Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

DANUR 2: MADDAH (2018)

Danur 2: Maddah melanjutkan kesuksesan film pertamanya yang membuka gerbang lain bagi film horror Indonesia booming di pasaran pasca merangkak dan mengembalikan citra horor yang asli. Jelas selain karena urusan finansial, novel karangan Risa Saraswati memang mempunyai trilogi. Awi Suryadi (Badoet, Danur: I Can See Ghosts) kembali menukangi filmnya. Kala mayoritas film pertama adalah kumpulan jump scare yang mengagetkan penonton tanpa ada usaha lebih, Danur 2: Maddah setidaknya mampu menimalisir hal demikian, meskipun itu hanya secuil.

Prilly Latuconsina kembali memerankan Risa, seorang anak indigo yang berteman dengan lima orang anak Belanda yang selalu setia membantunya. Kali ini ia diminta sang sepupu, Angki (Shawn Adrian) untuk menyelidiki sikap sang ayah, Ahmad (Bucek) yang sering menghabiskan waktu serta mengurung diri di sebuah paviliun dekat rumah barunya di Bandung. Tentu misteri tersebut membutuhkan penelitian lebih bagi Risa yang sulit merasakan kehadiran makhluk tak kasat mata padahal ia sendiri mencium bau danur. Ya, jawabannya adalah Maddah yang berarti dibaca lebih dalam.

Esensi terkait Maddah memang urung untuk digali lebih dalam, entah itu sebagai bentuk kemalasan Awi ataupun sebagai alat guna disimpulkan penonton. Yang pastinya disini Risa tetap melihat hantu, Angki melihat hantu, pun Riri (Sandrinna Michelle Skornicki) adik Risa, melihat hantu. Walau tak ada yang lebih mengerikan kala sang hantu mengikuti Tina (Sophia Latjuba) yang tengah berzikir. Itu adalah bukti Awi Suryadi adalah sutradara horor yang cukup berbakat.

Adakalanya memang Awi yang merupakan salah satu sutradara horor yang berbakat di fasilitasi oleh naskah yang mumpuni. Naskah garapan penulis fil pendahulunya, Lele Laila memang tipis dan bahkan tak sampai novelnya yang setebal 252 halaman itu. Jelas ini berdampak bagi Awi, Awi pun kelabakan menyusun adegan per-adegan yang mana terdiri atas sekuen satu menuju penampakan selanjutunya. Jump scare memang sedikit diminimalisir, Awi yang dibantu sinematografer Adrian Sugiono pun unjuk kebolehan dengan memainkan kamera yang berjalan pelan guna menvciptakan nuansa mencekam yang jika dikulik pun seolah tak ada esensi selain pamer gaya baru.

Second act dari Danur 2: Maddah adalah apa yang kita sebut sebagai kehabisan ide, Awi turut meepetisi adegan mimpi selama tiga kali, mengulang penampakan sang hantu yang kali ini kembali dalam wajah baru, ada Elizabeth (Maria Margaretha Earlene) dengan riasan mukanya yang mampu mengerenyitkan dahi, pula dengan kehadiran Ivanna (Elena Viktoria Holovcsak) hantu dengan postur tubuh tinggi dengan suara tawa khas-nya yang menggelegar mencipatkan sosok antagonis baru yang berpotensi. Jikalau tanpa itu semua Danur 2: Maddah akan jatuh begitu saja.

Sangat disayangkan kehadiran Peter cs terasa kurang berarti padahal kehadiran mereka sendiri adalah yang menolong Risa menyelesaikan kasusnya. Danur 2: Maddah jika ditinjau dari segi filmis memang mempunyai cacat yang tak bisa ditutupi. Mayoritas filmnya berjalan menuju sekuen demi sekuen penampakan yang justru tampil melelahkan, kurang daya pikat maupun esensi horor itu sendiri. Alhasil kuota 92 menit pun hanya berjalan di permukaan saja (kecuali scene zikir) pun dengan pemilihan layarnya yang terlihat gelap, urung untuk menyalakan lampu lebih. Rumah, musala, bahkan rumah sakit pun terlihat gelap dan sepi, memang jika dipandang dalam hal logika, jelas ini bukanlah hal yang logis. Setidaknya Awi Suryadi mampu memberikan jump scare dengan timing yang pas dan efektif ditengah keinginan saya memberi skor lebih untuk film ini kalau bukan karena twist ending yang menipu dan sekali lagi tak masuk dalam tataran logika.

SCORE : 2.5/5

Posting Komentar

0 Komentar