dan mengakibatkan semua elemen itu cuma omong kosong dan bualan semata.
Memang akting yang ditampilkan pemain tak buruk begitupun dengan chemistry antar pemain yang tak diragukan lagi. Namun sayang, rupanya semua itu tak didukung dengan penggarapan yang mumpuni dimana karakter utama berjuang hidup dengan cintanya, alasan LIVE FOR LOVE hanya sebuah elemen biasa yang hadir lalu menghilang begitu saja tanpa alasan yang jelas serta menimbulkan ambiguitas yang kemudian terasa manipulatif belaka.



SCORE : 2.5/5


Posting Komentar

0 Komentar