Bisikan Iblis adalah bukti sebuah karya di buat setengah hati, tak memperdulikan tata produksi selain demi mengeruk pundi demi pundi finansial. "Buat apa menggarap film dengan teliti jikalau tontonan macam ini mampu menggiring penonton berbondong-bondong masuk ke dalam studio", mungkin demikian ucap sang pembuat yang terpengaruhi Bisikan Iblis yang mampu meluluhkan dan meracuni isi pikiran sang pembuat pula penonton termasuk saya yang dengan mudahnya terpengaruh menonton sajian luar biasa bodoh. Sekali lagi, Iblis berbisik "tak perlu protes, nikmati saja filmnya", dan saya pun hanya bisa mengangguk terhipnotis dan kemudian sadar kala film berakhir.
Diceritakan, Nany (Amanda Manopo) seorang yang memberanikan diri bersekolah di tempat mendiang sang ibu, Sophia (Elsa Diandra) dahulu. Hal itu di dasari rasa bakti terhadap sang ibu pula menyibak misteri terselubung yang sering menimpa Nany untuk bersembunyi di lemari. Menurutnya, Iblis Hitam selalu mengganggunya. Hal tersebut jelas di bantah sang ayah, Frans (Dicky Wahyudi). Tak butuh lama semenjak ia bersekolah di sana, serentetan kematian para siswa pun muncul, mencuatkan bahwa Iblis Hitam kembali mencari mangsa.
Nany jelas satu-satunya orang yang bisa mendeteksi kematian para siswa berkat simbol mirip garpu tala, eh...sorry maksud saya Necronomicon yang tergambar di jidat sang korban. Tentu, di sinilah usaha Nany untuk membantu mereka meski dianggap gila, terkecuali Shila (Rebecca Klopper) yang setia mempercayainya pula Gie (Zoe Jackson) teman sekamarnya yang mengutarakan keberadaan mereka guna menyampaikan pesan tersendiri. Di sinilah Nany mulai memberanikan diri.
Berbicara mengenai kalimat "memberanikan diri", Nany dalam layar acap kali lari ketakutan dengan nafas terhela bak tengah melarikan diri dari kejaran hutang. Amanda Manopo tak mampu menginjeksi bagaimana lari dikejar setan yang acap kali bak lari dikejar penagih hutang lebih ke lari dari kenyataan. Filmnya pyun demikian, Hanny R. Saputra yang sebelumnya menggarap Sajen bersama sang aktris yang sama tak mampu memberikan sebuah nuansa baru selain kemunculan hantu yang sebatas setor muka dibarengi scoring berisik pemekak gendang telinga.
Naskah buatan Farhan Noaru (Kembang Kantil, Rumah Belanda) yang menyadur novel Ghost Dormitory rekaan Sucia Ramadhani hanya sebatas mengisi slot durasi tanpa pemaparan lebih lanjut, sehingga tak perlu kaget jika adegan kadang tak koherensi dengan cerita sebelum inkonsistensi yang rasanya terlalu sulit untuk dimaafkan.
Oke, berikut saya akan memaparkan beragam aspek yang penuh dengan setumpuk tanya, nyaris bodoh pula menyebalkan:
- Apa nama sebenarnya sekolah tempat Nany belajar, Early atau Erly? Di papan sekolah tertulis nama "Early" sedangkan di asrama tertulis nama "Erly".
- Mengapa di beri judul Bisikan Iblis? Padahal sepanjang durasi tak memperlihatkan sebuah bisikan iblis, yang ada hanya voice over tak jelas berbunyi "was wes wos hau sing hau".
- Bagaimana seorang siswi yang tertimpa lemari masih dinyatakan bunuh diri? Saya hanya bisa berujar hmmmmm....
- Bagaimana mungkin mayat yang tersimpan di dalam rumah tak menimbulkan bau sedikitpun? Terlebih mayatnya menggunakan CGI yang terasa bak melayang ketimbang tergeletak.
- Bagaimana mungkin polisi tidak bisa membedakan mana "kue yang terciprat racun" dengan "kue yang sengaja diberikan racun"? Padahal terdapat bukti nyata berupa botol tempat racun tersebut. Apa iya poliai tidak bisa menyewa penyidik jari demi membuktikan seseorang bersalah atau tidak. Dan terlebih mengapa seseorang dijebloskan begitu saja tanpa ada sebuah interogasi yang jelas? Lagi-lagi saya harus berujar hhhmmmm sembari menggaruk kepala.
SCORE : 0.5/5
0 Komentar