Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

PREY (2019)

Dalam Prey, protagonis utama kita-yang bernama Toby Burns (Logan Miller) tengah dilanda duka pula kesalahan-akibat mengabaikan perintah sang ayah (Anthony Jensen)-yang memintanya untuk memperbaiki mobil vintage di garasi-yang tak kunjung ia kerjakan ketika mendapati sang ayah telah tewas terbunuh oleh para pembajak mobil bertopeng. Guna lepas dari trauma tersebut, Toby memutuskan mengikuti kegiatan rehabilitasi sebagai "penebus dosa" dan menemukan semangat hidup kembali setelah mengasingkan diri selama tiga hari di salah satu pulau tak berpenghuni di Malaysia. Kita tahu bahaya akan datang mengintai, pun seperti film bertema serupa, Prey mengambil opsi kala trauma di tabrakkan dengan ketakutan terbesar-yang mana menyulut sebuah aksi guna keluar dari permasalahan.
 
 
Ditulis dan disutradarai oleh Franck Khalfoun (P2, Wrong Turn at Tahoe, Amityville: The Awakening) yang kemudian turut dibantu oleh David Coggeshall, Prey tak ubahnya sebuah sajian survival horror generik-yang dalam penuturannya turut membuka sebuah misteri terkait keanehan pulau tersebut. Harus diakui, penyusunan misterinya tersaji cukup rapi kala Khalfoun perlahan membangun kengerian berupa lanskap kosong pulau yang terlihat menyeramkan kala malam datang. Pun, kesunyian turut diterapkan.
 
 
Menuju paruh kedua, Toby kemudian bertemu dengan Madeleine (Kristine Froseth) gadis berusian 16 tahun yang sudah lama tinggal di pulau tersebut bersama sang ibu. Percikapan romansa tanggung-kemudian Khalfoun terapkan-yang membawa keduanya pada kebersamaan. Sayang, naskah filmnya urung memberikan urgensi lebih terhadap hubungan mereka yang hanya sebatas tampil setengah matang akibat tumpuan cerita membutuhkan sebuah jawaban atas kejadian-yang membungkus sebuah twist utama konklusi filmnya.
 
 
Berdasar ide tersebut pula, penceritaan mengalami sebuah sandungan kala eksekusi bak tampil tertahan-yang kemudian mengantarkan filmnya pada sebuah repetisi kala karakternya perlahan mendapati sebuah teror tersembunyi.  Untuk urusan terornya sendiri, Prey tampil tak bertenaga akibat menyembunyikan entitas utama filmnya yang urung diungkap. Keputusan tersebut di sisi lain dapat menyulut rasa ingin tahu pula kengerian tersendiri-namun ini sendiri gagal disajikan oleh Khalfoun akibat kurangnya tensi yang ia terapkan.
 
 
Terlebih, naskahnya enggan melakukan sebuah elaborasi terkait asal-usul makhluk yang bahkan tak kunjung digali. Sebatas menakuti lalu lupa akan motivasi. Ini sendiri tak memberikan sebuah dampak berarti pada karakter utama-yang nantinya akan berdamai dengan diri sendiri. Ada sebuah intensi kala karakter utamanya menemukan jalan keluar berkat sebuah memori-namun berujung nihil substansi akibat nihil adanya sebuah proses.
 
 
Hingga kala konklusi menutup guliran kisahnya, sebuah dampak gagal tercipta. Selain terlalu menggampangkan dalam mengakhiri, Prey meninggalkan beberapa poin krusial sebelum memilih opsi tersebut. Itu sama berarti dengan meninggalkan sebuah bawaan ketika hendak mencapai tujuan. Pun, hal terkait makhluk bertanduk di poster pun sama sekali tak terjelaskan.
 
 
SCORE : 2/5

Posting Komentar

0 Komentar