Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

REVIEW - PALM TREES AND POWER LINES (2022)

 

Lewat Palm Trees and Power Lines yang merupakan debut pertama hasil adaptasi film pendek miliknya, Jamie Dack selaku sutradara memaparkan sebuah drama coming-of-age kompleks mengenai keresahan batin seorang remaja usia 17-an yang rawan akan tindakan yang dipilihnya dalam masa usia yang kadangkala terasa labil. Ini bukan suguhan yang menggurui, lebih tepatnya sebuah peringatan dari dampak yang secara tak sadar sering kita lakukan atau malah abaikan.


Protagonisnya bernama Lea (Lily Mclnerny), gadis usia 17 tahun yang tengah menghabiskan liburan musim panasnya di rumah sang ibu, Sandra (Gretchen Mol) yang terletak di South California. Hubungan Lea dan sang ibu begitu renggang, yang seperti kebanyakan remaja pada umumnya, ia merasa sang ibu lebih memedulikan pacarnya ketimbang dirinya. Pun, sekalinya perhatian itu diberikan hanya ketika Lea sedang patah hati dan tak memiliki kekasih.


Atas dasar itu, Lea kemudian banyak menghabiskan waktu bersama teman-temanya yang tak lebih serupa, mendatanginya ketika membutuhkannya. Sebutlah Jared (Timothy Taratchila) yang hanya mementingkan seks darinya, atau Amber (Quinn Frankel) yang sebatas memberikan perhatian atas dasar keingintahuannya, bukan demi menjaga rahasia selayaknya seorang sahabat.


Itu semua dirasakan semu oleh Lea, hingga pada suatu malam di sebuah restorang, seorang pria dewasa yang belakangan diketahui bernama Tom (Jonathan Tucker) mulai mengedipkan mata terhadapnya-yang lantas dibalas balik oleh Lea. Pasca sebuah kejadian di sana pula, perlahan tapi pasti, hubungan Lea dan Tom yang berusia 34 tahun mulai terasa dekat lewat beragam komunikasi dan perhatian yang selama ini amat Lea butuhkan.


Ditulis naskahnya bersama Audrey Findlay, Palm Trees and Power Lines berajalan begitu pelan menampilkan ragam kegiatan kasual para karakternya yang masing-masing memberikan sebuah magnet ketertarikan, Lea dan Tom begitu intens bertemu bahkan sempat berbagi ciuman dan bermalam di motel minimalis miliknya, dari sini timbul sebuah komparasi yang perlahan penonton curigai, apakah Tom memang benar-benar pria baik yang begitu mengayomi Lea sebagaimana tindakannya? Ataukah ada maksud lain dibalik semuanya? Cautionary tale mulai menampakkan diri disini.


Lily Mclnerny dalam debut perdananya menampilkan ragam emosi subtil layaknya kebanyakan keresahan remaja dengan segudang keingintahuannya pula kegampangannya menyandarkan perasaan pula hati terhadap seorang pria yang jelas sudah lebih berpengalaman (in a negative way) dalam hidup. Pun, demikian dengan Jonathan Tucker, di balik sifat manis pula tindakan mengayomi miliknya terdapat sebuah sikap posesif yang ia samarkan dalam kelembutan miliknya, kalimat "you're never going to leave me" hingga "nobody's ever going to love you like i love you" tak pernah terdengar semanis ini kalau bukan ada maksud dan tujuan yang menggelayutinya.


Mudah bagi penonton untuk menyadari betapa berbahayanya hubungan terlarang ini, terlebih ini menimpa pada seorang gadis remaja yang begitu rentan akan pergaulan. Ironi memang, namun inilah kenyataan yang hendak disampaikan oleh Dack lewat beberapa keresahan yang barangkali bisa menjadi sebuah peringatan sesuai tujuan awal filmnya yang bisa saja membuka sebuah kesadaran baik itu bagi remaja, orang tua, maupun kita semua.


Berdasar akan hal itu, Palm Trees and Power Lines bukan sebuah suguhan eksploitasi (pun Lily Mclnerny sudah berada di usia legal), pengerjaannya pun dikerjakan secara hati-hati, sebutlah dalam merangkai adegan seksual yang tak sampai membuat tak nyaman, dari sini bidikan kamera Chananun Chotrungroj (Don't Come Back from the Moon, The Third Wife, Materna) berjasa melahirkan sebuah kengerian (terutama ketika film mulai berada di babak kedua) yang meski di tangkap setengah badan melahirkan sebuah kesan ketidaknyamanan yang kuat.


Konklusinya memberikan sebuah pilihan lain yang tak kalah berbahaya, ketika perasaan cinta buta akan seseorang amat kuat, pikiran terbuka maupun perasaan ketidaknyaman tadi seolah tak berguna. Palm Trees and Power Lines lewat sekuen singkatnya itu kembali memberikan sebuah mimpi buruk akibat dampak psikis (remaja khususnya) yang sedari awal telah ditelantarkan.


SCORE : 4/5

Posting Komentar

0 Komentar