Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

REVIEW - RAMBUT KAFAN (2024)

 

Familiar dengan judul seperti Rumah Pondok Indah (2006) hingga Terowongan Casablanca (2007)? Mungkin anda sudah tak asing lagi dengan nama Shankar RS yang fenomenal itu bukan? Rambut Kafan menjadi rilisan teranyar sang produser dengan rumah produksi Voxineema (sebelumnya ia tergabung dalam Indika Entertainment) setelah terakhir kali memproduseri Hantu Jeruk Purut Reborn (2017). Memasang nama Helfi Kardit (Hantu Bangku Kosong, Lantai 13, Menjelang Magrib) yang menyutradarai sekaligus menulis naskahnya sendiri, lantas bagaimana hasil filmnya sendiri?

Anwar (Yama Carlos) adalah seorang pengusaha sukses di tengah sang istri, Mirna (Virnie Ismail) yang sudah tiga tahun terbaring sakit. Akibatnya, Tari (Bulan Sutena) harus menjaga sang ibu dari sakitnya-yang konon diduga berasal dari kiriman santet sang adik ipar, Suban (Aiman Ricky) yang pada saat bersamaan datang menagih harta warisan rumah keluarga.

Terlepas dari judulnya yang ambigu, paruh awal Rambut Kafan membuka filmnya dengan menempatkan drama-misteri yang meski tak seberapa kuat, cukup memberikan sebuah gambaran narasi ketimbang kompilasi jump scare sebagaimana pada umumnya. Setidaknya, Helfi mau sedikit bercerita meski terkait kontuniti filmnya sendiri gagal menampilkan itu semua.

Jangan lupakan bagaimana Rambut Kafan sangat dipenuhi pengadeganan kasar akibat transisi yang tak memperhatikan kondisi, misalnya ketika salah satu karakternya tengah terjebak dalam sebuah lift, momen seperti itu nihil sebuah kejelasan selain menciptakan sebuah cela terhadap cerita yang tak ada gunanya.

Berbicara mengeni narasi memang tak ada habisnya, Rambut Kafan seolah ditulis oleh seseorang yang kebingungan membungkus filmnya akan seperti apa. Pun dalam skema horornya sendiri sebatas menjual penampakan hantu serampangan yang hanya duduk di kursi (sebagaimana posternya yang mengingatkan kita akan cover VCD) dengan scoring yang berpotensi merusak gendang telinga. Pengecualian terhadap kematian salah satu karakternya, yang menjadi satu-satunya poin terbaik film ini.

Selanjutnya, Rambut Kafan mulai membuka tabir sebenarnya dengan memperkenalkan karakter baru bernama Gendis (Catherine Wilson) yang merupakan antagonis film ini. Kembalinya Catherine Wilson sebatas pamer raut wajah seram dengan riasan yang tak meyakinkan dan dialog yang dibacakan sekencang-kencangnya seolah ingin mengeluarkan aura jahat, menggiring filmnya ke sebuah penyakit klise film horror Indonesia yang perlahan mulai ditanggalkan. Rambut Kafan mengambil unsur klasik ini dengan sungguh memprihatinkan.

Seolah ingin tampil pintar, Rambut Kafan pun tak ketinggalan menampilkan sebuah double twist yang kehadirannya patut dipertanyakan. Pun klimaks yang seharusnya menjadi sebuah penebusan pun gagal tersaji akibat pengadeganan kurang mumpuni sekaligus performa para pemain yang kurang meyakinkan. Semuanya berlalu begitu cepat, seolah menandakan bahwa filmnya tak memiliki tenaga untuk bercerita, sebagaimana Bulan Sutena yang dalam debutnya kebingungan bahwa ia sedang berada di film yang entah maunya apa?

SCORE : 1.5/5

Posting Komentar

0 Komentar