Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

LAMPOR: KERANDA TERBANG (2019)

Nama Lampor mungkin kurang dikenal di seluruh masyarakat Indonesia, tapi untuk seseorang yang hidup dan tumbuh di daerah Jawa (khususnya area Yogyakarta, terutama Temanggung) Lampor adalah sebuah dongeng mengerikan, pun menilik beberapa kejadian-keabsahannya pun kian dibenarkan keberadaannya bagi sebagian masyarakat. Sebagai seseorang yang tumbuh dari lingkungan tersebut, Guntur Soeharjanto-yang merupakan sutradara berbasis drama religi macam 99 Cahaya Di Langit Eropa (2013), Assalamualaikum Beijing (2014), Jilbab Travelers: Love Spark in Korea (2016) hingga Ayat-Ayat Cinta 2 (2017) menjajal genre horor untuk pertama kalinya. Pun, demikian dengan sang aktris, Adinia Wirasti-yang mengasah kemampuannya untuk bermain di genre horor.
 
 
Netta (Adinia Wirasti) kembali ke kampung halamannya di Temanggung guna menyampaikan wasiat sang ibu, Ratna (Unique Priscilla) terhadap sang ayah, Jamal (Mathias Muchus). Meski di selimuti trauma masa lalu yang mengerikan, Netta pun harus menghadapi kenyataan bahwa bisnis sang suami, Edwin (Dion Wiyoko) kini berada di ujung tanduk, mereka kemudian memutuskan untuk meminjam dana kepada ayah Netta sebagai penopang kebutuhan keluarga, terutama untuk masa depan kedua anak mereka, Adam (Bimasena) dan Sekar (Angelia Livie) yang ikut di boyongnya ke Temanggung.
 
 
Sesampainya di Temanggung, Netta harus menghadapi kenyataan bahwa sang ayah baru saja meninggal. Pun, orang setempat memandang sinis Netta, menyalahkan kedatangannya sebagai alasan datangnya teror Lampor (hantu pembawa keranda terbang berwujud seperti Dementor) di kampung mereka. Tak butuh waktu lama untuk Netta kembali menghadapi ketakutan terbesarnya, apalagi nyawa keluarganya bisa menjadi taruhannya.
 
 
Lampor: Keranda Terbang-yang ditulis naskahnya oleh Alim Sudio (Kuntilanak, Makmum, Twivortiare) setidaknya meluangkan waktu untuk mengembangkan penceritaan terkait mitos Lampor-yang pada paruh pertama filmnya terlihat begitu meyakinkan. Guntur Soeharjanto membawa Lampor: Keranda Terbang perlahan menuju penceritaan, mengembangkan narasi-yang meski tidak tepat pada tempatnya dapat dimengerti.
 
 
Memasuki pertengahan durasi, Lampor: Keranda Terbang mulai memainkan tensi terkait pemaparan misteri yang ditebar secara pasti-yang mana kesempatan ini digunakan sang sutradara sebagai alasan kematian tak wajar Jamal-yang memancing kecurigaan bahwa ia sejatinya dibunuh oleh orang yang mengincar warisannya. Ada sejumlah tersangka, diantaranya Esti (Nova Eliza) isteri muda Jamal, Bimo (Dian Sidik) si orang kepercayaan Jamal, Mitha (Steffi Zamora) si puteri angkat Jamal dan Esti ataukah  Nining (Annisa Hertami) si pelayan yang terlihat baik. Naskahnya mengeksplorasi karakter tersebut secara baik, di samping turut melibatkan mitos-mitos mistis sebagai pemanis, sebutlah awan berbentuk naga atau kucing hitam sebagai pertanda bencana.
 
 
Sayang, memasuki paruh kedua, Lampor: Keranda Terbang mulai menginjak sebuah batu sandungan berupa permainan "rules" Lampor dengan memilih mengeksploitasi drama berbasis keluarga-yang mana adalah keahlian Guntur. Tak masalah jika aspek tersebut diterapkan asalkan tampil menguatkan. Namun, untuk kasus Lampor: Keranda Terbang sendiri bak kebingungan mempadu-padankan dua elemen tersebut, alhasil terciptalah sebuah kecanggungan.
 
 
Kecanggungan di sini berupa penempatan teror Lampor itu sendiri-yang meski di beberapa kesempatan tampil menyeramkan berkat suplaian musik dan penggunaan CGI meyakinkan, meski berada dalam kegelapan mampu memudahkan atau menyamarkan penggunaan teknisinya. Lampor sendiri di gambarkan sebagai makhluk mengerikan, membawa keranda terbang guna menjemput "pendosa" dan siapa saja yang melihatnya di samping statusnya sebagai pajurit Nyi Roro Kidul. Sayang, potensi ini urung tersampaikan secara meyakinkan berkat kurangnya sutradara dalam menuturkan.
 
 
Adinia Wirasti di tengah kurang mulusnya penceritaan mampu tampil meyakinkan, meski naskah kerap menggirinya melakukan sebuah kebodohan. Sebutlah keputusan ia pergi meninggalkan sang anak di tengah bahaya Lampor di tengah keharusannya menjaga sang anak alih-alih mengundang bahaya baru. Dion Wiyoko seperti biasa tampil meyakinkan, meski dorongan naskahnya membuat ia tampil menyebalkan, kerap mengambil keputusan mendadak dan gemar melontarkan teriakan amarah.
 
 
Bukannya tak mampu, Guntur Soeharjanto belum berpengalaman membuat sajian horor. Ini pula yang berimbas dan terjadi pada konklusi yang penuh sesak, di mana ia jadikan sebagai ajang untuk membuka tabir secara terbuka alih-alih menebarnya secara perlahan. Pun, penyuntingan kasar (penyakit film garapan Starvision) menjangkiti adegan, terutama saat menampilkan sebuah adegan sarat kekacauan. Lampor: Keranda Terbang memang problematik, meski saya tak keberatan perihal memberikan setitik kesempatan terhadapnya.
 
 
SCORE : 3/5

Posting Komentar

0 Komentar