Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

REVIEW - PEMUKIMAN SETAN (2023)

 

Pasca Qodrat (2022), nama Charles Gozali kian melambung tinggi ketika sang sutradara kembali memberikan sebuah modifikasi sekaligus modernisasi dari beragam referensi. Pemukiman Setan menandai horor keduanya yang masih bekerja sama dengan penulis langganannya, Gea Rexy-pun tampil serupa namun tak sama. Unsur klenik beserta muatan martial arts masih tersimpan di dalamnya.

Pembukanya tanpa tedeng aling-aling menampilkan pemandangan mengerikan ketika eksekusi massa yang dilakukan terhadap Mbah Sarap (Putri Ayudya) dengan latar tempat kerajaan Jawa. Mbah Sarap dicurigai telah menggunakan ilmu hitam di desa tersebut, yang berkat pembawaan sang aktris pula penggunaan scoring mengerikan menguarkan sebuah intensi lebih sekaligus harapan besar akan narasi selanjutnya.

Di masa sekarang, Alin (Maudy Effrosina) terpaksa harus menjadi tulang punggung keluarga demi menghidupi sang adik sepeninggal kedua orang tuanya. Di dorong kebutuhan untuk melunasi hutang ayahnya, Alin memaksa tetangganya, Ghani (Bhisma Mulia) untuk terlibat merampok bersama kedua rekannya, Fitrah (Daffa Wardhana) dan Zia (Ashira Zamita). Mereka menyatroni sebuah rumah di tengah hutan sebagai incaran.

Setibanya di sana, tak butuh waktu lama untuk mereka merasakan sebuah kejanggalan, terlebih setelah mereka secara tak sengaja membebaskan seorang wanita yang konon tengah dijadikan tumbal, Sukma (Adinda Thomas) namanya. Situasi pun berbanding terbalik, ketika tujuan awal memburu harta kini menjadi ajang menyelamatkan nyawa.

Paruh utamanya tampil konvensional, serupa permainan kucing-tikus dengan beberapa jump scare yang sesekali mengisi. Meskipun demikian, terdapat sebuah pembaharuan yang cukup menyegarkan berupa "santet cacing" yang dapat mendorong para karakternya melakukan sebuah hal diluar nalar. Dari sini, Pemukiman Setan mulai tancap gas, mengikuti setelahnya adalah ketika identitas Sukma perlahan mulai terkuak, yang rupanya tak sesederhana kelihatannya.

Setelahnya, parade teror berdarah kian dilipatgandakan, meski terdapat beberapa kekosongan terhadap alur yang kian diulur dan sebatas jadi ajang perpanjangan. Beruntung, Pemukiman Setan menghadirkan karakter Urip (Teuku Rifnu Wikana), paranormal yang kedatangannya untuk menyelidiki (sekaligus memberikan informasi) bahwa kutukan Mbah Sarap belum sepenuhnya lenyap.

Lewat karakter Urip pula Pemukiman Setan menambahkan injeksi berupa suguhan martial arts. Melihat Urip dengan jaket kulitnya bak tengah menyaksikan jagoan kung fu yang tak segan membabat setan segampang dengan  menyodorkan tangan kosong menjadi sebuah hiburan tersendiri, tambahkan unsur komedi berupa dialog tanpa filter Urip yang mampu mengundang gelak tawa.

Selanjutnya, Urip pun membeberkan informasi berupa keadaan pusaka yang konon dapat mengalahkan kekuatan Sukma. Dari sini, Pemukiman Setan mulai bergeser ranah dengan melibatkan para karakternya melakukan sebuah pencarian yang nantinya akan memberikan sebuah pencerahan sekaligus jalan keluar.

Pencariannya mungkin terlihat menggampangkan karena sedari awal, Alin sudah dijadikan sebagai the choosen one, namun itu bukanlah sebuah permasalahan mengingat tujuan utama filmnya bukan mengarah kesana. Terpenting, daya tarik yang kemudian diberikan oleh filmnya membawa sebuah keasyikan tersendiri kala menambahkan bobot terhadap karakter Alin.

Maudy Effrosina memantapkan statusnya sebagai satu lagi scream queen sekaigus jagoan wanita badass, melihatnya menyodorkan keris seolah tengah melihat jagoan yang tak kenal takut seiring sorot matanya yang begitu tajam. Pun, demikian dengan karakter lain semisal Daffa Wardhana yang akhirnya terlihat nyaman di dalam layar, Ashira Zamita yang tampil cukup berbeda dan kebaikan serta kedewasaan Ghani senantiasa melekat pada seorang Bhisma Mulia, sementara Adinda Thomas tampil lebih menggila menghidupkan sosok Sukma dengan tawa cerewetnya.

Konklusinya mungkin sedikit tersendat ketika menampilkan bobot drama, sekaligus bergulir terlalu cepat kala mengakhiri segala kutukannya. Pemukiman Setan mungkin bukanlah sajian superior layaknya Qodrat yang mendapat banjir pujian, ia adalah tontonan yang cukup memuaskan sekaligus menobatkan bahwa sekali lagi, Charles Gozali berkat disejajarkan dengan nama sutradara horor dengan jaminan mutu yang sudah tak perlu diragukan.

SCORE : 3.5/5

Posting Komentar

0 Komentar