Sebagai thriller berbasis whodunit, Vodka Diaries tampil dengan world building yang meyakinkan-berbekal tampil konsisten menelaah pertanyaan 5W1H. Misteri di sibak perlahan oleh sutradara debutan Kushal Srivastava berdasar naskah hasil pemikiran Vaibhav Bajpai-yang juga pertama kali menulis naskah. Bajpai amat terinspirasi oleh Shutter Island-nya Martin Scorsese dalam mengembangkan cerita, itu bukanlah sebuah dosa pula tak haram hukumnya selama penceritaannya tersaji seperti semestinya. Sayang, kegemaran Bajpai terhadap karya Scorsese menghantarkan Vodka Diaries pada titik terendah filmnya seputar penebusan-yang tak setimpal atau dengan kata lain terlampau cethek.
Park Your Demons in the Dark, demikian ucap salah satu karakter yang dimainkan oleh Raima Sen sebagai Roshni Banerjee kepada protagonis utama kita, ACP Ashwini Dixit (Kay Kay Menon) yang tengah menyelidiki pula melakukan investigasi terhadap serangkaian pembunuhan di Manali-yang menewaskan tiga orang pria pula tiga orang wanita dalam kematian yang misterius. Vodka Diaries disinyalir sebagai pusat terjadinya pembunuhan tersebut. Bersama sang rekan, Ankit Dayal (Sharib Hashmi), ACP Ashwini Dixit memecahkan misteri terkait dalang di balik pembunuhan tersebut. Pada saat itu juga, sang isteri, Shikha (Mandira Bedi) tiba-tiba menghilang.
Meski paruh pertamanya tampil sesuai prosedur, Vodka Diaries tampil cukup menjemukan kala membuka guliran penceritaan, di isi oleh perkenalan karakter-yang ketimbang memberikan pencerahan alih-alih tampil cukup menggelikan lewat barisan dialog (sok) puitis yang dilontarkan Shikha (dia seorang penulis puisi) yang bak kumpulan kalimat di rajut secara paksa-demi terciptanya sebuah hasil rangkaian kata yang tak seberapa mempunyai makna. Beruntung, momen tersebut tampil sebentar di tengah Srivastava mulai banting setir menghadirkan sebuah clue penghantar kejadian sebenarnya.
Harus diakui, penebaran benih tersebut menghasilkan sebuah sinkronasi penunjang cerita-yang hendak kita tebak arah kebenarannya-meski acap kali terkendala perihal penempatan timing sempurna bagi pengadeganannya yang bak asal tempel-yang untungnya masih bisa dimengerti. Setidaknya, keriuhan bar tempat pesta pora pula penyelidikan tak terduga memberikan sebuah sentuhan yang masih bisa di patenkan-di tengah karakterisasi si protagonis utama yang kadangkala tampil menyebalkan.
Kay Kay Menon boleh saja memberikan nyawa terhadap karakternya-yang dilanda kebingungan, namun naskah tak memberinya banyak nyawa untuk tampil mengesankan. Ini akibat dari penulisan Bajpai-yang sengaja menyimpannya selaku twist utama filmnya-yang terlampau boros menjawab pertanyaan di penghujung cerita ketimbang memberikan sebuah sentuhan sebagai proses menuju sebuah gerbang kebenaran.
Meski sempat dilakukan, Vodka Diaries tekendala perihal penyusunan berbalut misteri yang tak terelakkan, kehadiran karakter yang memainkan sebuah karakterisasi bermuka dua gagal memberikan sumbangsih sempurna akibat ketiadaan performa meyakinkan. Alhasil, kala mereka menampilkan opsi tersebut, kecanggungan di dapat-yang kemudian turut di amini oleh eksekusi kebanyakan filmnya.
Walaupun demikian, bentangan alam bersalju di tangkap sedemikian cantik oleh Maneesh Chandra Bhatt, sinematografer yang paham betul bagaimana menampilkan sebuah pemandangan meyakinkan, contohnya ialah ketika Bhatt menangkap gambar menggunakan drone ketika Ashwini Dixit berlari di kemiringan salju, momen tersebut memberikan nyawa tersendiri terkait keindahan pengalaman sinematik.
Vodka Diaries memang problematik. Paruh pertamanya menawarkan sebuah janji terhadap imaji-yang lantas tersaji mengingkari sebuah introduksi. Such an inspiration who does not representation.
SCORE : 2.5/5
0 Komentar