Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

REVIEW - CAPTAIN (2022)

 

Sutradara sekaligus penulis Shakti Soundar Rajan dikenal sebagai salah satu sutradara asal Tamil yang selalu membawa genre baru khas hollywood untuk kollywood. Miruthan (2016) adalah film Tamil dengan genre zombie invasion pertama, Tik Tik Tik (2018) adalah sains-fiksi ilmiah pertama hingga Teddy (2021) yang sarat inspirasi akan Ted (2012). Captain adalah film Tamil dengan genre alien-invasion yang sarat akan inspirasi akan Predator (1987). Bahkan tak cukup sampai di sini, proyek Rajan selanjutnya yang berjudul Naaigal Jaakirathai di sebut sebagai film Tamil pertama yang menampilkan anjing sebagai pemeran utama.


Saya selalu menyukai bagaimana sinema Hindi gemar mengeksplorasi hal baru yang tak segan untuk tak menahan sesuatu. Captain memang mempunyai semangat itu, meski terdapat sebuah lubang menganga terkait narasi yang murni sebagai spectacle dengan pesan terkait lingkungan yang terasa dipaksakan. Itulah mengapa paruh pertamanya menjanjikan hal serupa, meski setelahnya diisi oleh sebuah pengadeganan yang terlampau panjang untuk sekedar menceritakan karakterisai tokohnya.


Protagonis utama kita bernama Vetriselvan (Arya), seorang kapten yang ditugasi untuk menangani kasus teroris. Sebuah kejadian menimpa beberapa tentara tatkala mereka mulai memsuki hutan di sekitar sektor 42. Kejadian yang sulit dijelaskan nalar dan menewaskan para anggota sekaligus kapten di dalamnya.


Berdasarkan saran Dr. Keerthi (Simran) yang ingin melakukan penelitian sekaligus mencari jawaban meminta bantuan Vetriselvan, yang meski telah dicap sebagai pembelot atas pembelaan yang ia lakukan terhadap Karthi (Harish Uthaman), kapten sekaligus sahabatnya yang dituduh sebagai pengkhianat pasca melakukan kunjungan ke sektor 42. Kini, giliran Vertriselvan dan para anggotanya untuk mencari kebenaran atas apa yang terjadi sekaligus membersihkan nama sang sahabat.


Butuh waktu sekitar 50 menit guna penonton diajak masuk ke sebuah hutan bersama Vetriselvan, yang mana pada kunjungan pertamanya pun terasa menjengkelkan akibat keputusan yang berujung pada sebuah kegagalan. Perkenalan yang seharusnya bisa memberikan pengalaman yang mengesankan justru berakhir pada sebuah kekecewaan, sementara gantinya kita dijejalkan oleh beragam bahasa sains guna memahami sang monster.


Minotaur. Nama monster tersebut disebut, yang menurut Dr. Keerthi mirip dengan makhluk mitologi dari Yunani, tak memiliki suhu dan dapat mengirimkan sinyal kepada kawanannya. Tentu, sebuah sasaran empuk yang haram hukumnya kalua tak dieksplorasi secara lebih, dan Captain setidaknya memberikan sebuah eksplorasi cukup meski tak sampai tampil dalam taraf yang benar-benar mumpuni.


Kesalahan Captain adalah perihal narasi yang terlampau berbelit-belit, yang akan lebih efektif jika dipangkas dan fokus akan tujuan utamanya yakni memberikan sebuah hiburan sekelompok manusia yang melawan monster. Itu saja cukup. Ambisi lebih dihadirkan oleh Rajan tatkala filmnya terlampau memaksakan untuk menyampaikan sebuah pesan lingkungan, yang sekali lagi terasa dipaksakan. Terlebih, kala Captain memberikan sebuah twist, yang sedari awal terlalu formulaik dan gampang ditebak pelakunya.


Arya memang tampil tak mengecewakan, meski kali ini karakternya tampil terlalu satu dimensi. Pun demikian dengan Simran, yang memainkan karakter abu-abu namun gagal untuk tampil mengesankan, sementara Aishwarya Lekshmi harus kena batunya, kala karakternya hanya sebatas cameo tanpa diberikan porsi yang benar-benar signifikan.


Keluhan lain ialah berupa penggunaaan spesial efek CGI yang kentara artificial. Saya takkan membandingkan atau menyalahkan budget yang ditekan, meski cukup disayangkan tatkala para penonton sudah terbiasa menyaksikan sebuah tampilan efek meyakinkan mendapati hasilnya kurang memuaskan, terlebih kala menampilkan sang monster utama dengan pengambilan gambar di bawah air.


SCORE : 2/5

Posting Komentar

0 Komentar