Pernah atau tidaknya anda menonton sebuah film biru alias film porno-tak berarti merasakan apa yang sebenarnya di derita sang pemeran. Kebanyakan dari kita menonton film porno ialah sebatas ingin tahu atau demi memuaskan hasrat libido yang tak terbendung. Lewat Porndemic, sutradara Brendan Spookie Daly (The Awakening) membuka sebuah tabir rahasia terhadap suka duka seorang pelaku industri film dewasa-terlebih keberadaannya yang dekat dengan virus bernama HIV.
Kita tahu betul bahwa virus HIV adalah salah satu virus paling kuat-yang sampai sekarang belum diketahui obat penawarnya. Itu yang menjadi momok tersendiri bagi para pelaku-di samping popularitas nama yang kian melambung-pula bayaran yang kian meningkat. Bahkan, dalam Porndemic sendiri, sang sutradara turut menampilkan sebuah arsip terkait gelaran apresiasi pelaku seni film dewasa-yang mana menambah wawasan saya untuk pertama kalinya-mengetahui bahwa film dewasa pun memiliki kriteria pula unsur seni tertentu.
Porndemic dibungkus sebagaimana film dokumenter kebanyakan, kala wawancara demi wawancara para pelaku film dewasa, dokter hingga para produser bahkan para wartawan saling berbagi layar menceritakan pandangan mereka terhadap pornografi. Memulai penceritaan dengan sebuah pengenalan karakter, Porndemic pertama kali menuturkan sebuah sisi positif dari pornografi-ketika para pelaku memandang hal tersebut sebagai sebuah keluarga ketimbang rekan kerja atau tempat mencari nafkah. Kondisi ini bisa dimafhumi pula kerap terjadi di dunia nyata-berkat kenyamanan pula timbal balik sosialisasi yang menyenangkan akibat sebuah kedekatan.
Tak butuh waktu lama untuk Spookie Daly membawa Porndemic menyusuri rahasia industri pornografi yang tak banyak diketahui, misalnya kala pemerintah menggalakan para pemeran untuk memakai kondom-demi menjaga sebuah infeksi. Ini menjadi sebuah kontradiksi kala para pelaku menganggap hal tersebut melucuti fantasi. Karena bagi mereka para pekerja seni pornografi, fantasi ketika berhubungan seks adalah kunci utama dalam mengerjakan sebuah karya, alih-alih di minta menggunakan kondom yang merupakan sebuah benda realistis.
Sejalur dengan penolakan tersebut, konsekuensi pun tak tertahankan. Nama seperti Ron Jeremy, Ginger Lynn dan Tricia Devereaux mulai terjangkit virus HIV. Sudut pandang beragam mereka gambarkan kala mengetahui hal tersebut-ada yang memandangnya sebagai sebuah hal biasa hingga berusaha menyembunyikan rahasia tersebut sekuat tenaga-karena tak ingin hidupnya dianggap hina pula bahaya. Itu yang dilakukan Marc Wallice-si mantan raja pornografi-yang disinyalir sebagai media penyalur virus HIV.
Nama Marc Wallice-lah yang kemudian terus diperdebatan selama 93 menit durasi bergulir. Tentu akan ada pembelaan pula penghakiman terhadap sosok Marc. Spookie Daly pun tak lantas menjadikan bintang porno tersebut itu sebagai sumber masalah, ia turut menampilkan sebuah pengakuan pula penyesalan terbesar Marc-yang kemudian membawa penonton menyelami curahan rasa dari dalam dirinya. Saking bersalahnya, ia acap kali pindah dari satu hotel ke hotel lainnya demi menenangkan diri, pun percobaan bunuh diri sempat ingin ia lakukan demi membebaskan pikiran.
Untuk ukuran sebuah film dokumenter, Porndemic mungkin tak menawarkan sebuah sesuatu yang memberikan sebuah perubahan tersendiri. Fokusnya memang sebatas ruang lingkup pornografi yang dibenturkan lewat beragam aspek-yang kadang terlalu melampaui. Maksudnya, terkadang beberapa pengakuan terlalu banyak ditampilkan-yang kemudian membuat sajiannya keluar batasan hal yang tak perlu dijawantahkan.
Untungnya kekurangan tersebut tampil minor, tak terbanding dengan segala pengakuan baru yang dituturkan. Terkait pengadeganan, Porndemic memang kerap tampil stagnan-yang kadangkala membuat rasa penasaran turut melemah akibat pacing yang tak tepat sasaran. Meski jauh dari kata medioker, Porndemic jelas sebuah sajian yang patut diperhatikan, terlebih pemaparan terkait virus HIV yang sangat penting untuk disimak.
SCORE : 3/5
0 Komentar