Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

REVIEW - POTRET MIMPI BURUK (JAFF 2022)

 

Potret Mimpi Buruk (semula berjudul Kuyang: Potraite of a Nightmare) adalah film horor perdana sutradara kawakan Ismail Basbeth (Another Trip to the Moon, Mobil Bekas dan Kisah-Kisah dalam Putaran, Keluarga Cemara 2) yang sebelumnya piawai menghasilkan film bertempo lambat sarat perenungan dan pemaknaan. Hingga kala sang sutradara menghasilkan sebuah sajian horor, terdengar sebagai sebuah hal yang menggiurkan bukan? Sayang seribu sayang, seolah mengamini judulnya, Potret Mimpi Buruk adalah karya terburuk sang sutradara.


Sekuen pembukanya tampil menjanjikan sekaligus menegangkan kala seorang wanita hamil, kelak diketahui bernama Hujan (Salvita Decorte) tengah dikejar oleh sosok misterius bernama Hitam (diperankan oleh Annisa Hertami dalam ekspresi wajah menakutkan) di tengah hutan, Hujan menjerit sendirian. Cerita kemudian berselang, hujan yang memasuki perkampungn tengah duduk di sebelah kandang ayam pada waktu tengah malam, sementara seorang pria bernama Bayu (Cornelio Sunny) datang menghampirinya.


Kelak Bayu akan menolong dan memberikan tempat tinggal kepada Hujan. Dari sinilh naskah yang juga ditulis oleh Basbeth mulai menampakkan ketidakberesan. Biasanya sang sutradara yang kerap melakukan pengadeganan secara pelan, terkandung di dalamnya sebuah keindahan visual atau pesan spesial, dalam Potret Mimpi Buruk apa yang ditampilkan tidak pernah memberikan sebuah kesinambungan. Kita hanya melihat kedua karakternya makan, mandi hingga berpakaian tanpa adanya sebuh maksud dan tujuan, selayaknya kegiatan biasa yang kerap dilakukan.


Tempo lambat amat melelahkan untuk dilalui. Saya tak pernah merasa keberatan dengan pemilihan ini, namun lain cerita apabila hal tersebut sebatas tampil dan digunakan tanpa adanya maksud dan tujuan. Potret Mimpi Buruk hanya memperlambat adegan untuk sampai pada keseluruhan durasi 84 menit yang bagaikan sebuah mimpi buruk.


Memasuki pertengahan, Basbeth mulai melempar sebuah pertanyaan. Apa hubungan Hujan dengan lukisan yang digambar oleh Bayu yang selalu mnenampilkan wajah sang wanita padahal belum pernah bertemu sebelumnya? Apa juga arti dari lukisan yang selalu berubah pada waktu bersamaan? Pertanyaan tersebut dibiarkan menumpuk, hanya sebatas diberikan sebuah jawaban tak sepadan yang teramat menggampangkan.


Bayu dan Hujan kemudian mendatangi Awan (Karina Salim), seorang peramal yang juga pernah berhubungan dengan Bayu. Karina Salim lewat pembawaan misterius miliknya mampu menyuntikan secercah tenaga, terlebih kala dalam sebuah adegan ia menari secara misterius untuk memulai sebuah ritual. Dari sini identitas Hitam diungkap, yang justru menggiring pada sebuah kesimpulan yang cukup berlawanan dengan pesan yang coba disuarakan.


Pesannya sendiri tampil jelas, namun ada sebuah salah kaprah yang sutradaranya sendiri khawatirkan, yakni perihal male gaze lewat penggambaran karakter wanita. Ini bukan hanya sekedar male gaze, lebih mengerikan daripada itu, Potret Mimpi Buruk seolah memberikan dukungan dan pembenaran terhadap tindakan pria yang dilakukan lewat barang yang ada dibalik celana.


Menjelang konklusi, barulah Basbeth unjuk gigi tatkala ia mulai berani menampilkan sang titular, yang meskipun tampil dalam kadar yang sebentar, ampuh dalam menggedor jantung sekaligus atensi. Saya menyukai bagaimana ia memberikan sentuhan folk horror dalam sebuah sekuen yang melibatkan api, meski untuk keselurah filmnya secara utuh, Potret Mimpi Buruk adalah sajian yang teramat buruk, yang tak pernah saya sangka akan datang dalam karya  sutradara kenamaan dan kebanggaan negeri ini.


SCORE : 1/5

Posting Komentar

0 Komentar