Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

REVIEW - BLOODY ISHQ (2024)

 

Harus diakui, kejayaan seorang Vikram Bhatt perlahan mulai luntur seiring seringnya beliau terjebak stagnansi serta melakukan repetisi terhadap horror medioker berlatarkan rumah berhantu di pedalaman maupun pinggiran kota terpencil. Di saat sinema arus utama horror hindi mulai mengalami kemajuan, menyaksikan Bloody Ishq adalah sebuah kemunduran yang tak terelakkan.

Sulit menampik bahwa beliau adalah orang dibalik suksesnya Ghulam (1998) hingga Raaz (2002) yang begitu fenomenal (baik secara kualitas, kuantitas, maupun finansial). Bloody Ishq nyatanya adalah kompilasi horror buatan Vikram Bhatt sendiri lengkap dengan segala tetek-bengek yang sudah mendarah daging. Sebutlah jump scare serampangan, hantu sarat efek visual hingga sentuhan seksualitas yang sekali lagi menjadi jualan.

Biasanya, di luar segala kelemahan tadi, nomor trek musikal selalu menjadi juru selamat (fakta bahwa soundtrack-nya selalu lebih populer ketimbang filmnya), namun sekali lagi Bloody Ishq sudah berada di titik nadir dari kejemuan hingga kebosanan yang sudah tidak bisa di toleransi lagi, terbukti semenjak paruh pertama hingga keseluruhan filmnya gagal menampilkan sebuah urgensi bagi narasinya sendiri.

Ditulis naskahnya oleh Mahesh Bhatt yang juga turut menulis dua film sebelumnya dari Vikram Bhatt (Judaa Hoke Bhi, 1920: Horrors of the Heart) sekaligus film mendatangnya Haunted Ghosts of the Past (yang sedang menjalani post production), Bloody Ishq adalah cerita tentang Neha (Avika Gor) yang terbangun di rumah sakit pasca sebuah insiden yang turut menghilangkan sebagian ingatannya. Neha ditemani sang suami, Romesh (Vardhan Puri) yang selalu setia menemaninya.

Neha kemudian diboyong kembali ke rumah mereka, sebuha kastil di tengah laut Skotlandia yang hanya dihuni oleh mereka berdua. Selanjutnya, mudah untuk menebak kemana alur Bloody Ishq berjalan, perlahan Neha mulai merasa janggal dan merasa bahwa rumahnya dihuni oleh hantu. Pun, sebagaimana cerita klasik dalam film horror, Romesh jelas menampik dan mengatakan bahwa Neha butuh istirahat.

Saya sudah khatam pola penceritaan Vikram Bhatt yang terobsesi oleh festive-horror berbalut drama romansa yang saling mendominasi tanpa adanya sebuah keseimbangan dan berujung melemahkan satu sama lain. Romansanya acap kali hambar, begitu pula dengan horror-nya yang terlamapu generik sebatas melakukan jumpscare serampangan dengan wajah sang hantu memenuhi layar. Semakin menggelikan dalah fakta bahwa semua hantu di film ciptaannya adalah hasil CGI yang kentara artificial.

Selain hal di atas, twist adalah andalan Vikram Bhatt yang terkadang salah kaprah dalam mengartikan pemakaian. Menurut Bhatt, twist adalalah sebuah kelokan yang sebatas menampilkan kejutan guna membuat penonton terkesan. Padahal, twist yang bagus bukan sebatas susah ditebak (karena film bukanlah sebuah kuis) melainkan bagaimana sang sineas menanam benih yang nantinya menghasilkan sebuah kejutan yang tak mengkhianati hasil.

Twist-nya pun tak seberapa pintar, Bloody Ishq seolah berkaca pad pola cerita FTV berjudul "Ibu tiriku adalah Selingkuhanku". Selain cringey, banyaknya plot hole pun seolah dipaksa masuk demi menghidupkan cerita yang setipis kertas dengan menambahkan karakter pula seksualitas yang konon dapat menjadi obat mujarab bagi para penontonnya. Demikian pikir Vikram Bhatt di setiap filmnya.

Menyerahkan tampuk adegan kepada Avika Gor (yang menandai kedua kalinya sang aktris serial bekerja sama dengan Bhatt pasca 1920: Horrors of the Heart) yang tak memberikan performa meyakinkan sebagai lead, selain sebatas mengartikan ketakutan dengan teriakan sekencang mungkin. Pun, Vardhan Puri serta Jeniffer Piccinato hanya dijadikan bahan eksploitasi kemolekan tubuh mereka alih-alih bahan eksplorasi karakternya.

SCORE : 1.5/5

Posting Komentar

0 Komentar