Sebagai mockumentary, Marui Video punya alasan menarik untuk menggaet atensi penonton. "Bagaimana jika sebuah video kaset VHS sarat kekerasan sengaja disembunyikan di ruang bawah tanah kejaksaan?". Tentu, sebagaimana naluri manusia yang mempunyai keingintahuan yang tinggi terhadap sesuatu yang dilarang atau dilanggar, para remaja berdasarkan keputusan tersebut memutusan untuk membuat sebuah film dokumenter.
Kim (Seo Hyun-woo) adalah seorang reporter yang mempunyai akses ke kantor kejaksaan Korea Selatan, tempat di mana video tersebut sengaja disembunyikan. Jika diperlihatkan, video tersebut menampilkan sepasang kekasih yang tengah menginap di sebuah losmen sebelum sang pria menusuk si wanita dengan pisau dan bertingkah layaknya orang yang kesurupan. Semakin mencuatkan penasaran tatkala muncul penampakan seorang pemuda yang mengenakan topi di sudut cermin yang secara logika sulit untuk dijelaskan.
Mengenai alasan mengapa video tersebut disegel ternyata tak seekstrim kelihatannya, fakta di lapangan yang justru tampil lebih menyeramkan ketika si pria bersikukuh tidak melakukan pembunuhan-sebelum akahirnya memutuskan untuk melakukan bunuh diri di sel penjara. Dari sini, Marui Video berjalan ke ranah investigasi intens ketika sekumpulan para pembuat film dokumenter mulai mewawancarai orang sekitar guna menambah informasi dan memperkuat bukti.
Diutradarai sekaligus ditulis naskahnya oleh Yoon Joon-hyeong, paruh awal Marui Video mengeliminasi pakem horror found-footage konvensional di mana investigasi berbalut misteri lebih dikedepankan ketimbang memperbanyak stok penampakan. Semuanya berjalan secara perlahan tapi pasti, ketika filmnya melempar sebuah pertanyaan, jawaban segera di dapat. Singkatnya, ini tak memusingkan penontonnya-selain diharuskan senantiasa fokus agar tak terlewat sebuah informasi penting.
Saya berani menyebut Marui Video layaknya Noroi: The Curse (2005) dengan segala pendekatan khasnya sebelum semuanya seolah terjun payung kala filmnya memasuki paruh kedua yang justru tampil generik dan konvensional. Itu semua bermula tatkala sebuah proses pengusiran setan yang berjalan terlampau lama dan minim sebuah keseraman, Berbicara mengenai seberapa seram filmnya tentunya tentatif dan kembali ke persepsi masing-masing, namun bagi saya yang sudah menyaksikan beberapa film sejenis, keseramannya seolah memudar, jauh dengan apa yang ditampilkan oleh The Medium (2021).
Yoon Joon-hyeong mulai kehabisan ide tatkala paruh awalnya semuanya ditumpahkan dan memilih jalan curang dengan menebus apa yang belum ditampilkan dengan menampilkan penampakan serutin mungkin lewat pemakaian kamera shaky cam dengan teknik editing yang tak kalah kacau. Ini sejatinya mengkhianati apa yang sudah dirancang sedari awal yang kembali mematenkan bahwa Marui Video tak ubahnya film mockumentary lainnya dengan secuil pembaharuan yang tak signifikan.
SCORE : 3/5
0 Komentar