Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

REVIEW - CLANDESTINE (2022)

 

Jika merujuk pada judulnya, Clandestine adalah kegiatan yang dilakukan secara rahasia dengan tujuan tertentu. Tentu, premis ini mengundang sebuah rasa penasaran pula tanya yang besar perihal apa yang akan dan hendak terjadi. Disutradarai oleh Dyan Sunu Prastowo, sutradara langganan Klik Film sejak Tentang Rindu (2021), Clandestine adalah upaya sederhana yang terlalu gamblang dalam merecoki rahasianya.


Dalam sub-genrenya, biasanya ketertarikan muncul tatkala sang penulis menebar banyak tanya yang diikuti rasa penasaran guna nantinya melibatkan pula mengajak penonton memecahkan masalahnya secara bersama-sama. Clandestine yang ditulis naskahnya oleh Radit Budhita Arini acap kali melempar hal tersebut terlalu dini tanpa pernah memikirkan skema yang lebih baik, alhasil ini seperti sebuah clickbait yang tujuannya sebatas menipu.


Pembukanya menampilkan sebuah penyanderaan misterius di mana Yoko (Dannia Salsabilla) bersama ayahnya yang merupakan pensiunan tentara, Prasetya (Tegar Satrya) disekap, sementara bom menanti keduanya. Diluar ruangan, polisi tengah mengepung dan melakukan penjagaan. Kemudian film bergerak mundur di mana sekolah menjadi pusat penceritaan. Yoko yang kala itu membantu Damar (Abun Sungkar), yang merupakan korban perundungan meminta bantuan Ibu Puspa (Shareefa Daanish) untuk menghentikan sang pelaku yang sudah kabur begitu saja.


Dalam materi promosinya, Clandestine sempat digadang sebagai film yang menjadikan "perundugan" sebagai salah satu materi jualan. Ironisnya, hal tersebut amat kecil kala semuanya sebatas dijadikan sebagai tempelan belaka. Fokus utama Clandestine adalah menampilkan twist sebanyak-banyaknya yang mana nihil sebuah pembangunan alias ditampilkan secara tiba-tiba dengan sedikit korelasi cocoklogi sarat simplifikasi.


Benar, filmnya tampil padat (60 menit kurang beberapa detik), namun meninggalkan setumpuk permasalahan yang berusaha dikebut begitu saja. Kontunitinya urung terasa yang mana membuat narasinya kurang menyatu, bahkan menyaksikan Clandestine seperti sebuah kain yang dijahit tanpa pola yang benar, asal jahit yang penting selesai.


Terkait karakterisasi, Clandestine amat cacat. Paling parah adalah kala menjadikan Damar yang semula sebagai pusat utama-namun seiring berjalannya durasi karakternya amat kopong. Penonton hanya tahu Damar adalah orang yang berkebutuhan khusus, tanpa lebih tahu apa jenisnya. Abun Sungkar sepanjang durasi hanya berbicara dua patah kata, setelah menghabiskan waktu memasang raut wajah tak tentu arah dan kebingungan dengan karakter yang dimainkannya.


Malang bagi Shareefa Daanish yang bermain baik namun berada pada sebuah ruang yang salah. Daanish mungkin penyelamat filmnya, memamerkan segala range emosi, sementara karakternya setipis kertas. Konklusi dari Clandestine mungkin ingin membuat penonton berpihak kepada sang antagonis layaknya Robin Hood lewat jalan twist tanpa pernah permisi dan pergi begitu saja.


SCORE : 2/5

Posting Komentar

0 Komentar