Disadur
dari novel rekaan Pidi Baiq yang konon terinspirasi dari kejadian
nyata, Dilan 1990 adalah romantika khas kawula muda yang penuh dengan
gombalan-gombalan khas Dilan yang mungkin kala itu menjadi idola remaja
meski jika ditilik dimasa sekarang gombalan seperti "Milea kamu cantik,
tapi aku belum mencintaimu. Enggak tahu nanti sore, atau seperti "Jangan
rindu, karena rindu itu berat. Kamu
tidak akan kuat, biar aku saja" akan terlihat menggelikan. Namun filmnya
sendiri memang bicara kisah kawula muda yang mungkin hal demikian bisa
tampil romantis jika dialami langsung oleh pangsa filmnya sendiri, dan
dengan setting 1990-an jelas filmnya memfasilitasi semua itu.
Seperti judulnya, karakter utama film ini adalah Dilan (Iqbaal Ramadhan) sang bocah begajulan yang kerap dijuluki "Panglima Tempur" bahkan kebiasannya melontarkan ramalan, "Aku ramal kita akan bertemu di kantin" demikian ucapnya kepada Milea (Vanesha Prescilla) siswi baru asal Jakarta yang baru saja pindah ke Bandung yang jelas kehadiran pertamanya menyita perhatian para siswa cowok berkat paras cantiknya. Namun, Milea sendiri sudah mempunyai pacar, Beni (Brandon Salim) namanya.
Mudah saja bagi Milea menyukai Dilan karena kepribadian dan sikapnya yang unik jelas berbanding terbalik dengan Beni yang posesif bahkan sering berbicara semaunya. Penyutradaraan Fajar Bustomi bersama Pidi Baiq jelas memanfaatkan momen ini, momen ketika Dilan mencoba mendekati Milea dengan usaha uniknya yang akan membuat penonton remaja terkulai lemas mendengarnya bahkan sampai menjerit dan bermimpi ingin mempunyai pacar seperti Dilan. Meski duet penyutradaraannya berjalan tipis sekalipun hanya bermodal usaha Dilan mendekati Milea, hubungan Dilan bersama geng motor, kehidupan mereka di rumah dan disekolah. Saya memafhumi hal tersebut karena masa SMA memang berkutak seputar itu bukan?
Filmnya sendiri menggunakan narasi lewat satu tokohnya yang tak aneh jika filmnya berjalan episodik sekalipun. Meski demikian, saya pun menikmati kala karakternya beromantis ria, sebut saja momen kala pertama kali berboncengan motor diiringi hujan rintik-rintik sembari diiringi lagu "Dulu Kita Masih Remaja" yang jelas memfasilitasi momen tersebut sekaligus senantiasa menambal kekurangan yang dimiliki film ini. Menonton Dilan 1990 jelas menimbulkan nostalgia tersendiri, nostalgia ketika masa remaja kala duduk dibangku SMA yang penuh dengan momen berharga, saya pun merasakan hal demikian meski sekali lagi saya tak pernah bertingkah seperti Dilan yang memberi kado berupa TTS yang sudah diisi kepada wanita idaman.
Saya selalu suka bagaimana Iqbaal Ramadhan bertingkah santai kala memerankan Dilan namun pesona sang aktor luntur kala melontarkan kata romantis yang memang menggunakan bahasa baku. Pun demikian dengan Vanesha Prescilla didebutnya ini mampu membuat karakter Milea gampang disukai terlebih kala sang aktris berekspresi lewat raut muka jutek, begitu menngemaskan dan mampu menambal tipisnya plot yang berjalan hanya mengitari lingkaran cerita yang setipis kertas.
Dilan 1990 jika ditilik dari segi filmis jelas kurang mewadahi romantika khas remaja, namun Pidi bersama Fajar jelas tahu betul kapam filmnya akan memainkan hal tersebut, mampu tampil menggemaskan meski sekali lagi terasa "aneh" melihat tingkah Dilan yang mengajarkan kepada kita untuk bagaimana memperjuangkan cinta meskipun itu harus merebut kekasih orang sekalipun (upss....sorry). Setidaknya lewat film ini kita tahu betul bahwa romantika ketika masa SMA begitu aneh dan bukankah ketika kita menginjak masa remaja kerap bertingkah aneh sekalipun jika berbicara mengenai cinta?
SCORE : 3/5
0 Komentar