Butuh 13 tahun bagi Upi untuk merealisasikan Sehidup Semati. Pasca Belenggu (2013) yang merupakan film terakhir dengan genre serupa, Sehidup Semati pun datang dengan nada yang sama. Kebingungan seorang pria atas apa yang telah menimpanya kini digantikan dengan kegamangan seorang wanita yang dipaksa mempertahankan rumah tangganya.
Wanita itu bernama Renata (Laura Basuki), yang pasca 3 tahun menikah dengan sang suami, Edwin (Ario Bayu) yang kerap memberikan siksaan fisik maupun mental terhadapnya, utamanya selepas Renata divonis tak akan mempunyai keturunan. Rumah tangga Renata kian berantakan selepas ia mulai perlahan mencurigai bahwa sang suami sudah mengkhianti janji sehidup semati yang telah diikrarkan bersamanya, sebagaimana ditampilkan oleh paruh awal filmnya yang menampilkan kesakralan pernikahan (lengkap dengan ditemani lagu Can't Help Falling in Love milik Elvis Presley).
Sebagai seorang penulis, niatan Upi adalah memberikan efek domino dari sebuah dogma maupun ayat yang kerap disalahgunakan. Bahwa kodrat sekaligus fitrah seorang istri adalah untuk patuh terhadap suami, sebagiamana yang kerap digaungkan oleh sang pendeta (Lukman Sardi) secara sentimental dan membawa filmnya ke ranah paling judgemental. Renata yang sedari kecil sudah melihat kepalsuan dogma tersebut nyatanya dipaksa untuk bungkam, tak lain dan tak bukan demi menjaga nama baik keluarga, karena perceraian bagi mereka (yang paling merasa benar) adalah sebuah aib keluarga.
Narasi tersebut jelas lebih dari cukup guna memberikan sebuah sentilan sekaligus tamparan terhadap kejadian dewasa ini, namun, pada kenyataannya Upi terlalu berlarut-larut dalam ilusi miliknya untuk menghadirkan sebuah sajian prestisius pula pretensius dalam menyikapi sebuah momen. Alhasil, apa yang seharusnya menjadi ketertarikan perlahan memudar.
Salah satunya ialah dengan terlalu mengulangi kejadian mistis yang dialami Renata perihal sosok seorang perempuan yang sering melenguh dan bersenandung di kamar sekaligus ruang kerja sang suami. Kejadian ini membutuhkan repetisi yang melelahkan, seiring kejadian menghilangnya seorang wanita muda bernama Ana (Chantiq Schagerl).
Dalam keterpurukan dan kesendiriannya, Renata berkenalan dengan Asmara (Asmara Abigail), wanita di unit apartemen sebelahnya yang bak sebuah antitesis dari Renata. Asmara Abigail tampil over-the-top lewat peran aneh dan misterius (sedikit gila) yang seolah menjadi makanan kesehariannya, sementara Laura Basuki menjadi tandem sempurna, perwujudan seorang wanita yang mengalami kekerasan rumah tangga yang terpampang jelas dari tubuh dan raut wajahnya. Ario Bayu, berbekal tatapan tajam nan intimidatif, seolah mengukuhkan bahwa dirinya adalah spesialis peran red flag.
Sehidup Semati adalah film yang membuat saya jatuh cinta sekaligus benci secara bersamaan. Jatuh cinta dengan segala performa akting, artistik hingga premis yang seharusnya berpotensi tampil memikat sekaligus mengikat. Namun, benci ketika filmnya memasuki paruh kedua ketika persentasi narasi hingga konklusi tak memberikan sebuah jawaban yang setimpal selain menyisakan setumpuk kekurangan. Seumpama ruang kerja Edwin yang sampai tulisan ini dibuat tak kunjung dijelaskan, Sehidup Semati pun menutup kisahnya dengan penuh kekecewaan.
SCORE : 2.5/5
0 Komentar