Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

SUSPIRIA (2018)

Suspiria adalah remake dari film berjudul sama pada tahun 1997 yang disutradarai oleh Dario Agento. Kali ini, yang menduduki bangku sutradara disi oleh Luca Guadagnino (Call Me By Your Name). Masih berkisah mengenai ruang lingkup yang sama mengenai sebuah akademi tari di Jerman Barat dengan sentuhan warna merah-cokelat yang kental, Suspiria mengukuhkan dirinya sebagai sebuah remake yang benar-benar beda dengan nuansa artsy horror khas miliknya.


Sang protagonis utama adalah Susanna Bannion alias Susie (Dakota Johnson) seorang wanita asal Ohio, Amerika mendaftarkan diri ke Markos Dance Academy di Berlin, sebuah akademi tari yang dipimpin dan dikepalai oleh Madame Blanc (Tilda Swinton). Tak butuh waktu lama untuk Susie menjadi penari Volk utama berkat bakatnya. Di saat bersamaan pula, Akademi tengah digegerkan oleh sebuah berita hilangnya Patricia Hingle (Chloë Grace Moretz) salah satu anggota penari yang lewat pembicaraannya dengan Dr. Josef Klemperer (diperankan pula oleh Tilda Swinton dibalik make up prostetik) mengatakan bahwa ada sesuatu yang aneh dari akademi tari tersebut yang merupakan kedok dari sebuah okultus penyembah para penyihir.

Tiga penyihir yang dituturkan oleh Patricia datang dan menyebarkan kegelapan, tangisan, dan desahan. Pun demikian halnya dengan tarian yang mereka lakukan merupakan bentuk pemujaan terhadap Mother Suspirium. Sulit untuk membahas Suspiria agar tak jatuh pada sebuah kesan spoiler karena tuturan Guadagnino yang membuat kisahnya sedemikian acak, menebar sebuah misteri diskoneksi yang menuntut penontonnya untuk merangkai setiap clue yang disebar sepanjang durasi. Ya, memang tak terlalu sulit untuk menghubungkannya pula mencap cerita "yang tak beres" ini. Satu hal yang filmnya punya, ialah sebuah kesan yang tak pasti bahkan acap kali terasa paradoks.

Naskah garapan David Kajganich sendiri tentu punya sebuah misteri yang akan diungkap pada paruh akhir. Ini pula yang membuat saya terus memberikan sebuah atensi tersendiri terhadap filmnya yang sama sekali tak ingin mengikat penonton ataupun melibatkannya dalam story-arc. Memang kepedulian sukar untuk diberikan, tetapi ia punya sebuah "cengkraman" yang kuat guna memperhatikan setiap detail aspek tari yang ditampilkan beserta tetek bengek keanehan yang terdapat dalam make up dan gerak-gerik para pelaku akademi tari.

Pengadeganan Guadagnino jelas menggunakan aspek artsy horror yang kadang bergerak pelan pula cepat berkat sinematografer langganannya Sayombhu Mukdeeprom. Mengaitkan sanggar tari beserta kondisi peperangan Nazi, Jerman pada tahun 1977, selaras dengan kejadian di dalam sanggar tari yang penuh dengan misteri pula konspirasi di dalamnya. Di temani iringan musik dari Thom Yorke yang memberikan clue tersendiri akan sebuah bahaya muncul.

Harus saya akui bahwa Guadagnino memang mampu menyebar nuansa creepy akan misterinya, tapi untuk bersanding bersamanya sangatlah sukar. Ini yang membuat saya sedikit kebingungan, saya memang menyukai filmnya tapi saya tak merasakan saya berada di dalamnya. Misteri yang disebar pun tergolong rapi, meski di beberapa titik turut melemahkan filmnya yang terlalu menyebar clue secara abstrak, sedikit melucuti persona filmnya, terlebih pasca konklusi penuh darah lengkap dengan tarian aneh tampil. Memberikan sebuah kesan tersendiri yang sukar di cerna logika.

Alhasil apa yang dicapai oleh Suspiria memang tak pernah berakhir pada taraf yang memuaskan, ia hanya bertahan dan mengendap lama di logika berkat pembawaan misterius Guadagnino. Pujian patut dialamatkan pada para pelakon terlebih Tilda Swinton yang memerankan tiga karakter sekaligus. Dakota Johnson tampil luwes dengan tarian yang begitu alami, sementara Moretz dan Mia Goth mampu menebarkan aura tersendiri lewat curahan ekspresi.

SCORE : 3.5/5

Posting Komentar

0 Komentar