Burning selaku karya yang menandai kembalinya Lee Chang-dong (Oasis, Secret Sunshine, Poetry) pasca delapan tahun vakum, Chang-dong melahirkan sebuah karya yang mencengkram pikiran berkat ambiguitas miliknya. Memang, di permukaan Burning baik sebuah straightforward-thriller berbekal kecemburuan yang mendorong manusia melakukan sebuah tindakan. Namun, Chang-dong tak lantas membuatnya ringan, terdapat sebuah pesan kuat dalam balutan metafora yang menggambarkan siklus kehidupan.
Adaptasi cerpen sepuluh halaman karya Haruki Murakami bertajuk Barn Burning-yang merupakan buah karya hasil inspirasi tulisan William Faulkner berjudul sama ini mengisahkan tentang seorang pegawai lepas Lee Jong-su (Yoo Ah-in) dan tengah menggarap sebuah novel yang belum ia tuliskan. Suatu hari dalam tugas pekerjaannya, ia bertemu dengan seorang wanita bernama Shin Hae-mi (Jeon Jong-so) yang merupakan tetangga masa kecilnya. Hae-mi yang sudah melakukan operasi plastik kini nampak cantik. Berdasar hal ini, Jong-su pun jatuh cinta kepada Hae-mi.
Hae-mi yang memberikan tubuhnya kepada Jong-su (baca: seks) meminta Jong-su untuk menjaga tempat tinggal pula memberi makan kucingnya-yang tak pernah Jong-su lihat. Hae-mi yang pergi ke Afrika hanya untuk menikmati sunrise di sana pergi untuk beberapa hari. Kepulangan Hae-mi menyulut api cemburu Jong-su, pasalnya, Hae-mi membawa seorang pria bernama Ben (Steven Yeun) yang ia temukan di bandara Kenya. Ben adalah pria kaya yang tinggal di Gangnam, berbanding terbalik dengan Jong-su.
Dari sini, naskah garapan Lee Chang-dong bersama Oh Jung-mi membawa unsur cinta segitiga yang lantas menguak latar belakang ketiga tokohnya. Saya mungkin tak akan membahasnya secara eksplisit karena akan mengurangi kenikmatan menontonnnya. Satu hal yang pasti bahwa Burning kemudian bergerak ke ranah mystery-thriller di mana hilangnya Hae-mi menjadi sebuah pertanyaan besar bagi Jong-su. Motifnya sendiri buram, nihil sebuah petunjuk jelas selain kenyataan bahwa Jong-su menduga Ben adalah dalang di balik hilangnya Hae-mi.
Setidaknya itu beralasan, karena Ben pernah mengatakan kepada Jong-su bahwa ia mempunyai hobi cukup aneh, yakni membakar sebuah green house tua yang kerap ia lakukan dua bulan sekali. Dari sini, Chang-dong bermain dengan mengaburkan jawaban pasti, mengajak penonton untuk berkonsentrasi terhadap setiap detail pula metafora yang ia terapkan. Semuanya tersusun begitu rapi, kaya makna jika anda rela menghabiskan waktu sejam setengah filmnya yang merupakan pondasi atas pengenalan karakternya. Konflik utamanya baru bermulai setelah itu.
Namun bukan berarti sebuah kekosongan, Burning adalah slow-burn thriller yang kehadirannya memberikan sebuah alasan pula penjelasan yang sangat relevan dengan kehidupan. Paling penting adalah usungan pesan terkait sebuah tindakan asumsi tanpa bukti-yang kerap terjadi bahkan berlangsung dewasa ini. Di tengah situasi penuh amarah pula masa lalu kelam karkternya, semuanya memberikan sebuah pemahaman yang dapat di pahami meski sukar untuk dibenarkan.
Burning juga menyentuh ranah sebuah kepercayaan berbeda, mengaburkan sebuah batas antara ada dan tiada yang diyakini pemiliknya. Itu kentara dalam menjawab pertanyaan tekait keberadaan kucing Hae-mi yang kerap mengganggu pikiran, sementara Chang-dong sendiri telah memberikan sebuah clue pasti lewat sebuah adegan pantomim mengupas jeruk. Burning adalah sajian rapi jika penontonnya dapat menggali dan memperhatikan detail alegori Chang-dong yang memberikan sebuah kenikmatan atas pesan tersirat.
Selaras dengan hal itu, departemen artistik memberikan sebuah keindahan sinematik, sebutlah adegan ketika para karakternya tengah menghisap ganja, diiringi musik bernuansa jazz berkat kinerja Mowg alias Lee Sung-hyun (I Saw the Devil, Masquerade, Dongju: The Portrait of a Poet) dalam memberikan sentuhan surealis lengkap dengan sebuah pesan kebebasan atas kekangan dalam merayakan kehidupan.
Tentu, semua tak lepas dari performa jajaran pemainnya yang tampil meyakinkan. Yoo Ah-in mulus kala melakoni degradasi emosi miliknya, Jeong Jon-seo memiliki nyawa atas sebuah alasan mengapa Hae-mi patut dipertahankan, sementara Steven Yeun berbekal sebuah kemisteriusan yang bisa saja menggiring pada sebuah kecurigaan. Singkatnya, kehadiran mereka nampak biasa namun memiliki segudang rahasia pula letupan emosi di dalamnya.
Konklusinya memberikan sebuah pencerahan pula jalan keluar atas segala permasalahan. Terlebih kala Burning berhasil memberikan sebuah penyelesaian lewat sebuah katarsis yang patut dirayakan. Ketika semuanya telah terselesaikan, keseimbangana atas kehidupan diciptakan. Proses sebuah kelahiran kembali siap untuk dijalani.
SCORE : 4.5/5
0 Komentar