Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

REVIEW - SRI ASIH (2022)

 

Penundaan jadwal perilisan ulang (semula dicanangkan rilis pada 6 Oktober) memang memicu sebuah keraguan. Saya masih ingat jelas waktu itu ketika acara meet and greet filmnya sudah mulai dilaksanaan, pengumuman pembatalan rilis yang tak selang waktu lama dilakukan. Namun, setelah menyaksikannya secara keseluruhan, semua skeptisme itu seketika luntur, hanya ujaran "Inilah sajian Superhero yang kita butuhkan" yang mampu menjawabnya.


Diangkat dari komik buatan R.A. Kosasih, Sri Asih mengetengahkan kisah mengenai Alana (Pevita Pearce) yang lahir dalam usia kandungan 5 bulan ditengah peristiwa meletusnya gunung Merapi. Selang beberapa tahun, Alana kecil yang tinggal di panti asuhan, kemudian diadopsi oleh Sarita (Jenny Zhang) yang kemudian membesarkannya menjadi seorang fighter, terlebih dalam menjaga kestabilan dan kontrol akan kemarahan Alana.


Sedari awal durasi, naskah yang ditulis oleh Joko Anwar bersama Upi (turut merangkap sebagai sutradara) turut melemparkan kritikan akan dominasi keberadaan pria (alpha male), budaya patriarki, toxic masculinity, para penjahat berdasi, pemangku keamanan yang mementingkan pemasukan ketimbang keadailan hingga para pengusaha korup yang terang-terangan berbicara alergi dengan rakyat jelata. Masyarkat komunal kian terpinggirkan. Disitulah kebutuhan akan sosok pahlawan dibutuhkan.


Kemashyuran Alana sebagai petarung yang sukar dikalahkan kemudian mengundang perhatian Mateo (Randy Pangalila), putera tunggal Prayogo Adinegara (Surya Saputra), pengusaha korup yang selalu menghalalkan segala cara demi mendapatkan keinginannya. Pun, kebiasaan tersebut juga mengalir kepada Mateo, yang sempat diberitakan-dibebaskan pasca diduga melakukan tindak kekerasan terhadap perempuan.


Dari sini titik balik itu kemudian menemukan jalannya setelah Alana kemudian berkenalan dengan Kala (Dimas Anggara), cucu dari Eyang Mariani (Christine Hakim) yang turut menjelaskan bahwa Alana adalah titisan dari Dewi Asih (diperankan oleh salah satu aktris kenamaan negeri ini) yang harus melindungi dunia dari ancaman Dewi Api (Dian Sastrowardoyo).


Lewat penjelasan Eyang Mariani, kita mengetahui masa depan Bumilangit yang patut untuk dinantikan, terlebih guliran karakternya begitu menarik untuk disimak. Saya takkan membahasnya secara lebih mendalam, atau review ini akan menjadi sebuah esai dan berpotensi membuka sebuah spoiler. Jawabannya cukup saksikan di layar lebar selagi itu masih bisa dijangkau.


Tak cukup sampai di situ, penceritaan semakin meluas kala kita diperkenalkan pula dengan Jatmiko (Reza Rahadian), polisi yang kerap jadi kacung untuk Prayogo, sementara lingkungan sekitar juga membencinya. Ada pula sub-plot mengenai Tangguh (Jefri Nichol), si wartawan sekaligus teman masa kecil Alana. Setelah gemar memainkan karakter remaja bad boy, kini Jefri kembali unjuk gigi dengan memainkan karakter pria penuh kecanggungan, yang dalam beberapa kesempatan kerap dijadikan bahan komedik filmnya.


Harus diakui, Sri Asih memang lebih unggul dari Gundala (2019) baik itu dari segi kualitas maupun kuantitas. Namun, itu bukan berarti menjadikan filmnya sempurna, terdapat sebuah kelemahan dari narasi yang amat kentara terasa kekurangannya. Salah satunya ialah karakterisasi untuk karakter Sri Asih yang urung dieksplorasi secara lebih selain sebatas sosok terpilih. Pun demikian dengan sang villain utama, yang keberadaannya sengaja disembunyikan untuk melancarkan sebuah twist, sementara jalan yang ditempuh sebelumnya urung akan eksplorasi.


Twist-nya mungkin akan gampang diprediksi, meski jalan untuk menuju kesana sedikit mencurangi. Untungnya, Sri Asih memiliki sekuen aksi mumpuni meski jauh dari kata variatif. Terlebih, camerawork-nya kerap terasa stagnan, meski beberapa diantaranya tampil cekatan. Hal yang paling cukup mengganggu adalah transisi pengadeganan yang kerap tampil jumpy, pun ketika ketiadaan Sri Asih filmnya seolah kehilangan daya.


Memerankan karakter Sri Asih adalah takdir bagi Pevita Pearce, pun Pevita nsendiri adalah nyawa bagi Sri Asih. Sulit membayangkan kalau Sri Asih dimainkan bukan oleh Pevita, yang berkat kerja keras dan kemampuannya melakoni beragam aksi (90% adegan aksi ia lakukan sendiri) menjadikan karakternya sebagai salah satu sosok superhero wanita badass. Kecantikan dan kekuatan paripurna yang dimilikinya adalah anugerah bagi siapa saja yang melihatnya.


Meskipun jauh dari kata sempurna, Sri Asih adalah pencapaian tertinggi film Superhero lokal sejauh ini. Final battle-nya sendiri adalah harga yang pantas untuk sobekan tiket yang telah anda keluarkan. Setidaknya, apa yang disampaikan filmnya mampu memberikan sebuah pengalaman yang cukup memuaskan. Mari kita nantikan jagat sinema Bumilangit yang sebelum filmnya di mulai sudah menampilkan sebuah proyek selanjutnya, demikian pula dengan apa yang ditampilkan setelah filmnya usai.


SCORE : 3.5/5

Posting Komentar

0 Komentar