Dari pembesut The Fast and the Furious (2001)-juga orang dibalik XXX (2002), Rob Cohen kini membesut The Hurricane Heist-yang mana adalah sebuah sajian kental nuansa The Fast and the Furious dengan elemen disaster-movie macam Twister (1996). Meski masih menawarkan suguhan aksi yang masih bisa dinikmati, menilik dari premis tentang perampokan uang yang terjadi dalam badai kategori 5 saja sudah diluar batasan. The Hurricane Heist adalah sebuah ketidakmungkinan dengan setumpuk persoalan yang harus mengenyahkan logika dan pemikiran, hingga terciptalah sebuah suguhan yang mungkin cukup memuaskan.
Semua berawal dari sebuah perampokan yang semula direncanakan tak kunjung tepat sasaran-kala badai tammy kategori 5 datang mengacaukan kota Alabama, menghambat pencurian brankas berisi uang sebesar USD 600 juta milik negara di Gulfport mengalami kendala. Connor Perkins (Ralph Ineson)-seorang karyawan yang bekerja di perusahan keuangan milik negara tersebut adalah dalang di balik semua rencana-yang kemudian misinya adalah menangkap Casey Corbyn (Maggie Grace)-agen Departemen Keuangan-yang mengetahui kode dari brankas tersebut.
Tentu, naskah buatan Jeff Dixon dan Scott Windhauser-yang menulis cerita berdasarkan ide dari Carlos Davis dan Anthony Fingleton sebatas menarik ulur cerita dengan misi penangkapan Casey-yang berujung pada sebuah aksi kucing-tikus layaknya film aksi dengan cerita yang tipis. Casey tentu tak sendirian, ia dibantu oleh sepasang kakak-beradik, Will Rutledge (Toby Kebbell) dan Breeze Rutledge (Ryan Kwanten), protagonis utama-yang memiliki masa lalu menyakitkan-kala harus kehilangan sang ayah dalam badai Andrew kategori 5.
Belajar dari pengalaman kala menggarap The Fast and the Furious, Rob Cohen memang masih menyuguhkan aksi masif-dalam bentuk baku tembak yang cukup mencengkram, meski kegilaan nekat mereka sulit untuk diterima logika. Saya memang mengenyahkan logika kala hendak menontonnya, namun The Hurriane Heist sudah melebihi batas logika kala kebenaran tempatnya saja sudah keliru diterapkan. Fakta terkait Gulf Coast yang dipenuhi gunung memang salah besar, tempat tersebut sepenuhnya datar.
Meski demikian, saya tetap mengapresiasi kala Cohen tak terlalu mengandalkan CGI dalam penerapannya, efek praktikal berupa penggunaan enam juta galon air dan kipas angin berkekuatan 100 mil per jam-selama proses produksinya layak diberi kredit lebih, namun tidak dengan eksekusi-yang tak melibatkan rasa dalam suguhan aksinya.
Ya, selama ketegangan tersulut-saya sama sekali tak merasakan adanya ikatan yang kuat terhadap sang protagonis, Cohen tak memberikan sebuah kepedulian penonton akan karakternya-yang berada diambang maut. Alhasil, selama adegan berlangsung, nyaris tak ada koneksi kala melihat aksi mereka.
Belum lagi, balutan visual badainya-jauh dari kata meyakinkan. Saya kerap terganggu-kala The Hurricane Heist-yang sepenuhnya melibatkan bencana masif di dalamnya-kerap terlihat kasar. Saya mengerti, budget film ini tak sebesar karya Cohen sebelumnya. Namun, sulit rasanya untuk tak berbohong bahwa hal tersebut amat mengurangi kenikmatan dalam menonton, pun juga dalam esensi filmnya.
Konklusinya jelas gampang tertebak, pun momen berupa aksi menyalip mobil-yang kemudian diikuti badai besar gagal tersaji sebagaimana mestinya. Selain eksekusi medioker, pacing terhadap cerita pun turut mengalami sandungan. Kala filmnya sibuk bermain aksi-di samping kepedulian penonton sulit untuk terpatri.
SCORE: 2.5/5
0 Komentar