Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

RASUK 2 (2020)

Selaku sebuah sekuel dari salah satu film dengan kualitas luar binasa di tahun 2018, Rasuk 2 bak sebuah usaha latah dalam memanfaatkan kesuksesan (jangan salah, meskipun berkualitas jongkok, Rasuk berhasil mengumpulkan 900 ribu penonton lebih selama penayangannya)  materi adaptasi novel buatan Risa Saraswati. Dheeraj Kalwani selaku produser lantas melipatgandakan budget, kentara terlihat dalam trailer-nya sekalipun. Meski, pertanyaan terkait apakah kualitas seperti pertama akan diterapakan? Nyatanya, hal tersebut tetaplah meragukan.
 
 
Mengambil alih kursi sutradara yang semula di duduki Ubay Fox, Rizal Mantovani (Tembang Lingsir, Kuntilanak, Rumah Kentang: The Beginning) jelas mempunyai kapasitas yang lebih-meski kesan "tanggung" sulit untuk dihindarkan mengingat karya sebelumnya yang kerap tampil remuk. Setidaknya sedikit progres terlihat, namun, kembali ke pernyataan awal, selalu ada kata "tapi" dalam penanganannya.
 
 
Pun, peran utama kini digantikan oleh Nikita Willy yang memerankan Isabella, adik dari Fransisca Ingrid (Raquel Katie Larkin, di film pertama diperankan oleh Denira Wiraguna) sahabat Langgir yang diperankan oleh Shandy Aulia. Hanya itu kaitan Rasuk 2 dengan film pertamanya-yang nyaris sama sekali tak bertautan. Isabella adalah seorang mahasiswa kedokteran yang tengah melakukan koas bersama Nesya (Lania Fira) dan Alma (Sonia Alyssa) di sebuah rumah sakit yang tengah melakukan autopsi seorang mayat perempuan tanpa identitas yang kemudian dinamai Mrs. X.
 
 
Ada sebuah pertanyaan mengganjal terkait keputusan menggunakan nama "Mrs. X" sementara subtitle-nya sendiri menuliskan "Miss. X", mana yang sebenarnya? Jika ditilik dari mayat yang tengah di autopsi, saya menyimpulkan bahwa mayat tersebut adalah seorang gadis lajang yang belum menikah, penjemahnya lebih telatan dari para penulisnya yang digawangi Haqi Achmad (Tabu: Mengusik Gerbang Iblis, Sajen, Meet Me After Sunset) dan Baskoro Adi (Gasing Tengkorak, Sakral, Ruqyah: The Exorcism) yang salah kaprah atau tak mengerti sama sekali dengan istilah tersebut. Keputusannya jelas patut dipertanyakan.
 
 
Kedua penulisnya seolah ingin terlihat pintar dalam merangkai dialog yang erat kaitannya dengan istilah medis (ini ditujukan agar tercipta sebuah keselarasan dengan latar belakang karakter) yang berujung pada sebuah penjelasan asal tempel nihil kedalaman. Isabella kerap melihat penampakan ketika melaksanakan tugas, itu yang membuatnya memutuskan untuk melakukan konsultasi terhadap psikiater yang menyebutkan bahwa Isabella mengidap sebuah halusinasi serupa John Nash, ahli Matematika yang difilmkan dalam A Beautiful Mind (2001), tak ketinggalan efek Barnum (atau efek Forer) pun disebut sang psikiater-yang kemudian membuat saya bertanya-tanya, apa kaitan tersebut dengan fenomena yang dialami Isabella yang lebih dekat dengan peristiwa mistis alias paranormal? Naskahnya tak mampu menjawab secara pasti-selain hanya untuk menampilkan bahwa penulisnya sangatlah berprestasi.


Kengawauran yang dimiliki Rasuk 2 memang sulit untuk ditolerir kala naskahnya berupaya mencoreng sebuah ilmu pengetahuan yang jelas terbukti kebenarannya. Namun, saya tak akan membahasnya lebih dalam demi menjaga review ini yang nantinya bisa berubah menjadi sebuah proposal. Isabella kerap terganggu oleh arwah yang menampakan diri-di tengah keengganan ia untuk mengakui kelebihannya-yang dijadikan naskah filmnya sebagai sebuah akhir konklusi yang telat menampilkan sebuah intensi. Rasuk 2 menganggap penontonnya bodoh dengan menyuapi sebuah dialog yang dapat penonton simpulkan sendiri. Ini tentunya demi mempertahankan durasi 95 menit agar terlihat padat alih-alih sarat penguluran.


Di tengah durasi, Isabella bertemu dengan Radja (Achmad Megantara) tetangga kost yang menaruh hati pada Isabella-yang kemudian membawa Rasuk 2 menampilkan sebuah momen romansa canggung miliknya. Hasilnya adalah sebuah kegagalan pasca elemen tersebut bak disajikan sebagai tempelan belaka ketimbang memperkuat narasi. Pun, elemen khas FTV berupa kecemburuan Nesya turut dilibatkan, yang semakin mengokohkan filmnya sebagai sajian murahan.


Sejujurnya saya enggan menyebut Rasuk 2 sebagai sebuah sajian murahan pasca momen pembukanya menampilkan sebuah investigasi penyelidikan meyakinkan. Kita melihat Isabella mencari jawaban atas identitas mayat  Miss Mrs. X yang berkat kepiawaian Rizal menampilkan sebuah intensi meyakinkan-yang turut dipatenkan dengan sebuah teror pasca kejadian yang mengerikan-yang membuat Nikita Willy memaerkan jangkauan performa sedikit luas kala ia melakukan adegan kerasukan secara meyakinkan.
Titik terbaik Rasuk 2 hanya terjadi ketika awal durasi, selebihnya adalah sebuah penebusan penuh kecanggungan (dan kebodohan). Hal ini terjadi kala Rizal memainkan sebuah sekuen yang menampilkan jumpscare-yang tersaji lemah akibat kurangnya sebuah intensitas, pun scoring gubahan Joseph S. Djafar (Ruqyah: The Exorcism, Kampung Zombie, Makmum) tersaji rendah, nihil sebuah hentakan, berkebalikan dengan pendahulunya yang memasang volume pemecah gendang telinga.


Hingga ketika Rasuk 2 menampilkan seorang karakter baru, semuanya rusak akibat kehadirannya yang menjawab semua pertanyaan. Ini tentu mengkhianati sebuah proses "pencarian" yang semula diterapkan, membuatnya seolah tak penting ketika semuanya terselesaikan secara mudah, se-mudah Rizal mengakhiri sebuah adegan sarat kekacauan dengan satu tindakan yang kemudian menyulut sebuah pertanyaan: mengapa repot-repot menghantui karakter utama jika sebuah jalan pintas saja dapat ditempuh?


SCORE : 1.5/5

Posting Komentar

0 Komentar