Menyandang status sebagai satu lagi film lokal hasil remake sineas Korea Selatan, Kalian Pantas Mati yang merupakan adaptasi resmi dari Mourning Grave (2014) kembali unjuk gigi dalam menampilkan remake yang pantas, bahkan di beberapa lini mampu menandingi film aslinya. Ditulis naskahnya oleh Alim Sudio (Miracle in Cell No. 7, 12 Cerita Glen Anggara, Ranah 3 Warna) melakukan beberapa modifikasi (yang jadi keunggulan film ini ialah mengganti kalung liontin dengan gelang akar, yang mana lebih dapat diterima), meski secara keseluruhan masihlah sebuah remake yang setia pada materi aslinya.
Rakka (Emir Mahira, yang kembali menjajaki ranah akting selepas 9 tahun hiatus) adalah remaja yang kerap terganggu oleh kemampuan indigo miliknya yang kerap memicu teman sekelnya menyebutnya sebagai seorang yang freak, perundungan pun kerap dialami olehnya, itulah mengapa ia memutuskan pindah dari Jakarta ke Bogor karena merasa jengah dengan apa yang dialaminya. Keputusan untuk pindah pun rupanya tak memberikan sebuah perbedaan, kali ini Rakka masih menjadi korban bully bahkan kembali diikuti oleh seorang hantu tanpa identitas (diperankan oleh Zee JKT48, yang dalam debut perdanya tampil begitu natural dan likeable).
Lambat laun, Rakka dan sang hantu remaja tersebut mulai menampilkan sebuah kedekatan, dari sini Kalian Pantas Mati mulai menjajaki ranah romansa, yang mungki tampil tak sekuat sumber aslinya, pengecualian terhadap sebuah adegan yang melibatkan payung dan guyuran hujan. Namun, itu bisa dipahami, mengingat fokus utama sang sutradara, Ginanti Rona (Midnight Show, Anak Hoki, Lukisan Ratu Kidul) bukanlah itu, melainkan horor supernatural dengan sentuhan slasher yang tak segan menambah kadar darah.
Ya, Ginanti kembali pada mode kesukaannya, yang meski di tampilkan secara off-screen (demi mendapat rating 13+ tentunya) setidaknya diperlihatkan dampak atas apa yang dilakukan maupun terjadi setelahnya. Dibantu scoring hasil gubahan Ricky Lionardi (Danur Universe), teror yang terjadi di Kalian Pantas Mati mengamini judulnya, menampilkan sebuah balasan setimpal terhadap mereka para pelaku perundungan.
Berbicara mengenai isu perundungan miliknya, Kalian Pantas Mati mampu menyulut sebuah kebencian terhadap sang pelaku, meski karakterisasi mereka teramat dangkal untuk dijadikan karakter antagonis. Pun, kita sempat melihat sang hantu menghukum pihak guru sebagai pelestari perbuatan tersebut, dan lagi-lagi motovasinya teramat dangkal, film aslinya lebih tegas terkait ini.
Mourning Grave ikonik dengan hantu bermasker, pun tampilan yang direplikasi oleh Kalian Pantas Mati tak kalah menyeramkan dengan riasan meyakinkan (beberapa hantu lainnya pun tampil demikian), favorit saya adalah adegan yang melibatkan gunting, seolah menegaskan bahwa ancaman yang dilakukan tak segan-segan dalam memberikan sebuah pembalasan.
Tentu, semuanya takkan berjalan andai tak disokong oleh performa yang meyakinkan, Emir Mahira membuktikan bahwa keabsenannya di dunia peran tak merubah performa olah rasa miliknya, sementara sebagai pendatang baru, Zee JKT48 melahirkan sebuah performa yang jauh dari kesan buruk, Zee dengan mudah dapat menjadi idola baru, selama ia jeli memilih peran kedepannya.
Paruh ketiganya jadi puncak rentetan teror yang dilipatgandakan, meski saya sendiri sedikit terganggu dengan konklusinya yang terlalu tampil tumpang tindih dalam menjawab apa yang terjadi. Setidaknya, Kalian Pantas Mati masih tontonan yang akan memuaskan target segmentasinya (para remaja) sembari memberikan sebuah pesan terkait perundungan yang masih sangat relevan terjadi di masa sekarang. Senang, melihat Ginanti Rona akhirnya kembali ke jalan yang semestinya mewadahi kegemaran dan kesukannya dalam menampilkan sebuah mode brutal dan tak segan menumpahkan darah.
SCORE : 3/5
0 Komentar