Pasca kesuksesan film pertamanya tahun lalu, Pamali: Dusun Pocong yang merupakan adaptasi dari game lokal berjudul The Tied Corpse yang merupakan bagian dari Pamali: Indonesian Folklore Horror kini merilis sekuelnya yang menempatkan benang merah terhadap karakter Cecep (Fajar Nugra) seorang penggali kubur yang kehadiran sepintas di film pertamanya kurang dieksplorasi. Bersama Deden (Bukie B. Mansyur) ia ditugaskan ke sebuah desa dengan wabah mengerikan, di mana banyak korban berjatuhan setelah seluruh tubuhnya dihiasi luka busuk.
Mendampingi tiga nakes, Gendis (Dea Panendra), Mila (Yasamin Jasem) dan Puput (Arla Ailani) yang dikirim oleh kecamatan guna merawat para pasien lewat arahan Mang Yusuf (Ence Bagus). Semula berjalan aman seperti biasanya, sampai keanehan demi keanehan mereka rasakan ketika satu-persatu dari mereka mulai diteror oleh sosok pocong.
Diatas kertas, naskah buatan Evelyn Afnilia yang kembali menulis angsuran keduanya meluangkan waktu untuk bercerita, tak sebatas mengartikan kompilasi jumpscare sebagai bagian dari narasi yang memiliki arti. Pun, terdapat beberapa alur menarik yang menunggu untuk dijawab semisal asal-muasal wabah yang hingga filmnya berakhir hanya sebatas pertanyaan kosong nihil jawaban. Sempat filmnya mengaitkan dengan gejala Covid-19 yang berlalu begitu saja tanpa adanya sebuah penegasan berarti.
Pengarahan Bobby Prasetyo yang kembali meneruskan sekuelnya ini pun tak memberi sumbangsih lebih selain tampil aman mengikuti narasi. Setidaknya, terdapat progres dibandingkan film pertamanya. Ia pun unjuk kebolehan merangkai salah satu momen kematian paling mengerikan yang seketika mengangkat derajat filmnya. Dari sini, titik terbaik Pamali: Dusun Pocong.
Setelahnya, Pamali: Dusun Pocong kembali ke mode awal yang menampilkan perjalanan menyusuri pelosok desa hanya untuk menampilkan karakternya ditakut-takuti. Hasilnya tak seberapa buruk, penonton kasual akan bersorak-sorai menikmati suguhan dengan iringan musik bertempo tinggi setiap kehadiran pocong meneror karakternya.
Fajar Nugra yang melakoni debut pertama sebagai karakter utama unjuk gigi lewat kebolehan berkomedi dengan logat dan bahasa Sunda yang dapat dipahami, banter dialog dengan Bukie B. Mansyur pun memberikan chemistry yang mumpuni, meski untuk urusan komedi, hasilnya berjalan hit and miss. Yasamin Jasem menegaskan bahwa ia semakin nyaman dalam genre horor, sementara penampil terbaik diberikan Dea Panendra yang memudahkan kita untuk membenci Gendis lewat perangai kerasnya.
Mengeksplorasi seputar pamali, filmnya mampu memberikan sebuah twist mumpuni kala mengartikan kepercayaan tersebut dengan abai dan bertindak sok tahu tanpa memahami esensi maupun budaya berbeda tiap masing-masing daerah, konklusinya memberikan sebuah tamparan yang cukup keras yang akan lebih terasa andai Pamali: Dusun Pocong lebih memperkuat narasi dengan memberikan bobot dalam guliran kisahnya. Sangat disayangkan, pesan yang kurang lebih berbunyi "setiap daerah memiliki pantangannya masing-masing" hanya berakhir sebagai angin lalu tanpa adanya sebuah esensi maupun urgensi.
SCORE : 2.5/5
0 Komentar