Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

REVIEW - LOOK AT ME TOUCH ME KISS ME (JAFF 2022)

 

Merupakan omnibus hasil kerja sama tiga negara (Malaysia, Indonesia, dan Korea Selatan), Look at Me Touch Me Kiss Me berlatarkan masa pandemi Covid-19 di mana para manusia beda negara sama-sama tengah merasakan kekalutan serupa. Terbagi menjadi tiga bagian (dalam buatan sutradara tiga negara) filmnya menampilkan tiga fase pandemi yang disinyalir sempat mengalienisasi cinta, namun sulit untuk menghilangkan bahwa perasaan cinta dan suka masih tetap ada meski dunia sedang dilanda duka dan keadaan sedang tak baik-baik saja.


Look at Me garapan sutradara Ho Yuhang menjadi pembuka. Mengetengahkan kisah dua manusia yang tengah dilanda masa pandemi pada masa awal, di mana Adam (Jad Hidhir) yang merupakan penjaga sirkuit gokart harus menghadapi seorang wanita yang bekerja di sebuah syarikat peminjaman uang (Lynn Lim). Adam adalah salah satu orang yang mempunyai hutang, pun kita mengetahui bahwa sang wanita adalah salah satu customer service yang tugasnya menagih hutang. Lambat laun, kedekatan tak sengaja keduanya tumbuh secara perlahan, hingga keputusan Adam yang tak terduga semakin merekatkan keduanya.


Yuhang kerap bermain dalam mode sederhana, di mana penonton diposisikan sebagai pengamat kegiatan keduanya. Ada interaksi love/hate yang disalurkan oleh Hidhir dan Lim secara nyata, meski keduanya saling ragu untuk mengungkapkan perasaan cinta. Look at me adalah pembuka ringan yang lewat konklusinya sempurna mewakili sub judulnya, walaupun untuk menampilkan hal itu terkadang keputusan Yuhang amat menggantungkan pada sebuah narasi dadakan yang cukup kasar, meski tak sampai mengganggu konklusi manis miliknya.


Touch Me adalah perwakilan Indonesia. Disutradarai oleh Djenar Maesa Ayu, ini mengisahkan tentang seorang pria (diperankan oleh Marthino Lio), yang memiliki sebuah bar kecil-kecilan. Memasuki masa pandemi yang mulai mengganas, naas, usahanya kian sepi-sementara ia tak memiliki aset lain selain bar tersebut. Sekuennya dibuka tatkala secara tak sengaja ia tengah memeluk sang sahabat (diperankan oleh Sha Ine Febriyanti) dalam efek mabuk berat keduanya. Sang wanita menolak keras pasca sadar, sementara kita tahu bahwa si pria amat menyukainya sedari dulu.


Djenar Maesa Ayu membawa hal serupa sebagaimana Yuhang terapkan, tatkala interaksi dikedepankan guna menorehkan sebuah informasi yang perlahan tersibak. Saya menyukai interaksi mereka yang layaknya sebuah sahabat dekat yang terjerat oleh sebuah "zona sahabat". Marthino Lio lewat akting subtil miliknya menyalurkan aura sebagaimana pria yang menyukai sahabatnya sendiri, ada sebuah keresahan sekaligus kepedulian di matanya, bahkan ia pun hafal betul kebiasaan sang sahabat.


Touch Me menggambarkan bahwa perasaan cinta tak seharusnya selalu berbalas, meski terdapat kemungkinan menuju kesana. Cinta tak melulu haris dipaksa, melihat sang pujaan bahagia rasanya sudah lebih cukup. Pun, sentuhan kecil yang meski diartikan bukan sebagai cinta rasanya lebih bermakna daripada jauh tanpa pernah merasakan apa-apa. Sekuen favorit saya adalah tatkala keduanya saling berbicara jujur mengenai masalah yang dihadapi, sembari menatap langit-langit dengan keadaan dua tubuh saling bersilang dan terlentang.


Kiss Me menjadi penutup yang lucu, tatkala segmen hasil garapan Kim Tai-sik menyoroti kehidupan seorang operator forklift bernama Gi-nam (Hong Wan-pyo) pemuda keturunan Indonesia yang belum pernah merasakan ciuman. Kiss Me sempat terjerumus pada penggambaran mimpi basah seorang pria dengan segala imajinasinya-yang untungnya tak tampil berlarut-larut. Nana (Lee Tae-kyung) adalah wanita yang ia temui di sebuah jasa ciuman. Nana yang lumpuh mengajarkan teknik ciuman secara runut, termasuk menganalogikan tata caranya dengan menggunakan forklift.


Kiss Me memang tak menawarkan sebuah pembaharuan selain mengandalakan persona pemainnya yang tampil gemilang. Ada sebuah ironi yang coba ditampilkan dalam sebuah adegan yang melibatkan bilik penjara dikemas sebagaimana kepiawaian sinema Korea melakukan keahliannya dalam meramu drama, mesku terkait konklusinya tak seberapa besar, dalam artian berjalan pada ranah formulaik. Setidaknya ini adalah segmen paling ringan dan menghibur.


Pada akhirnya, Look at Me Touch Me Kiss Me adalah sebuah omnibus yang cukup menyenangkan, menggambarkan fase cinta lewat perspektif berbeda. Cinta yang beragam bentuk dan maknanya takkan pernah hilang selama pecinta selalu mengembangkan kepedulian, perasaan hingga tindakan yang mendasari cinta itu. Masa sulit dan keadaan pahit bukanlah sebuah halangan yang harus dihindarkan.


SCORE : 3.5/5

Posting Komentar

0 Komentar