Saya selalu menyebut bahwa film horor tak harus memiliki premis yang prestisius, cukup dengan formula sederhana sebagaimana yang diterapkan oleh Barbarian, sebelumnya tema serupa pernah dipakai oleh Dave Franco dalam debut penyutrdaraannya, The Rental (2020). Dengan premisnya yang sederhana, Barbarian sukses memikat hati saya dalam menyuguhkan sebuah teror horor yang nyata tanpa pernah lupa akan jati dirinya.
Protagonis utama kita bernama Tess (Georgina Campbell) yang harus ketiban sial kala ia mendapati rumah hasil sewaannya dari Airbnb ternyata dihuni oleh Keith (Bill Skarsgård). Dari sini saja, ketegangan sudah tersulut karena hal lumrah tersebut bisa saja terjadi, demikian pula dengan pikiran Tess yang selalu "trust no one". Perlahan tapi pasti, baik Tess maupun Keith kemudian mencairkan suasanan dengan saling bersapa dan menanyakan bukti pemesanan yang ternyata benar-benar valid. Akibat hujan yang tak kunjung reda, Tess pun memutuskan untuk bermalam disana.
Ditulis sekaligus disutradarai oleh Zach Cregger, Barbarian melontarkan sebuah ketidaknyamanan akan situasi. Saya takkan membahas lebih jauh terkait alurnya, karena Barbarian sendiri merupakan tipikal film yang lebih sedikit anda tahu lebih besar kepuasan yang didapatkan. Saya hanya bisa menyebutkan bahwa ada sesuatu yang tak beres yang akan menyambangi para karakternya.
Cregger si penulis tahu betul bagaimana menyulap momen lumrah dalam film horor yang banyak menghabiskan di ruang gelap menjadi semakin berkelas kala kameranya sendiri bergerak liar. Terima kasih kepada Zach Kuperstein (The Eyes of My Mother, The Climb, The Vigil) selaku sinematografer yang berjasa membangun ketegangan, sementara pacing-nya sendiri begerak secara perlahan dan berkulminasi pada sebuah kejutan yang tak terelakkan.
Demikian pula dengan Cregger si sutradara yang paham betul bagaiman memanfaatkan suasana, menyusuri terowongan gelap maupun rubanah tak pernah merasa menyesakkan seperti ini sebagaimana kita turut dibawa olehnya berpacu dengan ketidaktahuan, sementara keputusasaan kerap menyambangi karakternya. Namun, itu tak lantas menjadikan karakternya tampak bodoh, setiap keputusan yang dilakukan oleh Tess bukan semata pemantik ketegangan, jauh dari itu, ini merupakan sebuah kepedulian yang didasarkan atas nurani.
Selama menonton, saya menebak apa yang hendak terjadi, dan hasilnya adalah sebuah nol besar kala Cregger begitu pandai membuat sebuah kelokan berkelas miliknya, tentu ada sebuah twist yang siap diungkap, kehadirannya pun bukan sebatas memberikan sebuah kejutan, melainkan turut melontarkan pesan terkait gender, gentratifikasi hingga gerakan #MeToo yang tanpa anda sadari benar-benar hal yang biasa dan masih saja terjadi.
Konklusinya adalah sebuah kulminasi dari genre horor, di mana unsur gore, suspens hingga psychological horror dikemas dalam satu momen. Barbarian pun menyulut sebuah tanya menganga perihal makna judulnya. Siapakah sebenarnya yang bersikap barbar di sini? Sebuah pesan tersirat sarat unsur kontemplatif di mana perlakuan, perbuatan, maupun ucapan yang menurut kita tidak atau tak pernah lakukan bukan berarti tidak pernah dilakukan.
SCORE : 4.5/5
0 Komentar