Kalau bukan karena pembawaan kharismatik Donnie Yen, Big Brother hanya akan menjadi sebuah suguhan drama cheesy-tentang
dunia pendidikan serta problema para murid-muridnya, diniati sebagai
sebuah kritisi terhadap sistem pendidikan di Hong Kong-yang memiliki
kasus bunuh diri oleh para siswa-siswi SMA-yang kian meningkat setiap
tahunnya, Big Brother dirasa sukses menyentil isu tersebut-meski
penceritaan terburu-buru dan terkadang preachy melekat kepada filmnya.
Donnie
Yen memerankan Henry Chen Xia-seorang mantan anggota militer-yang
memutuskan kembali ke tempat asalnya dan kemudian mengajukan permohonan
menjadi seorang guru di sekolah Tak Chi-yang tengah di ambang masalah.
Chen Xia ditempatkan pada sebuah kelas-yang berisi sekumpulan
siswa-siswi-yang dianggap sebelah mata, di dalamnya hanya berisi para
murid bermasalah dengan guru, biang onar-serta mereka yang gemar tidur
di kelas hingga mereka yang kebiasaannya memasak mie instan ketika jam
pelajaran.
Tentu,
naskah garapan Tai-lee Chan-akan menuntun kita terhadap upaya-yang
dilakukan Chen Xia dalam meluluhkan para muridnya lewat pengajaran
eksentrik pula inkonvesional yang dilakukan Chen Xia-yang kemudian
cerita memfokuskan permasalahan terberatnya pada 5 murid, mereka adalah
Gordon (Gordon Lau) murid berdarah Pakistan-yang kerap dianggap rasis,
Gladys (Gladys Li) si tomboy-yang merasa dinomor-duakan oleh sang ayah,
Jack (Jack Lok) si tulang punggung keluarga, dan si kembar Bruce (Bruce
Tong) dan Chris (Chris Tong), korban perceraian keluarga.
Elaborasi kelima murid-yang dipersentasikan oleh Ka-Wai Kam (Ip Man, Ip Man 2, Colour of the Game)
sejatinya mampu menarik simpati penonton berkat kedekatan
alasan-mengapa mereka bersifat demikian. Tentu, pendekatan
dilakukan-yang kemudian mengurangi porsi pengajaran di kelas. Jelas
sebuah distraksi-yang untungnya dapat diterima selama tak mengganggu
penceritaan.
Big Brother
pun sempat masuk ke ranah kelam sekalipun, yang dari sana kita akan
melihat pertarungan Chen Xia melawan para gangster-yang dengan
kepiawaian aksi Donnie Yen-mampu menghadirkan sebuah aksi laga kelas
satu di tengah sentuhan aksi-yang hanya terjadi dua kali, memberikan
sebuah penyegaran tersendiri kala cerita berjalan formulaik sekalipun.
Berbicara aftertaste pasca menonton, Big Brother
memang tak menyajikan sebuah kesan mendalam terkait dunia pendidikan,
kritisinya hanya sebatas menjalankan penceritaan-yang kemudian menginjak
sebuah fase penggampangan. Pun, Big Brother kadangkala terasa preachy dalam menuturkan pesan-yang saya rasa bakal dengan mudah penonton petik dengan sendirinya.
Namun, saya paham betul-bahwa Big Brother
memang sebuah sajian hiburan ringan-yang enggan masuk ke fase serius
secara mendalam. Itu bisa saya terima, karena di saat bersamaan, Big Brother mampu menghadirkan rasa nostalgia terhadap kerinduan akan ke-khasan sinema Hong Kong-yang sulit saya temukan.
SCORE: 3/5
0 Komentar