Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

REVIEW - PHONE BHOOT (2022)

 

Mudah untuk menyebut bahwa Phone Bhoot merupakan parodi dari Ghostbuster yang fenomenal itu. Demi melindungi hak cipta, mari kita sebut saja Bhootbuster yang alih-alih mempunyai kekuatan tersendiri, mereka mengandalkan bantuan dari seorang hantu baik bernama Ragini (Katrina Kaif) yang mereka temui pasca perayaan halloween yang diadakan berujung sepi dan terjebak pada dunia lain di mana nomor trek Kinna Sonna dimainkan.


Ialah Major (Siddhant Chaturvedi) dan Gullu (Ishaan Khatter), dua pemuda yang tinggal bersama dan sedari kecil amat menyukai hantu dan roh. Beragam pop culture serta pernak-pernik horor menghiasi rumah mereka, hingga datanglah ayah keduanya yang menanyakan mengenai perihal tujuan hidup mereka yang selalu memberatkan orang tua, bahkan Gullu dan Major diminta untung mengganti uang sejumlah 5 crore sebagai biaya ganti yang mereka habiskan.


Sempat putus asa dan kebingungan, namun kukuh akan passion yang dimiliki, Major dan Gullu kemudian mengikuti instruksi Ragini dengan membuka pelayanan jasa pengusiran hantu bernama Phone Bhoot yang sempat diremehkan dan menjadi bualan masyarakat, dan lagi-lagi Ragini membantu kasus pertama mereka, yang seperti kebanyakan film bertemakan from-zero-to-hero, membuka peluang keduanya untuk dikenal masyarakat pula roh yang akhirnya menemukan moksha (keselamatan).


Ditulis naskahnya oleh Jasvinder Bath bersama Ravi Shankaran (Pal Pal Dil Ke Paas, Rocket Gang), Phone Bhoot tampil mengenyahkan logika dan mempersilahkan kita untuk menikmati segala kebodohan yang nantinya menghantarkan sebuah hiburan. Hasilnya memang fluktuatif, meski secercah tawa maupun senyum simpul mampu tampil, terlebih bagi anda yang paham dan mengerti pop culture era 80-an.


Terkait moksha, Phone Bhoot sempat "memanusiakan hantu" dengan segala relevansi kemanusiaan miliknya, di ranah ini filmnya tak sebatas bungkus kopong yang kehadirannya hanya untuk bersenang-senang, ada hati yang dimainkan, ada pula perasaan yang turut mengiringi sebuah perjalanan menuju gerbang keselamatan.


Chemistry Chaturvedi-Khattar saling mengisi di saat perbedaan latar (Tamil dan Punjab) keduanya menjadikan sebuah banter yang menarik untuk disimak. Dalam masalah pengusiran hantu misalnya, kedua budaya tersebut turut ditampilkan, meski hanya secuil yang digunakan, setidaknya akan sangat mudah untuk dikenali. Katrina Kaif sekali lagi berada di dalam zona nyamannya, memaikan komedi dengan gaya deadpan lengkap dengan rentetan dialog bernada meta.


Phone Bhoot memang terlalu over-the-top dalam masalah komedi, sehingga kala narasinya berbicara tampil cukup serius, seolah tak ada ruang untuk menghantarkan sebuah drama yang relevan (romansa Ragini misalnya) dan terlampau disepelekan. Karakterisasinya sebatas di permukaan, nihil sebuah kedalaman.


Puncaknya adalah tatkala trio bhootbuster harus berhadapan dengan Aatmaram (Jackie Shroff), musuh utama yang sedari kecil sudah mempelajari ilmu hitam. Shroff bak memparodikan masa mudanya sebagai villain dan jelas ia amat bersenang-senang, meski sekali lagi, sulit untuk menganggap ancaman yang dilontarkan serius, kedigdayaan yang dimiliknya luntur seiring naskahnya terlalu berusaha untuk melucu.


Hingga tatkala durasi mulai menemui konklusi, persentasinya amat lemah. Phone Bhoot seolah menekan tombol fast-forward dan mengolok-olok twist miliknya sendiri. Padahal, jika diberi sebuah kesempatan, sutradara Gurmmeet Singh (Inside Edge, Mirzapur) cukup piawai dalam menciptakan kesenangan, yang kali ini seolah terhalang sebuah kebebasan untuk bereksplorasi di tengah naskah dan karakternya kebanyakan berimajinasi.


SCORE : 3/5

Posting Komentar

0 Komentar