Menyandang titel sebagai satu lagi film horor Indonesia yang merupakan adaptasi video game pasca DreadOut (2019), Pamali membuka rentetan film horor lokal yang rilis tiap minggu menyemarakan perayaan halloween dengan cukup prihatin. Ketika kuantitas mengalahkan kualitas akhirnya terjadi lagi di film horror yang cukup menjanjikan diatas kertas ini.
Kisahnya sendiri tak jauh dari formula film horor kebanyakan, di mana Jaka (Marthino Lio) turut memboyong istrinya yang tengah hamil tua, Rika (Putri Ayudya) ke sebuah desa pasca ia kehilangan pekerjaannya. Kedatangan mereka bukan untuk menetap, melainkan tinggal selama tiga hari untuk membersihkan rumah peninggalan orang tua Jaka, Lilis (Unique Priscilla) dan Dadang (Rukman Rosadi) yang sudah lama tak dihuni. Lewat bantuan Cecep (Fajar Nugra), mereka telah menemukan orang yang sudah siap membeli rumah tersebut.
Saya tak keberatan apabila sebuah film horor tak menampilkan premis yang berbeda-melainkan berharap bahwa sebuah kontuniti dihasilkannya tanpa pernah melupakan sebuah rules yang semula diterapkan. Sayang, naskah yang ditulis oleh Evelyn Afnilia (Until Tomorrow, Keluarga Tak Kasat Mata, Surat dari Kematian) lalai menjabarkan pertanyaan sederhana semisal apakah mereka diganggu karena melanggar pamali? Jika bukan, mengapa repot-repot memasukan rentetan dialog pula menampilkan Rika yang melanggar adat pamali dengan menggunting kuku dan memotong rambut malam-malam?
Sesekali Pamali turut menggiring penonton pada masa lalu, di mana dikisahkan Nenden (Taskya Namya), kakak Jaka, turut pula melanggar hal serupa disamping hatinya terguncang kala mengetahui keberadaan suami yang tewas di medan perang. Saya mengagumi bagaimana penyutradaraan Bobby Prasetyo (Bunda: Kisah Cinta 2 Kodi, Eyang Putri) dalam melakukan sebuah transisi masa kini-masa lalu yang sebagaimana Kimo Stamboel lakukan di Ivanna (2022) tampil lebih variatif tanpa harus mengurangi dampak yang dihasilkan. Meski, sekali lagi hal tersebut tampil tak kontuniti di beberapa momen kasual yang kentara tampil kasar, seolah melawan arus.
Padahal, sedari filmnya dibuka, Pamali tampil lebih hati-hati di mana naskahnya meluangkan waktu untuk bercerita ketimbang langsung mengedor penontonnya dengan deretan jumpscare, sempat pula melempar sebuah petunjuk yang nantinya ditinjau kembali atau untuk sekedar membuat penonton harap-harap cemas. Sayang, hal tersebut berjalan sambil lalu ketika naskahnya kembali kebingungan menutup sebuah persoalan.
Ketika momen penebusan dilakukan, Pamali menumpukan momen tersebut menjelang akhir, yang mana sedari awal build-up harusnya dikembangkan, ia malah sibuk mengulur waktu, bahkan momen ketika Jaka meminta Cecep untuk memperbaiki listrik dan pintu pun berjalan lebih lama, padahal orang yang ditunjuk sama-sama dilakukan oleh orang yang sama (Iang Darmawan).
Terkait konklusi, Bobby Prasetyo belum piawai membangun tensi, meski sekali lagi ia kerap salah menerapkan apa yang seharusnya tampil atmosferik dengan kesan draggy. Pun, kembali lagi naskahnya berulah menghadirkan sebuah hukum kausalitas yang entah dari mana asalnya, yang terpenting asal jadi. Sementara saya menanyakan kembali keputusan sang penulis membuat Jaka seolah amnesia tanpa adanya sebuah kejelasan pasti, yang sama halnya dengan sebuah ruangan terutup yang seolah ditampilkan hanya untuk menghadirkan unsur gore yang tampil malu-malu. Beruntung cast-nya tampil memikat, baik Putri Ayudya yang menolong keseluruhan filmnya, maupun Unique Priscilla dan Rukman Rosadi yang menampilkan penampilan berkesan di tengah jatah tampil sedikit. Pamali sepenuhnya mengandalka mereka.
SCORE : 2/5
0 Komentar