Selaku remake (atau reboot) Ratu Ilmu Hitam (1981)-yang mengantarkan almarhumah Suzzanna menyabet Piala Citra pada Festival Film Indonesia 1982, Kimo Stamboel (DreadOut, Rumah Dara, Killers) kini menampilkan kembali teror ilmu hitam sarat ketakutan, kengerian hingga rasa mual lewat naskah hasil tulisan Joko Anwar (Orang Kaya Baru, Gundala, Perempuan Tanah Jahanam) menghasilkan sebuah sajian horor terbangsat nan biadab sepanjang tahun 2019. Sebuah duet paripurna bagi sebuah sajian siksaan neraka dunia.
Tanpa mengeliminasi sumber adaptasinya, Joko memberikan sebuah tribut dengan sentuhan modernisasi, kegilaan pula ke-khasan film pendahulunya tetap diterapkan, pun sama halnya dengan karakter Murni-yang tetap digunakan. Bedanya, kali ini karakter tersebut digunakan sebagai kejutan di akhir selaku twist utama filmnya.
Sebelum mengetahui hal krusial tersebut, kita diajaka terlebih dahulu berkenalan dengan Hanif (Ario Bayu), yang mengajak istrinya, Nadya (Hannah Al Rashid) bersama ketiga buah hatinya, Sandi (Ari Irham), Dina (Zara JKT48) dan Haqi (Muzakki Ramdhan dalam sebuah penampilan paling mencuri perhatian, sebagai seorang anak kecil yang mempunyai rasa ingin tahu lebih) mengunjungi panti asuhan tempat dirinya dibesarkan.
Turut hadir pula Anton (Tanta Ginting) dan Jefri (Miller Khan) sahabat Hanif-yang juga membawa istri masing-masing, Eva (Imelda Therrine) dan Lina (Salvita Decorte). Kedatangan mereka tak lain untuk menjenguk Pak Bandi (Yayu Unru) si pemilik panti yang kini tengah sakit keras. Semua awalnya terasa aman, sarat nostalgia hingga penuh canda. Kita diajak untuk menyaksikan banter dialog mengasyikkan antara Eva dan Anton, tingkah polos serta celotehan Haqi bahkan karakter Maman (Ade Firman Hakim) dan Siti (Sheila Dara Aisha) dua kawan Hanif-pun ikut kebagian mencuri perhatian lewat satu sekuen pertunjukan ketika mereka larut dalam romantika, setelah awalnya tampak misterius.
Satu-satunya gangguan adalah ketika hendak menuju perjalanan mobil Hanif tak sengaja menabrak seekor rusa. Merasa janggal, ia mengajak Jefri untuk menyantroni tempat tersebut-yang kemudian menjadi sebuah pembuka bagi gelaran teror demi teror yang hendak menerpa. Perlahan tapi pasti, masing-masing karakter akan merasakannya, menampilkan sebuah kesenangan pula ketakutan tersendiri kala menyaksikannya.
Naskah Joko mungkin terlalu banyak menampilkan karakter, bahkan saya belum menyebut Hasbi (Giulio Parengkuan) dan Rani (Shenina Cinnamon) duan anak panti yang bertugas mengurus Pak Bandi-hingga karakter anak panti yang dimainkan Gisellma Firmansyah dalam salah satu sekuen mengejutkan. Tentu, hal ini disengaja demi menciptakan sebuah siksaan variatif di tengah clue sebagai seorang dalang yang bertanggung jawab atas semua yang terjadi. Beruntung, kehadiran mereka tak berlomba mencuri layar saat Kimo membagi-rata masing-masing karakter-guna mendapatkan sebuah siksa-yang sama besarnya.
Saya pernah menyebut Kimo butuh seorang pencerita handal, Joko memfasilitasi keinginan tersebut dalam Ratu Ilmu Hitam, naskah Joko perlahan membuka tabir misteri secara perlahan dan kemudian menampilkan sebuah akselerasi pembalasan yang tak tertahan. Seperti biasa, Joko kerap menebar sebuah clue dalam barisan dialognya, tak terkecuali di sini. Sudahkah anda menemukan pesan terkait kekuatan wanita hingga karakter LGBT di sini?
Ratu Ilmu Hitam memang naskah Joko-yang straightforward-meski ampuh memainkan atensi. Penonton di bawa untuk menebak sebelum ia kembali belokkan, namun tak berujung sebuah kehampaan. Pasalnya, ketika salah satu tokoh mulai terendus kemisteriusannya, Joko kembali membuka sebuah fatwa kebenaran yang menambah bobot penceritaan, membuat sebuah perjalan menyenangkan.
Ya, sama menyenangkannya kala mendapati siksaan para karakternya-yang mendobrak batas, mengesampingkan ketabuan dan melipatgandakan kengerian. Kimo menyentuh ranah-yang jarang dijamah para sineas kita dalam menghasilkan sebuah teror, di mana bukan jumpscare-yang dikedepankan melainkan pemandangan mengerikan-yang merujuk pada sebuah fobia (beberapa dimiliki para karakternya). Sebutlah kemunculan kelabang yang menyerang atau punggung berlubang (which is my biggest fear for trypophobia sufferer like me).
Tak hanya menyentuh ranah body-horror, Kimo juga mengajak kita untuk menengok sudut demi sudut neraka-di mana teriakan hingga jeritan manusia tercipta, sebuah ketidakberdayaan dari siksaan yang tak pernah terbayangkan. Hingga kala sosok Ratu Ilmu Hitam ditampilkan, kegilaan bertumpuk ketegangan diciptakan, meski saya sadar betul kelak sang protagonis utama akan menemukan sebuah jalan keluar-yang mana saya harapkan sebuah penebusan setimpal.
Dari sini naskah garapan Joko terlampau mudah untuk mengkahiri semuanya, bukan berarti buruk, melainkan tak mampu mengungguli atau bahakan mengimbangi sebuah parade sinting sebelumnya. Namun, pasca sebuah ketakutan, penyiksaan hingga kebiadaban dalam level bangsat ditampilkan, itu semua nampak bak sebuah coretan kecil yang tak sebanding dengan berapa banyak rasa ngeri, ngilu bahkan mual yang dirasakan. Ratu Ilmu Hitam menampilkan semuanya dalam level-yang sekali lagi menyenangkan.
SCORE : 4/5
0 Komentar