Sekilas mudah untuk memandang bahwa terobosan terbaru Visinema Pictures penuh akan keraguan. Mulai dari usungan genre-nya yang tak semua penonton ketahui eksistensinya, pemilihan jajaran pemain yang sebatas digunakan sebagai pengeruk pundi finansial hingga trailer pertama yang dilontarkan jauh dari kata berkesan. Siapa sangka, Mencuri Raden Saleh adalah tonton yang menyenangkan, yang serupa kebanyakan film heist pada umumnya, membuat saya merasa keren pasca menontonnya.
Sebelum ini, hadir The Professionals (2016) garapan Affandi Abdul Rachman yang pernah bermain di ranah serupa yang justru gagal menampilkan esensi filmnya, sebatas bermain di permukaan dengan menampilkan para karakter bersetelan necis nan rupawan. Mencuri Raden Saleh adalah sebaliknya, baik itu dari segi cerita maupun kualitas, di mana alih-alih para pencuri kelas kakap, mereka adalah para remaja yang memiliki satu kesamaan, yakni sama-sama membutuhkan uang.
Piko (Iqbaal Ramadhan) adalah mahasiswa karya seni yang acap kali menunda skripsinya demi bekerja sampingan sebagai pemalsu lukisan terkenal, bersama Ucup (Angga Yunanda) si hacker yang turut membantu Piko dalam mencari informasi sekaligus melancarkan pemasarannya. Tawaran bombastis hadir tatkala Dini (Atiqah Hasiholan) bersama sang mantan presiden, Permadi (Tyo Pakusadewo), meminta Piko untuk memalsukan lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro karya Raden Saleh. Tanpa berpikir panjang, mereka pun menerima tawaran tersebut.
Tawaran tersebut akan sangat berharga bagi Piko untuk membebaskan sang ayah (Dwi Sasono) di penjara, pula membantu kekasihnya, Sarah (Aghniny Haque) yang tengah berjuang mati-matian untuk menembus PON. Ini bukan hanya perihal membuat lukisan saja, Permadi meminta Piko untuk segera membentuk tim dengan modal awal Rp. 500 juta guna menukar lukisan palsu dengan yang asli, yang terdapat di Istana Negara tempat Permadi bekerja.
Dibentuklah tim yang terdiri-selain mereka, diantaranya kakak-beradik beda Ibu, Tuktuk (Ari Irham) si driver, dan Gofar (Umay Shahab) si mekanik dengan tambahan Fella (Rachel Amanda), anak orang tajir selaku negotiator sekaligus dalang di balik rencana pencurian terbesar di abad ini.
Ditulis naskahnya oleh sang sutradara, Angga Dwimas Sasongko (Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini, Surat dari Praha, Filosofi Kopi) bersama Husein M. Atmodjo (Midnight Show, Lukisan Ratu Kidul, Perburuan), Mencuri Raden Saleh tampil lebih runut di mana masing-masing karakter diperkenalkan sebagaimana mestinya, yang memudahkan penonton untuk kemudian memberikan simpati kepada mereka. Hasilnya adalah sebuah koneksi yang mudah untuk diberikan atensi.
Dalam penggarapannya, Mencuri Raden Saleh tampil lebih edgy, Angga sadar betul ia berada dalam situasi yang seperti apa dan bagaimana membuat filmnya agar terlibat lebih keren tanpa melupakan esensi utama filmnya. Diberikanlah elemen lain berupa aksi, romansa, hingga komedi yang masing-masing bekerja sesuai takarannya. Studio tempat saya menonton dibuat riuh menanggapi ini.
Terpenting, apa yang ditampilkan Angga dalam Mencuri Raden Saleh ialah memberikan terobosan lebih, meski sarat injeksi film populer, penggarapannya memang tak main-main, seolah Angga paham apa yang hendak dan disampaikan oleh filmnya. Siapa sangka, film tentang pencurian sebuah lukisan justru merupakan manifestasi dari lukisan itu sendiri? Cerdik memang, di samping memberikan sebuah relevansi terhadap perlawanan terhadap mereka para pemegang kekuasaan.
Para komplotan ibaratnya sebuah bidak catur atau umpan, sementara mereka yang memegang kekuasaan semena-mena memainkan peranan tanpa pernah memandang sebuah peranan. Situasi ini dimainkan oleh Angga secara cerdik, meski sedikit terkendala perihal penggunaan narasi yang seolah dipaksa ada, Mencuri Raden Saleh tetaplah sebuah film heist menyenangkan, terutama dalam perihal pemanfaatan caper story miliknya.
Masing-masing pemeran saling mencuri perhatian. Iqbaal memerankan Piko dengan penuh ke-sensitif-an, Angga adalah sosok tertutup yang bermain di belakang, Aghniny yang telah menguasai bela diri memamerkan kemampuannya secara tepat sasaran, terlebih kala beradegan dengan Reza Hilman (sang koreografer film ini), Rachel Amanda, untuk pertama kalinya mengambil peran yang paling manpulatif, favorit saya adalah tatkal ia dengan santai mengucap kalimat "it's show time", Umay dengan kejenakaan miliknya, sementara Ari Irham sebagai Tuktuk tak terlalu diberi kesempatan, selain ya, as a driver.
Saya berani menyebut bahwa Mencuri Raden Saleh memiliki ensemble cast paling memikat tahun ini, diiringi musik gubahan Abel Huray yang senantiasa menyuntikan sebuah tenaga, mengiringi jalannya kamera yang bergerak liar namun tepat sasaran berkat kepiawaian Bagoes Tresna Aji (Bridezilla, Story of Kale: When Someone's in Love) menghasilkan sebuah spektakel yang pantas untuk disaksikan, favorit saya ialah tatkala kameranya menerapkan teknik one-take menjelang konklusi.
Diluar narasinya yang masih sedikit kopong, termasuk pemanfaatan twist sebagai daya kejut menjelang akhir filmnya, Mencuri Raden Saleh adalah sebuah wahana menyegarkan yang layak untuk disaksikan sebagai sebuah tontonan yang mengibur sekaligus memberikan variansi genre baru bagi perfilman tanah air, yang semakin kesini makin menampilkan tajinya.
SCORE : 4/5
0 Komentar