Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

REVIEW - LOVE HOSTEL (2022)

Serupa debut perdananya dalam Gurgaon (2017), sutradara-penulis Shanker Raman mengedepankan patriarki sebagai jualan, keluarga yang secara terbuka menolak segala hal yang bertentangan dang dianggap melanggar aturan. Klise memang, namun dewasa ini kondisi serupa marak terjadi dan patriarki sulit untuk dihindari sebagaimana ditunjukan oleh film ini semuanya berawal sedari dini, pria direcoki masalah toxic masculinity yang dengan enaknya menyinsingkan kerah lengan terhadap mereka yang melakukan kecurangan, utamanya pada perempuan.


Demikian pula yang dirasakan oleh Jyoti (Sanya Malhotra) yang memutuskan untuk kawin lari dengan Ahmad Shaukeen alias Ashu (Vikrant Massey), muslim Jat yang menurut keluarga Jyoti dan masyarkat kebanyakan adalah putra seorang teroris. Keduanya melangsungkan pernikahan dan meminta pengadilan untuk memberikan perlindungan di rumah aman, yang bagi polisi berlendir (Sidharth Bhardwaj) merupakan love hostel, dari sini judul tersebut bermula.


Tentu, keluarga Jyoti adalah keluarga terpandang, utamanya sang nenek yang merupakan seorang MLA, Kamala Dilawar (Swaroopa Ghosh) hendak menikahkannya atas dasar politis menyewa bantuan Vijay Singh Dagar (Bobby Deol), mantan tentara sekaligus pembunuh bayaran. Dimulailah aksi kejar-mengejar ala kucing-tikus yang tak segan meniadakan nyawa siapa saja yang menghalanginya.


Bobby Deol tanpa tedeng aling-aling sempurna memerankan karakter kurang banyak bicara-namun melakukan aksi tanpa dosa. Pistol selalu berada ditangannya semrntara raut datar menghiasi wajah bekas luka dengan janggut putih tebal. Kehadirannya pada paruh awal begitu mencuri perhatian tatkala menghabisi sepasang muda-mudi yang melakukan kawin lari dengan menggantungnya diatas pohon, sementara talinya dikaitan di mobil yang melaju secara cepat. Sungguh sebuah pemandangan yang mengerikan dan menyesakkan.


Ditulis naskahnya secara langsung oleh Shanker Raman dengan bantuan Mehak Jamal dan Yogi Sinha, Love Hostel tak ubahnya sebuah roller coaster yang perlahan naik-turun membawa sebuah ketegangan dalam upaya mengikuti pelarian dua manusia yang memperjuangkan kebebasan atas nama "jihad cinta" dengan segala problema di dalamnya pula orang sekitar yang turut terancam.


Love Hostel sarat akan unsur noir, yang diantaranya banyak terinspirasi dari Coen Brothers, paling kentara adalah No Country for Old Men (2007), bahkan Raman sempat memberikan sebuah penghormatan dalam salah satu adegannya, yang menandai kali pertama Digar mengejar Ashu dan Jyoti ke sebuah asrama dengan tata kamera hasil bidikan Vivek Shah yang secara cepat dan tepat berpindah mengikuti letusan pistol, menciptakan sebuah style yang meskipun sederhana, namun melibatkan penonton di dalamnya untuk sekedar memberikan atensi bahkan hati.


Pembunuhan untuk kehormatan. Demikian salah satu tujuan utama patriarki atau mereka sang pengendali dengan misi mementingkan diri seperti sang Nenek contohnya yang menjadikan pernikahan terhadap Jyoti sebagai ajang kerjasama politis alih-alih cinta sebagaimana yang diperjuangkan para remaja atau mereka yang berpikiran terbuka. Dalam salah satu dialog ketika Digar hendak mengeksekusi Ashok Khanna (Vishal Om Prakash), pengacara yang membantu Jyoti dan Ashu, ia menyebutkan bahwa orang yang berpikiran luas seperti pengacara adalah "liberal pencuci otak anak". Kontras terlihat bagaimana sebuah dualisme membentuk kepribadian seseorang.


Love Hostel pun turut menyentil Islamofobia yang belakangan marak terjadi di India, disadari atau tidak, terdapat sebuah cela dalam memasukan elemen ini yang mana bisa membuat sebuah persepsi sebaliknya tatkala dialog yang bisa saja dijadikan komedi hitam salah kaprah dalam penafsirannya. Clue (melibatkan alat kontrasepsi/kondom).


Terkait eksekusi maupun pengadeganan, saya menyukai bagaimana Raman memainkan timing dengan memainkan sebuah shocking moment yang berpotensi menyulut ucapan kasar, contohnya ketika penembakan yang terjadi di hotel yang turut melibatkan para penyintas cinta di mana pasangan gay memperjuangkan hak yang sama dengan sang karakter utama. Terdapat sebuah urgensi tinggi bagi karakternya yang bisa saja menjadi sebuah benturan yang keras kedepannya. Inilah yang kita sebut hukum kausalitas bekerja.

 

Vikrant Massey memberikan tampil penuh nyawa kala memerankan kaum minoritas yang semakin tertindas. Itulah mengapa keputusan Ashu yang menurut Jyoti adalah seorang "yes man" mengakar, karena sejatinya tak ada jalan bagi mereka yang merupakan masyarakat kecil. Sanya Malhotra berada di kubu sebaliknya, wanita yang terlihat kuat dan berani diluar namun amat rapuh didalam. Jyoti adalah salah satu korban patriarki, ia kerap mengalami penyiksaan yang dilakukan sang adik, pun reaksi ibunya kala mengetahui ia melarikan diri bukannya cemas, melainkan melemparkan ujaran kebencian. "Seharusnya aku membunuhnya ketika dalam rahim". Inilah dampak jika patriarki dijunjung tinggi dan terus dilestarikan dapat mempengaruhi pola pikir yang amat kerdil.


Konklusinya tampil begitu kelam, seolah tak ada jalan keluar bagi permasalahan yang bermula dari sekedar meng-upload video ini. Tak ada yang menang maupun kalah di sini, semuanya menemui jalannya masing-masing yang sekali lagi menguatkan unsur noir. Jika ada yang dikeluhkan dari Love Hostel ialah perihal pembagian jatah karakter yang semuanya tak sempat terjelaskan, meninggalkan sebuah lubang yang-jika dengan tujuan untuk sekedar mencari hiburan sama sekali tak mengganggu sebuah kenikmatan.


SCORE : 3.5/5

Posting Komentar

0 Komentar