Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

REVIEW - THE FLASH (2023)

 

Diluar segala kontroversi yang menimpanya, The Flash garapan sutradara Andy Muschietti (Mama, dwilogi It) selain bertugas mengenalkan multiverse (elemen favorit genre superhero dewasa ini) mengambil langkah yang tepat sekaligus paling dasar yang kerap dilupakan para sineas dalam menggarap sebuah sajian superhero, yakni fokus utama terhadap karakter utamanya ketimbang menghadirkan sebuah skala besar yang menjadi ciri khasnya. Sebagai sebuah origin story, The Flash jelas tampil mumpuni.

Setelah beberapa kali melihatnya sebagai cameo, menengok kehidupan The Flash a.ka Barry Allen (Ezra Miller) yang meski berstatus sebagai superhero, nyatanya sering telat untuk sarapan dan berangkat kerja. Sebagai manusia biasa, hal tersebut justru begitu dekat dengan kita-dan The Flash lewat naskah yang ditulis oleh Christina Hodson (Shut In, Bumblebee, Birds of Prey) membawa penontonnya untuk melihat kehidupan personal si pemilik gelar Scarlet Speedster ke ranah personal miliknya.

Setelah mengetahui bahwasannya Speed Force miliknya dapat membawanya kembali ke masa lalu, Barry yang rindu akan rumah dan keluarga rupanya memiliki misi khusus untuk mencegah kematian sang ibu, Nora (Maribel Verdú) yang tewas terbunuh sekaligus menyelamatkan sang ayah, Henry Allen (Ron Livingstone) dari jeratan hukum. Secara tak sengaja, Barry yang tak mengindahkan perkataan Bruce Wayne (Ben Affleck) agar tak bermain-main dengan realitas waktu membuat sebuah kekacauan yang bisa saja menghancurkan dunia.

Paruh awal The Flash, selain sebagai proses introduksi turut menyentuh ranah komedi berkat kepiawaian Ezra Miller dalam menangani aksi berbalut komedi, sebutlah momen yang melibatkan kejatuhan bayi hingga misi penyelamatannya bersama Batman yang kemudian turut menampilkan cameo salah satu anggota Justice League mampu menyulut sebuah atensi tersendiri sekaligus menandai kepiawaian Muschietti merangkai aksi, yang meski jauh dari sempurna (beberapa diantaranya memiliki potensi namun kurang tergali) setidaknya memberikan sebuah crowd-pleaser menyenangkan.

Selanjutnya, kita tahu bahwa nantinya The Flash akan menjelajah realitas waktu setelah menemui dirinya versi muda sekaligus demi memperbaiki keadaan (ditengah keruwetan) dengan meminta bantuan dari Bruce Wayne (Michael Keaton, yang masih prima dan bertenaga memerankan Batman) dan turut menyelamatkan Kara Zor-El a.ka Supergir (Sasha Calle) dari tahanan militer. Tugas mereka menyelamatkan dunia pasca invasi General Zod (Michael Shannon) yang ingin menciptan dunia baru miliknya dengan menghancurkan bumi.

Tentu yang ditanyakan setelah mengetahu fakta diatas adalah bagaimana aksinya berlangsung? The Flash memulainya dengan terlalu santai meski ini berarti turut mengenalkan sebuah perspektif baru dari para tokohnya setelah beberapa kebingungan yang menimpa. Deretan aksinya mungkin banyak yang tertahan, meski jika mengabaikan segala tetek bengek kerapian miliknya, daya hibur tinggi masih dapat ditemui.

Sebagai jalan menuju perpisahan (sebelum nantinya DC akan berada dibawah naungan James Gunn) The Flash sejatinya menawarkan sebuah kesegaran untuk sebuah hiburan pula turut melibatkan hati tatkala tugas utama "menyelamatkan" diberikan definisi lebih oleh naskahnya. Terlepas gagal atau tidaknya sebuah tindakan, niat mulianya tersebut sudah memberikan sebuah harapan, dan para karakter di dalamnya turut diberikan sebuah pemahaman serupa.

Sehingga tatkala naskahnya berjalan di ranah personal, dampak signifikan turut diterapkan, mengingat para superhero ini tengah berproses untuk menghadapi sebuah kehilangan yang berujung pada sebuah perelaan. Bukan sebuah perkara gampang memang dan The Flash merangkai momen tersebut secara lebih intim dalam menjamah sebuah art of letting go.

Biarpun memiliki kekurangan yang sulit dihindarkan (salah satunya pemakaian CGI yang kentara artificial, meski saya sendiri meyakini ini adalah sebuah kesengajaan), The Flash membuktikan bahwa dibalik megahnya dunia, terdapat sebuah jiwa sengsara yang ingin mengakhiri penderitaannya. Definisi inilah yang membawa karakternya terhadap sebuah pendewasaan khas drama coming-of-age.

Sulit untuk tak menyebut bahwa The Flash begitu meriah akan easter eggs yang akan membuat para penggemarnya bersorak kegirangan. Entah itu berupa momen blink and you will miss it ataupun yang disengaja sebagai sebuah surat cinta akan perjalanan panjangnya, rasanya sebuah perayaan patut dirayakan mengingat kali ini bahasannya begitu membumi sekaligus layak untuk dipuji.

SCORE : 3.5/5

Posting Komentar

0 Komentar