Mengambil sumber dari pertunjukan balet dua babak The Nutcracker karya Marius Petipa sekaligus mengadaptasi cerita The Nutcracker and the Mouse King buatan E. T. A. Hoffmann, The Nutcraker and the Four Realms menghadirkan sisi terbaiknya kala melakukan sebuah tribut terhadap sumbernya, terlebih pertunjukan balet-yang menampilkan Misty Copeland, dari sana tercipta sebuah kemegahan orkestrasi pula keelokan estetika, andai The Nutcracker and the Four Realms melipatgandakan elemen tersebut, saya tak keberatan, alih-alih mendapati 99 menit durasi penuh kebosanan.
Disutradarai oleh Lasse Hallström (What’s Eating
Gilbert Grape, Hachi: A Dog’s Tale, Dear John), yang berbagi kredit
penyutradaraan dengan Joe Johnston (Jumanji,
Jurassic Park III, Captain America: The First Avenger), yang mengambil alih
proses pengambilan gambar ulang selama sebulan. The Nutcracker and the Four Realms adalah sajian penuh kebingunan. Benar, naskah buatan Asleigh Powell dan Tom McCarthy menampilkan sebuah keindahan artistik berupa pameran CGI memanjakan mata berkat keunikan para karakternya, namun tak demikian dengan cerita-yang sebatas membuka empat dunia ketimbang mengeksplorasi lebih keunikan hingga sejarah miliknya.
Clara Stahlbaum (Mackenzie Foy) tengah berduka, menolak menikmati malam Natal selepas kematian sang ibu, Marie (Anna Madeley). Hubungan dengan sang ayah Benjamin (Matthew Macfayden) merenggang, karena menurut Clara, sang ayah lebih peduli soal reputasi ketimbang perasaan sang puteri. Demi mengurangi kesedihan sang puteri, Benjamin memberikan sebuah hadiah Natal titipan sang ibu, Clara menerima hadiah berupa telur misterius-yang konon dapat mengabulkan segala keinginan dengan syarat membukanya dengan sebuah kunci. Sayang, sang ibu tak memberikannya sebuah kunci.
Akhirnya, Clara mengikuti ajakan sang ayah demi menikamati malam Natal sembari berdansa, meski tujuan sebenarnya ialah untuk bertemu dengan sang ayah baptis, Drosselmeyer (Morgan Freeman) yang diyakininya menyimpan kunci telur tersebut. Namun, sebelum memberikan sebuah jawaban, Drosselmeyer meminta Clara untuk menemukannya sendiri lewat sebuah benang-yang terbentang, yang kemudian membawanya pada Four Realm, dunia fantasi di mana sang ibu pernah menjadi Ratu di sana.
Setibanya di Four Realm, Clara bertemu dengan Captain Phillip Hoffman (Jayden
Fowora-Knight) nutcracker penjaga jembatan, Clara di bawa menuju ke duni di mana Marie memerintah, mempertemukannya dengan tiga dari empat penguasa alam: Sugar Plum (Keira Knightley) dari Land
of Sweets, Hawthorne (Eugenio Derbez) dari Land of Flowers, dan Shiver (Richard E. Grant) dari Land of Snowflakes.Dari sini, The Nutcracker and the Four Realms kembali mempeertemukan kita dengan dunia buatan sarat keindahan, di mana kostum unik di kenakan, hingga lanskap menawan disajikan.
Setelah bertemu dengan mereka, Clara mendapati satu kebenaran lain-terkait Mother Ginger (Hellen Mirren) si penguasa Land of Amusement. Mother Ginger menjadi penyebab terpecahnya keempat alam tersebut-karena ia berniat menguasai dunia yang Marie bangun hingga tercetusnya peperangan antara mereka. Land of Amusement adalah tempat bermain di mana di dalamnya diisi Mouse King dan lima "Badut Matryoshka"-yang bagi beberapa penonton, wujud mereka mampu menghasilkan sebuah ketakutan tersendiri.
Ketimbang menjelaskan sebuah flashback, The Nutcracker and the Four Realms-hanya menampilkan gelaran tempat berbalut CGI megah, seolah para pembuatnya bangga dengan gelaran budget besar miliknya. Balet menjadi satu-satunya penghantar cerita-yang setidaknya memberikan sebuah gambaran, meski terkait kedalaman, sang sutradara belum piawai menyampaikannya secara sempurna.
Kesalahan paling fatal yang menimpa The Nutcracker and Four Realms adalah perihal naskah-yang hanya sebagai sebuah jembatan penghubung ke sebuah twist-yang tak seberapa kuat. Alhasil, eksplorasinya pun tak menghasilkan sebuah cakupan yang lebih, selain menjawab kekutannya sendiri. Bahkan, adegan perang yang melibatkan Mouse King atau Hellen Mirren-yang membawa pecut pun tak seberapa menyenangkan, ini diakibatkan lemahnya sebuah penuturan pula penempatan yang benar-benar memadai.
Mackenzie Foy adalah penyelamat film ini. Berkat persona yang di milikinya, sang aktris mampu menangani adegan sederhana-tampil kaya rasa. Meski saya sendiri kerap terganggu oleh suara nyaring nan menyebalkan Keira Knightley si ratu-yang mempunyai rambut arumanis itu. Terkait konklusinya, tak ada sebuah perubahan ataupun lonjakan lebih. Setidaknya, credit tittle-yang kembali menampilkan pertunjukan balet mampu sedikit mengobati kekecewaan-pasca mendapati sebuah sajian potensial-yang terabaikan.
SCORE : 2.5/5
0 Komentar