Merupakan proyek impian Mani Ratnam (semula hendak di buat pada awal tahun 1980-an hingga awal 2010-an), Ponniyin Selvan: Part I (Selanjutnya disebut PS-I) merupakan adaptasi lima buku karya Kalki Krishnamurthy dan kemudian membaginya menjadi dua bagian jelas bukan sebuah hal yang mudah. Ditangani oleh Ratnam bersama dua koleganya, Elango Kumaravel dan B. Jeyamohan, PS-I merupakan sebuah sajian epik yang alih-alih mengedapankan aksi peperangan memilih untuk mengedapkan sebuah gejolak batin karakternya dalam menghadapi perebutan kekuasaan serta konspirasi di dalamnya.
Bersetting pada abad ke-10, di mana Sundara Chola (Prakash Raj) sang pemimpin kerajaan Chola tengah menghadapi guncangan eksternal dan internal di masa sakitnya perihal siapa pewaris takhta nya kelak. Sundara memiliki tiga penerus, diantaranya Aditha Karikalan (Vikram), Arunmozhi Varman (Jayam Ravi) dan Kundavai (Trisha), wanita satu-satunya diantara maskulinitas pemimpin pria. Kerajaan Chola tengah digencarkan oleh sebuah ancaman, untuk itulah Aditha Karikalan menunjuk Vanthiyatevan (Karthi) guna menyelidiki apa yang sebenarnya terjadi.
Lewat karakter Vanthiyatevan penonton diajak untuk mengenal barisan karakternya yang amat banyak, yang membuat PS-I kewalahan dalam mengenalkan pelakonnya, meski tak sampai kehilangan arah. Ancaman diduga hadir dari sang menteri keuangan, Periya Pazhuvettarayar (R. Sarath Kumar) ingin menduduki takhta kekuasaan di samping dendam pribadi sang istri, Nandini (Aishwarya Rai Bachchan) yang ingin menghancurkan kerajaan Chola atas apa yang pernah menimpa pada hidupnya.
PS-I merupakan karya indah nan ambisuius dari Mani Ratnam, yang berkat kecintaan terhadap sumber materi aslinya, kentara bahwa filmnya dibuat dari hati. Ratnam tahu bagaimana menciptakan spektakel (yang sudah muncul sedari awal filmnya hingga konklusi yang melibatkan banyak scene underwater) adalah bukti sederhana dari hasil pola pikir itu. Pun, demikian denagan beragam intrik yang disajikan filmnya, terasa bergejolak, favorit saya adalah tatkala Kundavai dan Nandini bertemu untuk pertama kali.
Demikian pula dengan rangkaian set-piece filmnya yang terlihat mahal dan berkelas, yang berhasil dimanfaatkan oleh Ratnam kala pengisahannya sendiri episodik, bertumpu pada pergantian tempat karakternya yang terkadang sedikit menghilangkan fokus. Terlebih bagi mereka (termasuk saya) yang awam akan kisahnya. Beruntung, sinematografi hasil tangkapan kamera Ravi Varman, sempurna melukiskan sebuah keindahan dan kemewahan.
Jajaran pemainnya tampil brilian, meski diluaran sana akan setuju bahwa kembalinya Aishwarya Rai Bachchan adalah sebuah wahyu yang dimiliki filmnya, itupun diamini oleh Ratnam sendiri yang seolah tengah melihat bidadari. Dari sini pula unsur empowerment dilimpahkan oleh Ratnam, yang sadar betul akan kemampuan sang aktris dalam mengolah rasa, termasuk hanya menangkap sorot matanya saja. PS-I bukan hanya seolah kedigdayaan pria, melainkan turut didalamnya sebuah kekuatan wanita dibalik diamnya, sementara otaknya tak kalah tajam dengan pedang yang selalu diagungkan pria.
Sebagaimana kebanyakan film yang dibagi menjadi dua, PS-I masih menyimpan setumpuk banyak tanya, yang berarti momen utamanya masih disimpan untuk angsuran berikutnya. Tak banyak mungkin yang harus dibahas, meski sebagai pembuka sekaligus pengenalan akan kisah selanjutnya, PS-I adalah sebuah awalan yang menjanjikan. Sebelum credit tittle filmnya muncul, tak sabar untuk menantikan PS-I yang nantinya akan menyorot salah satu karakter yang paling saya antisipasi kekuatan dalam segala kelembutannya.
SCORE : 3.5/5
0 Komentar