Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

CUTIES & THE FAKE (2019)

Berjudul asli Tootsies & The Fake, Cuties & The Fake (penggunaan judul diganti karena urusan sensor) membentangkan kisahnya seputar kehidupan para geng tootsies (sebutan untuk pria gay di Thailand yang mempunyai perilaku alay, lebay dan heboh) yang terdiri dari tiga pria gay: Gus (Petch Paopetch Charoensook), Golf (Pingpong Thongchai Thongkanthom), dan Kim (Ter Ratthanant Janyajirawong) beserta satu wanita lesbian, Natty (Peak Pattarasaya Kreursuwansiri). Keempatnya selalu melekat dengan permasalahan yang kerap mengintainya.
 

Gus harus pura-pura menyukai anak kecil demi menghormati sang kekasih, sementara kesehariannya kerap mempertemukannya dengan sang mantan, Top (JJ Kritsanapoom Pibulsonggram), Golf baru saja ditinggal sang kekasih yang memilih menjadi biksu, Kim baru saja dipecat sebagai seorang pramugara akibat sebuah insiden memalukan, dan Natty yang menginginkan warisan lotere yang dimenangkan sang ibu-yang lebih menyanyangi kucingnya ketimbang dirinya yang tak memberikan cucu.


Permasalahan personal tersebut seolah belum cukup menopang naskah-yang kembali menambahkan bobot konflik perihal kejadian lain tatkala Golf yang merupakan seorang make-up-artist bertemu dengan sang idolanya, Cathry (Araya A. Hargate). Terkesima dengan kecantikan sang idola, Golf yang jatuh akibat kursi tak mampu menopang berat tubuhnya dibantu oleh Cathry. Namun, orang gemuk ternyata banyak menghasilkan keringat-membuat Cathry terjatuh dan berhasil bertahan berbekal olahraga yoga yang rutin ia lakukan. Tak jadi selamat, kepala Cathry terbentur hidung Kim yang mengeras akibat terlalu sering suntik silikon. Cathry pun jatuh koma, hidung Kim kembali rusak, sementara jadwal pemotretan harus secepatnya Cathry lakukan.


Kim dan Golf pun bertanggung jawab atas insiden tersebut, sementara mereka tak mau mengganti rugi uang sebesar 50 juta baht, rencana konyol pun dilakukan. Kim dan Golf nekat mencari kembaran Cathry yang sudah melakukan operasi. Terpilihlah Nam (masih diperankan Araya) seorang penjual nasi goreng pinggir jalan yang memiliki paras dan bentuk tubuh serupa, tetapi tidak dengan gaya bicara dan perilaku yang amat bertolak belakang.


Hal itu memaksa geng tootsies untuk melatih Nam-yang menghantarkan sebuah komedi berbasis peniruan berantakan. Meski kita tahu semuanya akan tetap berjalan, menggunakan Nam sebagai Cathry masih tetap merepotkan geng tootsies-sementara saya dibuat terkekeh dan terkesima lewat penampilan Araya yang menghadirkan dualisme karakter berlawanan. Meski jauh dari kata memuaskan, menyenangkan ketika melihat degradasi karakter wanita cantik dengan kelakuan tak secantik luarnya.


Cuties & The Fake berangkat dari sebuah series berjudul Diary of Tootsies yang sudah terlebih dahulu tenar. Menghasilkan dua musim penayangan, filmnya sendiri melanjutkan apa yang telah diterapkan-yang mana hanya dapat dimengerti bagi mereka yang menyaksikan. Sementara bagi yang pertama menyaksikan (jika tanpa berselancar di internet) akan melewatkan poin vital yang yang dibawa filmnya. Sebutlah hubungan Gus deng Top atau Natty dengan sang ibu-yang urung terasa akibat nihilnya sebuah introduksi pula pembangunan. Padahal jika ditilik lebih dalam, potensinya sungguh menjanjikan. Ini takkan terasa oleh penonton awam seperti saya.


Cuties & The Fake sepenuhnya menanggalkan cerita pada rentetan komedi yang diusung filmnya, memasukan beragam jenis komedi seperti meta, slapstic, komedi toilet, komedi kentut hingga komedi dewasa yang saling berebut meraih perhatian dalam mengisi adegan. Semuanya tersampaikan secara jelas-meski kerap tersandung momentum kurang tepat yang menyebabkan penghantarannya urung mengena. Namun, sekalinya tepat sasaran, komedinya tak segan menyulut tawa tak berperasaan.


Ini takkan terjadi andai tanpa lakon pemainnya yang sepenuhnya menggila. Kredit lebih patut disematkan kepada Pingpong dan Ter yang membuat kehadiran Golf dan Kim tak segan mencuri perhatian di setiap kesempatan. Sementara Petch tenggelam akan pengisahan yang tak seberapa penting, lain halnya dengan Peak yang tersisihkan akibat kurangnya sebuah urgensi dari sang pembuat terhadap plotnya yang terpinggirkan.


Disutradarai oleh Kittiphak Thongauam dalam debut perdananya, Cuties & The Fake adalah sebuah crowd-pleaser dalam setumpuk kekurangannya. Kehadirannya hanya sebatas memberikan hiburan (meski berada dalam kadar berlebihan), menjadikan komedi sebagai benteng utama penyulut tawa, termasuk mengkreasi ulang adegan horor-komedi dalam film Pee Mak (2013). Ketika mode autopilot diterapkan sang sutradara, praktis Cuties & The Fake meninggalkan sebuah kecacatan pergerakan yang cukup signifikan. Namun, dalam aturannya, Thongauam tidak berpijak pada sebuah kesolidan melainkan penghantaran menyelesaikan hiburan. Ini bisa diterima-meski tak sepenuhnya lantas dibenarkan.


SCORE : 3/5

Posting Komentar

0 Komentar