Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

REVIEW - VIKRANT RONA (2022)

 

Vikrant Rona dibuka oleh sebuah dongeng mengenai brahmarakshasa oleh sekumpulan anak-anak, seolah menjawab kebenaran tersebut, menyusul setelahnya adegan ketika seorang wanita yang mengendarai mobil bersama anak perempuannya menemukan sebuah kejanggalan, yang pada akhirnya menghilangkan nyawa sang anak. Cerita seketika berselang, seolah memberikan kesan bahwa apa yang terjadi setelahnya akan berulang.


Benar saja, ketika Janardhan Gambira (Madhusudan Rao), tuan tanah penganut budaya patriarki, kedatangan seorang teman lama, Vishwanath Ballal (Ravishankar Gowda) yang turut serta memboyong keluarganya untuk meminta izin kepada Janardhan guna melangsungkan pernikahan sang puteri, Panna (Neetha Ashok) di sebuah rumah leluhur mereka di desa Kamarottu, yang dengan tegas Janardhan tolak dengan alasan bahwa rumah tersebut berhantu, dan dihuni oleh brahmarakshasa.


Masalah perizinan yang belum disetujui itu seketika dihebohkan tatkala Panna bersama Sanju (Nirup Bhandari), anak Janardhan yang kembali pulang dari London setelah 28 tahun menghilang dan menetap di sana, menemukan mayat seorang Inspektur polisi di sebuah sumur dengan kondisi tergantung dan kepala menghilang. Dari sinilah Vikrant Rona (Sudeepa) datang, menggantikan polisi yang tewas sekaligus mencari kebenaran akan kasusnya yang kerap dikaitkan dengan brahmarakshasa.


Ditulis sekaligus disutradarai oleh Anup Bhandari (RangiTaranga, Rajaratha), Vikrant Rona menawarkan sebuah aksi-petualangan sekaligus misteri layaknya sajian seperti Indiana Jones, bahkan penampilan pertama tokohnya sarat inspirasi akan aksi Jack Sparrow di Pirates of the Caribbean, ganti segala perlengkapan bajak laut dengan setelan ala detekif, di mana kemeja kotak-kotak, newsboy cap hingga cerutu tak pernah absen melekat padanya.


Pun demikian dengan tata artistiknya yang menunjang apa yang dibutuhkan filmnya, nuansa gelap, hutan belantara, kuil terbengkalai sempurna mewadahi segala kisahnya yang penuh akan misteri dan tanda tanya. Vikrant Rona pun dibekali oleh CGI mumpuni, kuantitas filmnya tak perlu diragukan lagi, meski sayang tak dibekali oleh narasi yang lebih berisi.


Benar, narasinya kaya akan beragam premis yang coba diejwantahkan oleh Bhandari secara perlahan tapi pasti mulai kehilangan arah tatkala pengadegannya sendiri kebingungan menentutkan posisi, alhasil transisinya pun begitu kasar. Perihal memaikan logika, filmnya cukup mengecoh di mana secercah misteri dan tokoh yang dicurigai saling berganti, membawa filmnya untuk memerlukan atensi yang cukup nyaman untuk dinikmati.


Lagi-lagi Bhandari kewalahan perihal memainkan presisi di mana kebanyakan materi yang sengaja dibelokkan untuk menciptakan urgensi harus berakhir terlalu dini. Apa yang diharapkan berlangsung lama terkadang cepat berakhir, demikian pula dengan apa yang sebenarnya tak terlalu menunjang akan cerita dibiarkan berlarut-larut, sebutlah unsur komedi di dalamnya yang alih-alih memberikan warna tersendiri, justru tenggelam seiring berjalannya durasi.


Beruntung, jajaran pemainnya tampil solid. Sudeepa jelas adalah nyawa utama filmnya, entah itu kala ia memainkan aksi laga maupun dalam porsi drama ketika kehangatannya senantiasa terlihat jelas dalam sorot matanya. Demikian pula dengan penampilan khusus dari Jacqueline Fernandez sebagai Rakkamma, pemilik bar yang meski perannya amat minor-bahkan tak terlalu berpengaruh akan cerita, memberikan semangat kala turut memeriahkan nomor trek musikal.


Tentu akan ada sebuah twist di penghujung cerita di mana konklusinya diisi oleh ragam aksi tangan kosong yang cukup mumpuni, meski terkait pengambilan gambarnya amat mengganggu. Paling kentara adalah ketidakmampuan Bhandari dalam mengatur blocking pemain, yang hadir tatakala dibutuhkan, padahal di sana melibatkan beberapa karakter. Ini pula yang membuat Vikrant Rona memiliki punchline yang lemah, meski tak keseluruhannya begitu salah.


Twist-nya mungkin bukan hal yang baru. Terlampau formulaik untuk ukuran film yang sedari awal tampil dengan oktan yang cukup tinggi. Komparasi dengan mitologinya terkesan ujug-ujug, sebatas menempatkan, tanpa pernah mencoba mengeksplorasinya lebih dalam. Pada akhirnya, Vikrant Rona adalah sajian yang cukup menyenangkan di beberapa bagian, potensinya terabaikan akibat kurangnya sebuah kepekaan dan kerapian dalam hal penuturan.


SCORE : 3/5

Posting Komentar

0 Komentar