Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

REVIEW - STARFISH (2023)

 

Starfish merupakan adaptasi langsung dari novel buatan Bina Nayak, Starfish Pickle: A Goan Adventure yang tak konvensional, di mana novelnya sendiri menyoroti kehidupan seorang gadis yang lebih memuja laut ketimbang langit serta luka tersembunyi sekaligus tanda tanya kehidupan yang terasa lebih personal. Sutradara Akhilesh Jaiswal (dalam debut perdana setelah sebelumnya menulis naskah judul populer seperti Gangs of Wasseypur hingga Ugly) menegaskan hal tersebut lewat paruh awal filmnya yang ditandai oleh sebuah voice over karakter utamanya.

Tara Salgaonkar (Khushalii Kumar) adalah gadis yang dimaksud, seorang penyelam sekaligus petugas pembersih laut maupun kolam. Tara sangat menyukai lautan dan makhluk yang tinggal di dalamnya. Itulah mengapa, ketika ia menemukan seekor bintang laut dengan warna ungu merah muda ia tak berpikir lama untuk memeliharanya dalam akuarium koleksinya. Pun, ketika pergi yang diprioritaskan kepada sang ayah (Jagat Singh Rawat) adalah jangan lupa untuk memberi makan ikan.

Kehidupan Tara yang berjiwa bebas memang selalu bertentangan dengan prinsip sang nenek (Nikhat Khan) yang selalu mencemoohnya. Sedari awal, penonton sudah diberi tahu bahwa dibalik kehidupan Tara yang terlihat sempurna, rupanya terdapat sebuah trauma masa lalu yang selalu menghantuinya. Itulah mengapa tujuan utamanya ialah untuk mencari jawaban di balik tulisan buku diari milik mendiang ibunya.

Dalam perjalannya, Tara bertemu dengan Aman (Tushar Khanna) yang diam-diam menyukainya pasca sebuah misi penyelamatan, namun Aman bukan satu-satunya pria yang menemuinya. Hadir pula Neel (Ehan Bhatt) musisi jalanan yang berjiwa bebas dan tinggal bersama seorang guru spiritual, Algo (Milind Soman). Kelak, korelasi antara ketiga pria tersebut, secara tak langsung memiliki jawaban dari pertanyaan Tara.

Judul Starfish sendiri adalah sebuah metafora bagi kehidupan Tara, namun naskah yang ditulis sang sutradara bersama Aditya Bhatnagar (juga Bina Nayak) gagal untuk merealisasikan metafora tersebut sebagaimana tujuan awalnya. Kita paham akan kehidupan Tara yang tak sesederhana kelihatannya (seperti tatkala ia trauma dengan gambar putri duyung) namun naskahnya gagal memberikan jawaban maupun alasan yang setimpal bagi narasinya yang layaknya seperti ombak, terombang-ambing dalam keputusan yang penuh tekanan.

Starfish kebingungan memberikan sebuah tandem bagi rentetan pertanyaan yang sedari awal bak sebuah kalimat retoris nan bernada puitis. Kebanyakan durasi sebatas hadir di permukaan tanpa adanya sebuah kedalaman, terutama mengenai kesehatan mental Tara yang ketimbang sebuah penegasan lebih terlihat sebagai aksi repetisi nihil kontribusi.

Beruntung, Starfish memiliki gambar cantik nan memanjakan mata berupa pemandangan Malta dan Sisilia lewat bidikan kamera Jim Edgar. Sayang, film bukanlah pameran gambar saja, dibutuhkan sebuah cerita yang kuat guna menyampaikan tujuan serta muatan pesan miliknya yang gagal Starfish tampilkan.

Pun konklusinya terkesan menyederhanakan pembangunan yang sedari awal sudah di tanam. Starfish cukup kelabakan dalam menampilkan drama dengan balutan romansa segitiga yang tampil tak seberapa kuat. Sekali lagi, simplifikasi berupa lompatan waktu yang dialami karakternya cukup menjadi jawaban atas segala pertanyaan yang dibiarkan tenggelam dalam palung lautan.

SCORE : 2/5

Posting Komentar

0 Komentar