Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

REVIEW - NIGHT SWIM (2024)

 

Night Swim dikembangkan berdasarkan film pendek berjudul sama yang dirilis pada tahun 2014 sekaligus menandai debut pertama sang sutradara, Bryce McGuire (turut merangkap sebagai penulis naskah bersama Rod Blackhurst) membawa sebuah angin segar ketika horor yang sebenarnya berasal dari sebuah kolam renang.  Sungguh, sebuah premis yang menjanjikan diluar kesan out of the box miliknya.

Semuanya berawal dari kepindahan keluarga Ray Waller (Wyatt Russell), mantan pemain baseball liga utama yang pensiun dini akibat didiagnosis multiple sclerosis turut memboyong istri, Eve Waller (Kerry Condon) bersama kedua anaknya, Izzy (Amélie Hoeferle) dan Elliot Waller (Gavin Warren) ke sebuah rumah di Twin City. Rumah yang diharapkan Eve sebagai rumah terakhirnya ini ternyata memiliki sebuah kolam renang besar, yang di saat bersamaan bisa menjadi tempat refleksi bagi Ray.

Hari kepindahan pertama mereka dilakukan dengan membersihkan segala pekarangan dan kolam, yang pada titik ini menjadi ranah untuk menyebar petunjuk kecil dari rangkaian keanehan semisal air hitam yang keluar dari lubang kolam hingga pantulan air yang senantiasa memberikan sebuah unsur mistisme tanpa pernah terasa dipaksakan. Pun, McGuire paham betul bagaimana membangun tensi ketegangan secara perlahan.

Satu hal yang patut diapresiasi adalah keengganan memborbardir dengan menampilkan jump scare sesering mungkin, Night Swim memilih untuk bernarasi dengan menyoroti segala permasalahan keluarga dengan kolam renang secara kontuniti. Ketika momen itu tiba, hasilnya tepat sasaran, sebutlah momen ketika Izzy berenang bersama teman sekolahnya, Ronin (Elijah Roberts) sembari memainkan permainan Marco Polo.

Berdirinya James Wan di kursi produser nyatanya turut berpengaruh ke dalam representasi cerita di mana unsur J-horror (atau Asian-horror) turut diterapkan, referensi semisal Ringu (1998) adalah yang paling kentara yang menyatu dengan segala kesederhanaan miliknya.

Night Swim adalah tipikal film straight-forward buatan Blumhouse dengan segala ciri khasnya, menyulap budget kecil dengan segala kebutuhan yang tampil secara positif, meski di saat bersamaan ketidakbaharuan pengadeganan acap kali menciptakan sebuah deja vu dengan rilisan sebelumnya. Bukan berarti buruk, namun masih setia dengan pakem rumah produksi.

Itulah mengapa third-act miliknya terasa tertahan selepas konklusi yang bermain di ranah aman. Penyelesainnya amat sederhana, bahwa cinta sejatinya butuh sebuah pengorbanan. Bukan sebuah kekeliruan memang, namun saya rasa potensi lain yang cukup terbuka lebar terasa dikesampingkan. Setidaknya, Night Swim berhasil melakukan tugasnya dalam menebar sekaligus memberikan sebuah thalassophobia.

SCORE : 3/5

Posting Komentar

0 Komentar