Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

DONGENG MISTIS (2018)

Dongeng Mistis menjadi angin segar di tengah kualitas film horor tanah air yang bisa di bilang mulai merangkak. Serupa Takut: Faces of Fear (2008) pula Hi5teria (2012), Dongeng Mistis memasang sebuah genre omnibus horor yang merupakan barang langka di sinema kita. Memasang 6 cerita hantu asal Indonesia lewat garapan 6 sutradara-yang mana merupakan ajang untuk unjuk gigi pula memamerkan talenta. Keputusan berani ini di ambil Reene Pictures dalam menghasilkan sebuah karya berbeda dari sutradara yang bertalenta. Lalu bagaimana hasilnya?



Sudah sebuah kepastian dalam menonton film omnibus, kita (juga saya) akan membandingkan tiap cerita dengan cerita lainnya-yang bisa dibilang tampil beragam. Dongeng Mistis pun serupa, menghasilkan sebuah kualitas yang beraneka ragam di tengah masing-masing cerita yang hanya berdurasi kurang lebih 12 menit.


Dibuka oleh Sundel Bolong yang merupakan garapan Ihsan Fadli, mengetengahkan cerita seorang wanita hamil (Maryam Supraba) yang mendapati teror Sundel Bolong di tengah situasi mati lampu. Keputusan yang tepat menjadikan Sundel Bolong sebagai pembuka, memiliki nuansa atmosferik penyulut teror-yang berhasil menjadikan segmennya sebuah pengalaman yang mengerikan- di mana tiap kemunculan Sundel Bolong yang tak terduga mampu menyulut atensi penonton lewat akal bulusnya. Ihsan Fadli piawai mempermainkan timing, membuat penonton mengira-ngira dan kemudian dikejutkan oleh sosok Sundel Bolong yang lain dari biasanya, dengan postur tubuh jangkung dan ramping miliknya.


Pocong garapan Achmad Romie mengisahkan seorang ustadz (Kiky Armando) yang pasca pulang dari mengajar ngaji, kala melewati jalan pintas harus berhadapan dengan sosok Pocong. Saya suka bagaimana Romie menjadikan sosok ustadz layaknya manusia biasa, terornya sendiri sederhana namun mampu menciptakan nuansa menakutkan, tunggu puncak terornya kala adegan sholat dilangsungkan.


Bajang garapan Kristian Panca Nugroho menjadi segmen dengan kualitas akting kelas wahid, mengetengahkan kisah seorang wanita (Putri Ayudya) yang baru saja menggugurkan kandungannya, dari sini pula ia harus berhadapan dengan teror Bajang (hantu berwujud anak kecil), menekankan sebuah horor psikologis, Bajang sejatinya mampu tampil menarik berkat pelakon para pemainnya yang juga menampilkan Ade Firman Hakim dan Khiva Iskak, namun tidak dengan guliran penceritaan Bajang yang kurang menggigit, menekankan kesan serius-namun urung memberikan sebuah penebusan yang setimpal.


Genderuwo garapan Orizon Astonia adalah satu-satunya segmen yang memasukkan unsur komedi di dalamnya-yang justru tampil mengganggu akibat pembawaan yang kurang pas dengan cerita terkait seorang perempuan (Dea Ananda) yang mendapati bahwa penyakit yang diderita sang ayah ada kaitannya dengan Genderuwo. Ini adalah segmen yang sedikit menggelikan ketika barisan dialog yang diniati sebagai ranjau komedi justru melucuti narasinya, terlebih tampilan dukun wanita pula asistennya yang terlihat cringey ketimbang lucu.


Begu Ganjang buatan Vicky Ray adalah daya tarik terbesar Dongeng Mistis, mitos Begu Ganjang berasal dari suku batak yang belum pernah di angkat ke layar lebar. Kita akan mengikuti investigasi seorang wartawan bernama Daniel (Gandhi Fernando) yang tengah menelusuri kebenaran perihal salah satu pria yang konon diusir dari kampung akibat memelihara Begu Ganjang. Terornya sendiri memang klise, namun segmen ini kaya akan informasi seputar sang dedemit yang memiliki tangan panjang itu betah untuk disimak.


Terakhir Lehak garapan Andra Fembriarto yang menjadi segmen paling artistik, menuturkan seorang gadis (Btari Chinta) yang melakukan tarian terkutuk pemanggil Lehak. Segmen ini memang pretensius, di mana penjelasan terkait cerita tak ditampilkan secara terperinci. Andra Fembriarto menciptakan dunianya dengan penuh sensibilitas tinggi, di mana nuansa mistis turut terpancar lewat tarian yang dibawakan begitu luwes oleh Btari Chinta.


Seperti yang telah saya singgung, tiap segmen dari Dongeng Mistis memiliki kelebihan pula kekurangan masing-masing, Sundel Bolong dan Pocong memang unggul dalam hal menakuti. Terlebih, saya suka sebuah analogi "perselingkuhan" dalam Sundel Bolong, pun Pocong lewat penggambaran nyata dari ketakutan sang pemuka agama yang juga manusia biasa.


Lehak menjadi segmen yang paling cantik di tengah penjelasan tak jelas miliknya, Begu Ganjang dengan daya tariknya sementara Bajang dan Genderuwo harus menanggung nasib dengan segmen yang paling lemah, meski untuk Bajang dapat terselamatkan oleh performa para pemainnya. Namun, saya tetap menyarankan anda untuk menyaksikan Dongeng Mistis, di mana selain menjadi saksi lahirnya sutradara baru, pula dapat menambah wawasan anda terkait makhluk mistis asal Indonesia yang kaya akan ragamnya ketimbang menyaksikan horor busuk asal jadi yang menjadi penghias layar bioskop seminggu sekali.


SCORE : 3/5

Posting Komentar

0 Komentar