Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

REVIEW - UNDER PARIS (2024)

 

Lewat Under Paris, Xavier Gens (The Crucifixion, Cold Skin, Mayhem!) seolah menggabungkan Jaws (1975, meski elemen ceritanya sendiri lebih mendekati Jaws 2) dengan Deep Blue Sea (1999) yang merupakan pioner bagi sub-genre ini. Bahkan dalam salah satu adegan awal pula salah satu kematian karakternya, Gens memberikan sebuah homage secara tak langsung. Dua judul tadi memakai pola narasi yang serius, Under Paris adalah kebalikannya. Ketika kebodohan dan kedunguan sengaja diciptakan atas nama hiburan.

Untuk itulah diperlukan suspensions of disbelief guna menikmati kesuluruhan cerita film ini. Jika hal itu diterapkan, kesenangan akan didapatkan. Semuanya bermula di dekat pembuangan sampah Great Pacific (yang benar adanya di Hawaii), Sophia Assalas (Berenice Bejo), seorang ahli kelautan tengah meneliti hiu mako sirip pendek yang bermutasi dua kali lebih besar. Sebagai pembuka, Under Paris menampilkan sebuah tragedi yang turut menewaskan suami Sophia, Chris (Yannick Choirat).

Tiga tahun berselang, Sophia yang perlahan bangkit dari trauma kini bekerja di akuarium kota Paris. Mika (Lea Leviant), seorang aktivis lingkungan menemukan fakta bahwa suar pelacak Lilith (hiu mako sirip pendek) ternyata masih berfungsi sampai menyusuri sungai Seine. Dari sini, naskah yang ditulis secara keroyokan oleh Yannick Dahan, Maud Heywang, Yael Langmann beserta Xavier Gens mulai berbenturan hingga menciptakan sebuah ketidaklogisan yang bertolak belakang dengan kenyataan.

Setidaknya, Under Paris meluangkan waktu bercerita meski cacat logika terkadang sulit diterima. Meskipun, kebodohan demi kebodohan tercipta silih berganti hingga menciptakan sebuah korelasi yang memanjangkan narasi. Termasuk di dalamnya adalah karakterisasi Wali Kota Perancis (diperankan oleh Anne Marivin) yang dalam waktu bersamaan, menolak untuk menunda perhelatan triathlon.

Dibantu Adil (Nassim Lyes), polisi setempat yang turut membantu Sophia menyelamatkan kota, eksekusi tim mereka yang nantinya membawa cerita pada serangan massal dari Lilith yang turut bermutasi melahirkan hiu yang lain (lewat partenogenesis) menciptakan kesenangan tersendiri ketika Gens menanggalkan keseriusan dan sepenuhnya berkaca pada pola kelas B dengan segala aksi yang tak tertahan. Bisa dibilang, Jaws kemudian digantikan dengan Sharknado.

Konklusinya tampil seru, sarat akan hiburan paripurna ketika hiu memangsa para korban peserta triathlon menjadi pemandangan yang seram sekaligus menyenangkan disaat yang bersamaan. Meski terkait konklusi, Under Paris memilih jalur curang dalam menyampaikan pesan mengenai ekologis yang sudah sedari awal disinggung. Under Paris memang bukan tontonan sempurna, pula tak layak apabila disandingkan dengan dua masterpiece tadi. Klimaksnya membuka skala yang lebih luas. Mari kita nantikan kebodohan berbalut hiburan di masa mendatang.

SCORE : 3/5

Posting Komentar

0 Komentar