Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

REVIEW - REGO NYOWO

 

Di atas kertas, Rego Nyowo memiliki segala checklist tren horror lokal dengan segala ciri khasnya. Mulai dari fakat abhwa filmnya merupakan hasil adaptasi utas viral, pemain yang didominasi Gen Z idola remaja masa kini, hingga sosok pocong yang seolah merupakan jualan utama filmnya. Tambahkan Rizal Mantovani sebagai sutradara yang telah khatam dengan segala jenis horror buatannya.

Cerita hasil utas buatan @Kelanarastudio dengan judul Kosan Berdarah pertama kali dipublikasikan pada Juli tahun lalu ini kemudian dialihwahanakan oleh Riheam Junianti, penulis langganan Hitmaker Studio semenjak Rumah Kentang (2012) hingga Panggonan Wingit 2: Miss K). Sungguh sebuah kombinasi maut yang menghasilkan kualitas semerawut.

Semenjak kedatangan Lena (Sandrinna Michelle), adik kandung dari Benhur (Ari Irham), Bobby (Zayyan Sakha) kerap mengalami mimpi buruk bahkan bertingkah aneh seraya mengajak Yamin (Rayensyah Rassya) untuk segera pindah dari indekos yang dikelola oleh Bu Astri (Diah Permatasari) dan Pak Wiryo (Erwin Moron). Ajakan tersebut tentunya berujung pada sebuah penolakan, mengingat tarif indekos yang sangat ramah di kantong serta fasilitas lengkap miliknya membuat para mahasiswa dan pekerja ini betah untuk menetap di sana, terlebih Bu Astri dan Pak Wiryo kerap mengadakan makan malam bersama di akhir pekan.

Semenjak kepergian Bobby, para penghuni indekos secara serempak mulai mengalami sakit di tubuh mereka, sementara Rian (Robert Chaniago), anak tunggal Bu Astri dan Pak Wiryo menjadi satu-satunya yang paling parah. Keanehan tersebut kemudian menemui puncaknya ketika salah satu penghuni indekos tewas secara mengenaskan.

Di tilik dari materi promosinya (teaser, poster, hingga trailer) Rego Nyowo memang tampak menjanjikan. Hal tersebut rasanya hanyalaj sebuah angan-angan yang urung menjadi kenyataan. Selepas first-act filmnya yang menampilkan nuansa Jawa Sentris (lengkap dengan aksen dan atau dialek bahasa Jawa yang menggelikan di telinga), Rego Nyowo perlahan mulai menampilkan ketidakberesan naskahnya dalam menjahit filmnya seara utuh.

Naskahnya selain tersaji kusut, mengeliminasi logika yang seharusnya bekerja secara nyata. Indekos mewah dengan tampilan vintage khas zaman Belanda dengan harga murah saja sudah tak masuk logika (baik itu berlaku dalam cerita maupun hasil riset tim tata produksinya) diperparah dengan relasi antar tokoh yang nihil chemistry. Ini nantinya berdampak pada sekuen drama yang dirajut asal-asalan, tentunya dengan alasan yang nirlogika pula.

Terkecuali tampilan pocong gantung yang cukup creepy (yang nantinya bisa bertransformasi), Rizal Mantovani tak memberikan suguhan teror yang benar-benar berarti. Pengadeganannya sangatlah malas dengan trik murahan yang sebatas mengandalkan jumpscare lengkap dengan scoring berisik yang memekakan telinga. Sungguh sebuah keputusan yang berlawanan dengan visual filmnya yang menampilkan kemegahan layaknya film rilisan Hitmaker.

Sederhananya, Rego Nyowo adalah film dengan kuantitas yang kaya namun miskin secara kualitas cerita. Termasuk di dalamnya adalah jajaran pemainnya yang terlihat kaku, termasuk kala dituntut mengucapkan dialog dengan logat Jawa hingga Sunda yang terdengar aneh di telinga. Karakterisasinya pun sangatlah bodoh, orang waras mana yang mengalami insomnia memutuskan untuk mendobrak gudang? Atau orang gila mana yang bunuh diri di sebuah pohon pisang?

Dua contoh di atas merupakan segelintir kebodohan yang melekat erat dalam filmnya. Tunggu hingga Rego Nyowo membuka sebuah twist yang tersaji hambar dan ketinggalan zaman, memaksa sang pelaku utama untuk berceramah menjelang kematiannya, yang rasanya berpotensi untuk dijadikan caption maupun quotes ampuh untuk  dipajang di Facebook Pro. Salam Interaksi!

SCORE : 1.5/5 

Posting Komentar

0 Komentar