Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

REVIEW - KAMPUNG KERAMAT

 

Dalam sebuah adegan, protagonis utama dalam Kampung Keramat, Erlan (Naufal Samudra) seorang mahasiswa kedokteran yang tengah menjalani koas dihadapkan pada sebuah fakta bahwa sang adik, Maya (Sephia Amanda) baru saja mengalami kecelakaan, membuatnya harus dirawat secara intensif. Sang ibu, Ruth (Dewi Amanda) menolak keras-hingga menyalahkan Erlan yang tak becus sebagai dokter. Ia pun memutuskan untuk membawa Maya ke kampung kakeknya, Jabo (Egi Fedly) yang bernama Kampung Bekandang yang di dalamnya terdapat sebuah Keramat.

Sebagaimana manusia normal pada umumnya, respon Erlan pun mewakili kebanyakan manusia yang berpikir dan bertindak secara realis. Jabo bersikeras membawa Maya ke kampung karena ia meyakini sakit yang diderita Maya bukanlah sakit biasa, melainkan berasal dari pengaruh makhluk gaib. Erlan sontak berujar "Di zaman modern seperti ini masih percaya dengan hal begitu?".

Dialog tersebut diulang hingga tiga kali. Entah apa yang ada di pikiran penulis sekaligus sutradara, Bram Ferino (Buyut, Tari Kematian, Diwe: Hutan Larangan) yang seolah berpikiran bahwa penonton belum tentu dapat mencerna apa yang terjadi dan dengan bangga menampilkan sebuah benturan antara pola pikir modern versus pola pikir kolot dari kedua lintas generasi secara dangkal, sebatas berjalan di permukaan tanpa adanya sebuah kedalaman.

Begitu pula dengan saya yang mulai jengah bahkan lelah mencermati apa yang akan menimpa para karakternya yang sedari adegan kerasukan yang luar binasa bak mempraktikkan renang gaya batu itu hanya mengundang dahi yang kian mengernyit. Tunggu sampai kedatangan mereka ke kampung keramat dan nantinya akan disambut oleh sekumpulan zombie berwajah rata (ya, rata karena menggunakan stoking kaki).

Entah itu perihal desain produksi hingga tata suara tak ada yang benar-benar mumpuni. Seolah filmnya dibuat asal jadi dengan kedok horor yang sebatas ada dalam niatan saja. Bahkan penampilan dua pemain senior, Yati Surachman dan Egi Fedly pun tak kuasa menyelamatkan filmnya dari jurang kebusukan yang sudah tak termaafkan lagi.

Kampung Keramat memiliki cerita yang begitu liar, saking liarnya sulit mencerna apa yang telah saya saksikan di layar. Mulai dari penampilan makhluk bernama Keramat yang dapat bertransformasi menjadi jenglot hingga kawanan zombie yang hobinya sekedar mendorong manusia tanpa pernah mencoba untuk menggigit bahkan memakannya. Sungguh sebuah pemandangan lain daripada yang lain.

Bergulir selama 78 menit, Kampung Keramat ditutup oleh sebuah flashback luar binasa dengan transisi yang sangat kasar. Belum pernah ada dalam sejarah sebuah flashback yang melibatkan bengkel motor beserta montirnya. Konklusinya pun menampilkan kembali sebuah keajaiban, seolah hidayah telah turun dari Sang Maha Kuasa terhadap salah satu karakternya. Dari sini saya pun mengharapkan hal yang sama, meminta hidayah kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk tak terjebak dalam tontonan horor berkedok siksa dunia.

SCORE : 0.5/5

Posting Komentar

0 Komentar