Danur
2: Maddah melanjutkan kesuksesan film pertamanya yang membuka gerbang
lain bagi film horror Indonesia booming di pasaran pasca merangkak dan
mengembalikan citra horor yang asli. Jelas selain karena urusan
finansial, novel karangan Risa Saraswati memang mempunyai trilogi. Awi
Suryadi (Badoet, Danur: I Can See Ghosts) kembali menukangi filmnya.
Kala mayoritas film pertama adalah
kumpulan jump scare yang mengagetkan penonton tanpa ada usaha lebih,
Danur 2: Maddah setidaknya mampu menimalisir hal demikian, meskipun itu
hanya secuil.
Prilly Latuconsina kembali memerankan Risa,
seorang anak indigo yang berteman dengan lima orang anak Belanda yang
selalu setia membantunya. Kali ini ia diminta sang sepupu, Angki (Shawn
Adrian) untuk menyelidiki sikap sang ayah, Ahmad (Bucek) yang sering
menghabiskan waktu serta mengurung diri di sebuah paviliun dekat rumah
barunya di Bandung. Tentu misteri tersebut membutuhkan penelitian lebih
bagi Risa yang sulit merasakan kehadiran makhluk tak kasat mata padahal
ia sendiri mencium bau danur. Ya, jawabannya adalah Maddah yang berarti
dibaca lebih dalam.
Esensi terkait Maddah memang urung untuk
digali lebih dalam, entah itu sebagai bentuk kemalasan Awi ataupun
sebagai alat guna disimpulkan penonton. Yang pastinya disini Risa tetap
melihat hantu, Angki melihat hantu, pun Riri (Sandrinna Michelle
Skornicki) adik Risa, melihat hantu. Walau tak ada yang lebih mengerikan
kala sang hantu mengikuti Tina (Sophia Latjuba) yang tengah berzikir.
Itu adalah bukti Awi Suryadi adalah sutradara horor yang cukup berbakat.
Adakalanya memang Awi yang merupakan salah satu sutradara horor yang
berbakat di fasilitasi oleh naskah yang mumpuni. Naskah garapan penulis
fil pendahulunya, Lele Laila memang tipis dan bahkan tak sampai
novelnya yang setebal 252 halaman itu. Jelas ini berdampak bagi Awi, Awi
pun kelabakan menyusun adegan per-adegan yang mana terdiri atas sekuen
satu menuju penampakan selanjutunya. Jump scare memang sedikit
diminimalisir, Awi yang dibantu sinematografer Adrian Sugiono pun unjuk
kebolehan dengan memainkan kamera yang berjalan pelan guna menvciptakan
nuansa mencekam yang jika dikulik pun seolah tak ada esensi selain pamer
gaya baru.
Second act dari Danur 2: Maddah adalah apa yang
kita sebut sebagai kehabisan ide, Awi turut meepetisi adegan mimpi
selama tiga kali, mengulang penampakan sang hantu yang kali ini kembali
dalam wajah baru, ada Elizabeth (Maria Margaretha Earlene) dengan riasan
mukanya yang mampu mengerenyitkan dahi, pula dengan kehadiran Ivanna
(Elena Viktoria Holovcsak) hantu dengan postur tubuh tinggi dengan suara
tawa khas-nya yang menggelegar mencipatkan sosok antagonis baru yang
berpotensi. Jikalau tanpa itu semua Danur 2: Maddah akan jatuh begitu
saja.
Sangat disayangkan kehadiran Peter cs terasa kurang
berarti padahal kehadiran mereka sendiri adalah yang menolong Risa
menyelesaikan kasusnya. Danur 2: Maddah jika ditinjau dari segi filmis
memang mempunyai cacat yang tak bisa ditutupi. Mayoritas filmnya
berjalan menuju sekuen demi sekuen penampakan yang justru tampil
melelahkan, kurang daya pikat maupun esensi horor itu sendiri. Alhasil
kuota 92 menit pun hanya berjalan di permukaan saja (kecuali scene
zikir) pun dengan pemilihan layarnya yang terlihat gelap, urung untuk
menyalakan lampu lebih. Rumah, musala, bahkan rumah sakit pun terlihat
gelap dan sepi, memang jika dipandang dalam hal logika, jelas ini
bukanlah hal yang logis. Setidaknya Awi Suryadi mampu memberikan jump
scare dengan timing yang pas dan efektif ditengah keinginan saya memberi
skor lebih untuk film ini kalau bukan karena twist ending yang menipu
dan sekali lagi tak masuk dalam tataran logika.
SCORE : 2.5/5
0 Komentar