Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

REVIEW - RUMAH KALIURANG (2022)

 

Sebelum menyaksikan Rumah Kaliurang yang menjadi debut film bagi aktor kenamaan Dwi Sasono bersama Dondy Adrian, saya terlebih dahulu menyaksikan Qodrat di bioskop yang sampai tulisan ini dibuat pun masih menghantui pikiran saya sekaligus bangga bahwasannya film lokal (khususnya horor) di semester kedua semakin menunjukan tajinya disamping masing-masing tampil variatif. Berdasarkan kepercayaan tersebut, saya kemudian memutuskan untuk menonton Rumah Kaliurang dengan harapan yang sama. Sayangnya, kali ini harapan tersebut bak seolah diputarbalikan.

 

Premisnya sendiri teramat klise. Sekelompok sahabat (meski saya tak mengerti letak sahabatnya dari mana) yang terdiri dari: Rani (Shareefa Daanish) si wanita baik-baik, Anom (Khiva Iskak) si penakut, Aji (Wafda Saifan Lubis) si kapten, Brama (Randy Pangalila) dan Kinan (Erika Carlina), sepasang kekasih yang tengah mesra-mesranya pasca menjalani LDR (Brama adalah pekerja kilang minyak) memutuskan untuk melakukan liburan ke sebuah pantai, di perjalanan tiba-tiba mobil mereka menabrak sesuatu, meski pada kenyataannya tak ada apapun yang tertabrak dan seketika mogok di sana.

 

Kinan kemudian ingin buang air kecil, ia pergi bersama Brama hanya untuk berbuat maksiat di sebuah rumah besar tak berpenghuni. Yang lain pun hendak mencari mereka dan disinilah teror itu bermula. Mereka terkurung di rumah tersebut dan harus menghadapi beragam bahaya.

 

Selanjutnya, apa yang terjadi adalah repetisi dari kompilasi teror yang sama sekali jauh dari kesan seram maupun mencekam. Ditangani naskahnya oleh Husein M. Atmodjo (Midnight Show, Lukisan Ratu Kidul, Mencuri Raden Saleh), Rumah Kaliurang bergerak tanpa arah, semuanya tak beraturan, cukup teriakan para karakternya yang diperlihatkan tanpa pernah mencoba menampilkan sumber dari keseraman itu sendiri.

 

Sebuah keharusan bagi film yang mengangkat urban legend untuk mencoba menjelaskan asal-usul sumbernya yang justru tak pernah Rumah Kaliurang sentuh sekalipun. Bahkan menyebut namanya pun tak pernah dilakukan. Lantas apa tujuan memasang judul demikian kalau tidak ada sebuah kesinambungan? Mengganti judulnya dengan yang lain pun takkan berdampak.

 

Selain naskah yang entah maunya apa, Rumah Kaliurang semakin menjengkelkan tatkala dari segi departemen lainnya turut mengikuti keruwetan filmnya. Sound mixing yang tanpa saring, transisi alur kasar, kamera yang menangkap semaunya hingga yang paling parah adalah risasan atau efek CGI filmnya bak dibuat dari filter Instagram. Sekali lagi, entah apa maunya Rumah Kaliurang ini?

 

Deretan pemainnya pun tak seberapa membantu, meski Shareefa Daanish terlihat amat keras menghidupkan karakternya-meski sumbernya sendiri enggan menopang performa sang aktris. Sampai sebuah twist diungkap di paruh akhir, saya hanya bisa menyerah dan pasrah sekaligus mengucap Alhamdulillah bahwa bencana yang berlangsung selama 64 menit ini akhirnya berakhir.

 

SCORE : 0.5/5

Posting Komentar

0 Komentar